Share

Best Friend With Benefits Part 2

Adam masih tertawa cekikikan ketika melihat angka-angka penurunan drastis aset crypto currency yang terjun ke jurang beberapa hari ini.

"Mabok, mabok deh Lo yang investasi nggak pakai uang dingin," suara Adam yang sedang berbicara sendiri dengan laptopnya membuat Shara yang baru saja turun dari lantai dua tersenyum.

"Lo ngapain sih, Nyet?" Suara Shara sukses membuat Adam menoleh.

Seketika tawa itu hilang begitu saja ketika melihat Shara yang sudah kehilangan rambut panjangnya. Adam mengucek matanya berkali-kali. Apakah yang ada di hadapannya adalah Shara, sahabatnya yang sangat mencintai rambut panjangnya? Jika benar lalu kemana perginya rambut panjangnya? Segera saja Adam bangkit berdiri dari kursi di ruang makan yang sejak tadi ia duduki. Ia berjalan cepat mendekati Shara dan memegang kedua pipi Shara dengan tangannya. Lalu ia pindahkan tangan kanannya untuk memegang dahi Shara yang ternyata tidak demam.

"Nyet, Lo kenapa sih pegang-pegang gue. Najis mughaladhah tau nggak," kata Shara sambil menyingkirkan tangan Adam yang ada di wajahnya.

Adam hanya mendengus dan memutar kedua bola matanya.

"Akhirnya gue yakin kalo ini beneran Lo, bukan setan. Alhamdulillah kalo Lo masih sejutek ini sama gue, berarti Lo masih sehat bukan sakit wal sekarat karena putus cinta."

"Apaan sih, Nyet. Lo masak nggak, Nyet?" Tanya Shara sambil berjalan menuju ke dapur.

"Nggak, gue nggak masak. Bahan di kulkas Lo habis. Lagi bokek, nggak ada duit buat makan."

Sahara menghentikan langkahnya ketika sampai di depan kulkas lalu menoleh untuk melihat Adam yang mengatakan itu dengan santai.

"Lo kalo ngomong yang bener dong, Nyet. Di Aminin malaikat baru tau rasa, Lo."

"Bi, bisa nggak sih nggak panggil gue Nyet?"

"Nggak bisa, sudah kebiasaan dari dulu. Kenapa lo baru sewot sekarang kalo gue panggil begitu?" Tanya Shara sambil membuka kulkas.

"Gara-gara lo kasih nama gue Monyet, Nada dari kecil jadi ikut-ikutan manggil gue Nyet. Apesnya Galen sama Edel yang beberapa kali denger emaknya panggil gue Nyet, ikut-ikutan panggil gue Nyet," kata Adam sambil geleng-geleng kepala yang ternyata sanggup membuat Shara tertawa. Selama tiga hari Shara sudah kehilangan jiwa humorisnya, kini berkat mendengar keluhan Adam itu, ia bisa tertawa kecil.

"Lo yang mulai dengan panggil gue Babi duluan."

Sesudah mengambil kotak jus buah jambu, Shara segera berjalan menuju ke meja makan. Kini ia menarik kursi dan mulai duduk disana. Adam mengikuti apa yang dilakukan Shara dengan duduk di hadapan Shara.

"Tapi kan gue manggilnya Bi doang."

"Iya, Lo manggil gue Bi, tapi lebih seringnya Lo panggil gue begini," kata Shara sambil mencoba menirukan cara Adam memanggilnya. "Bi...Bi... Babi."

Kini Adam hanya nyengir di depan Shara yang membuat Shara menatapnya dengan tatapan sengit.

"Bagus dong, panggilan sayang dan hanya Lo yang nggak pernah marah gue panggil begitu."

"Ya kalo gitu harusnya Lo nggak protes dong kalo gue panggil Lo monyet."

"Gue bukan marah, cuma kasian aja sama si monyet karena disamain sama gue."

Shara hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Adam. Ia tidak bisa membayangkan, wanita seperti apa yang akan menjadi pasangan Adam kelak. Shara akan memberikan  penghormatan kepada wanita tersebut karena berhasil meluluhkan hati Adam yang sedingin es jika berurusan tentang cinta dan tentunya memberikannya pelukan agar tetap tegar ketika memiliki pasangan segila Adam yang perilakunya sulit untuk diprediksi.

Beberapa saat mereka terdiam hingga akhirnya  Adam membuka mulutnya.

"Shar, mukbang, yuk? Terus video-nya kirim ke Angi. Biar dia ngiler karena pingin pulang ke Indonesia."

"Mau mukbang apaan? Lo aja katanya lagi bokek, masa gue yang bayarin Lo? Berasa menabur garam di lautan."

"Kalo sekedar makan mah gue bayarin dulu."

Shara menatap Adam dengan memicingkan matanya. "Serius Lo, Nyet mau bayarin?" Tanya Shara karena walau mereka bersahabat sudah lama, namun mereka jarang saling membayari. Mereka lebih memilih membayar tagihan makan secara mandiri.

Sebenarnya sudah sering Adam menawari Shara untuk ia traktir, namun Shara selalu menolak dengan alasan uang dan hutang adalah alat pemutus silaturahmi terampuh di dunia, maka dari itu ia tidak pernah mau di traktir oleh Adam, bukan hanya Adam, bahkan Angi juga. Sesuatu yang masih membuat Adam heran. Entah kenapa dalam hal ini, ia sedikit iri pada persahabatan adiknya dengan ketiga temannya yang memilih bergiliran mentraktir sesuai urutan setiap kali mereka berkumpul.

"Iya, tapi nanti tanggal 25 Lo ganti."

Shara menghela nafasnya dan menatap Adam dengan tatapan gemas.

"Lo hafal ya tanggal gajian gue?"

"Oh, tentu saja. Hafal di luar kepala dari dulu."

"Okay deh Lo bayarin dulu, nanti gue ganti."

"Ya udah, ayo cabut. Mana kunci mobil Lo?" Tanya Adam sambil bangkit berdiri.

"Nyet, gue ganti baju dulu. Masa gue pakai celana kolor sama kaos oblong kedodoran begini."

Adam menghela nafasnya dan menatap Shara dengan gemas. "Lo ngapain sih ganti baju segala? Kita cuma mau nge-mall bukan mau kondangan."

Setelah mengatakan itu segera saja Adam berjalan menuju ke meja dekat pintu. Ia melihat kunci mobil Shara ada di sana. Saat ia sudah mendapatkan kunci itu, segera Adam menuju ke garasi dan membuka pintu garasi.

"Buruan atau gue tinggal," teriak Adam yang membuat