Han berlari memeluk ibundanya. Ada rasa sedih dan haru yang melebur menjadi satu, jika mengingat semenjak lahir tak pernah tahu siapa wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini.Tapi Allah Maha Baik, menampakkan semuanya meski waktu telah bergulir sedemikian lama.Kini, ia tak mau lagi kehilangan ibundanya. Setiap waktu, akan ia pergunakan untuk menggantikan semua detik yang telah berlalu. Ia benjanji untuk itu.*Setelah beberapa waktu terlalui, Seruni melerai pelukan lalu ia memerhatikan wajah sang anak dengan seksama. Wanita itu menggerakkan tangannya untuk mengusap wajah Han mulai dari rambut, alis, mata, hidung, pipi lalu membingkai wajah Han dengan kedua tangan yang tampak kotor tak terurus.Dua netra yang sedari tadi berkaca kini menumpahkan cairannya. Isak tangis menghiasi hari paling bersejarah tersebut."Sudah habis cara kuberdoa pada Allah. Tidak lain aku meminta Allah panjangkan umur agar bisa bertemu denganmu, Anakku."Hana kembali memeluk sang Ibu. Seperti halnya Serun
Seruni menatap Han yang sudah tampak rapi dan ingin memimpin shalat subuh pagi itu, sungguh rasa syukur tak henti ia langitkan kepada Rabb semesta alam. Betapa hal ini tidak terbayangkan dalam pikirannya, tapi Allah telah menjadikan semua itu nyata.Sementara di hadapan, Han menyunggingkan selarik senyum ke arah ibu dan istrinya lalu mengambil posisi di depan. Dia memang bukan lelaki dengan tingkat keimanan yang tinggi, tapi setidaknya Han pernah beberapa kali memimpin shalat saat masih duduk di bangku kuliah dahulu.Usai shalat, mereka membaca doa bersama, dilanjutkan duduk berzikir. Selesai semuanya pukul enam. Han mengajak sang ibu ke taman belakang, sementara Syarifa memilih ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Duduk di taman, Han mengajak ibundanya berbicara."Bu, pagi ini aku akan berangkat kerja. Nanti di rumah, Ibu akan ditemani Syarifa. Boleh 'kan, Bu?" tanya Han seraya memegang jemari sang ibu.Seruni menatap snag anak, entah kenapa perasaannya tidak enak."Pergilah, lakukan a
Kedua kaki Seruni tiba-tiba kehilangan kekuatan, ia seketika terjatuh ke lantai. Bersyukur, Han dengan segera menangkap dan berhasil mendudukkan ibundanya di atas sofa."Ambilkan segelas teh hangat," pinta Ze pada ART nya."Baik, Bu."Mereka semua mendekati Seruni yang sudah ditidurkan Han di atas sofa."Maaf ya Abi, Umi. Padahal tadi di rumah, Ibu terlihat cukup sehat. Tapi kenapa tiba-tiba jadi pingsan begini, ya?" tanya Han khawatir. Ze dan Ardi terkejut bukan main mendengar ucapan Han tersebut."Dia ibu kandung kamu, Han?" tanya Ze yang masih tak percaya dengan kenyataan tersebut.Sementara Han, tanpa ada perasaan apapun seketika mengangguk yakin. Membuat Ardi dan Ze saling bertatapan."Kapan kamu menemukannya? Dan bagaimana kamu sangat yakin jika dia ibumu?"Ze kembali melempar pertanyaan."Menurut pengakuan Ibu sendiri, Mi. Tapi Han sudah mengirim sampel rambut untuk diuji DNA lagi. Supaya lebih pasti.""Hasilnya udah keluar?"Han menggeleng."Tapi kenapa kamu seyakin itu?"Ze
Tidak ada ketaatan seorang istri kepada suami, melainkan telah Allah janjikan surga untuknya.***Tiga tahun berlalu begitu cepat. Tak terasa kini di hidupku sudah ada buah cintaku dan Mas Han yang hari ini genap berusia dua tahun. Tak banyak yang berubah, selain kualitas bahagia yang semakin jauh biduk rumah tangga mengarungi semakin bertambah pula kadar rasanya.Aku membelalak menatap test pack bergaris dua yang subuh tadi telah kupakai ini. Antara terkejut dan bahagia, entahlah. Mungkin ini terlalu cepat, tapi dengan penuh kesadaran kuiyakan saat Mas Han membujuk untuk bersedia kembali menambah jumlah keluarga ini.Oya berbicara tentang usaha, kini suamiku dan Abi sukses merintis usaha jual beli mobil klasik. Usaha ini membuat Mas Han tidak lagi mencoba melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuannya di luaran sana. Mengingat hasil yang didapat melebihi target yang diperkirakan. Menurutku ini adalah sebuah anugerah untuk keluarga kecil kami ini yang sangat kusyukuri.Sambil menunggu M
Mas, ada yang nelpon ne dari Mbak Della."Ze berteriak di balik pintu kamar mandi mengabarkan suaminya bahwa ada sepupu yang menelpon."Diangkat aja bentar, kasih tahu Mas lagi mandi.""Iya, Mas."Baru hendak mengangkat, panggilan sudah dimatikan.Ze kembali menatap foto layar di ponsel Ardi, foto dimana lelaki itu memakai pakaian adat Padang saat pernikahan mereka dahulu.Dia sudut bibir Ze tersenyum tipis.Dua tahun menikah, dia jarang sekali membuka ponsel Ardi. Sedikit merasa segan dan percaya saja jika lelaki itu adalah tipe lelaki setia.Tapi siang ini sesuatu menuntun jemarinya untuk iseng membuka lebih jauh isi ponsel tersebut.Mulai dari WA, sampai chat di inbox. Ze pernah mendengar cerita temannya dimana dia mendapati suaminya ngechat perempuan melalui inbox.WhatsAp
Hati Ze getir terasa, harus dia apakan pesan ini?Sesuatu melintas begitu saja dalam benak. Lalu jemari dengan cepat mendownload sebuah aplikasi penyadap whatsApp di Playstore. Setelah membuka aplikasi itu, Ze mencari barcode seperti ketika membuka WhatsApp Web lanjut melakukan scan terhadap ponsel Ardi.Tak lama, terdengar bunyi klakson di depan rumah. Sepertinya Ardi kembali untuk mengambil ponsel. Lekas Ze menyimpan kembali benda itu di bawah bantal lalu berjalan sampai ke pintu."Ada apa, Mas? Kok balik?""Ponsel Mas ketinggalan di sofa kayaknya," ucap Mas Ardi yang sudah memasuki halaman."Bentar Mas, coba aku cari dulu."Degan mengumpulkan segenap rasa tegar Ze berjalan ke ruang tamu, lalu menyibak bantal hingga kembali memegang ponsel Ardi."Ada Mas ini di atas sofa," ucapnya pura-pura baru menemukan. Segera Ardi mendekat dan
"Om Alex?""Ze, apa kabar? Ngapain di sini, sama Ardi?"Ze gelagapan."Iya Om, sama Mas Ardi dan sepupunya.""Lo kok rame-rame, ada acara apaan, sih?""Nggak ada sih Om, Mas Ardi lagi ada tugas di sini. Yaudah aku minta ikut aja, pas kebetulan sepupunya juga ada di rumah jadi ya diangkut sekalian.""Oh gitu, terus Ardi sekarang mana? Udah lama Mas nggak ketemu?""Sebenarnya saya kemari sama sepupunya Mas Ardi doank, Om. Suamiku nggak ikut, beliau tinggal di hotel, capek habis acara pembukaan katanya.""Jadi kamu sama sepupunya Ardi nginap di hotel juga? Kenapa nggak nginap di rumah Om aja. Rumahnya luas lo.""Iya Om, In Syaa Allah lain kali, soalnya besok udah langsung balik kok.""O gitu.""Om Alex kerja di sini?""Iya 'kan, udah dari
Namaku Zearetha Bilbis. Aku terlahir sebagai yatim. Dan tepat enam tahun usiaku, ibu yang paling kusayangi ikut bersama ayah menghadap Yang Maha Kuasa. Paman dan istrinya lah yang membesarkanku. Mereka hanya punya satu orang anak perempuan dan sangat ikhlas untuk menggantikan mama dalam merawatku.Dua tahun yang lalu, tepatnya di malam syahdu selepas memberlangsungkan pernikahan."Kamu mau 'kan kita menundanya?"Sebuah pertanyaan aneh yang muncul dari bibir seorang lelaki bergelar suami. Bagiku aneh dia bertanya begitu, sebab ini adalah malam pertama kami. Malam dimana semua pengantin berlomba-lomba mencari pahala. Tapi dia, justru meminta agar kami menundanya.Saat itu, aku setuju saja. Awalnya kupikir karena kami butuh waktu untuk saling kenal, sebab ya pernikahan ini terjadi atas perjodohan. Ibunya teman baik dengan istri pamanku. Arsyi anak paman tak mungkin lagi dijodohkan berhubung dia sudah pu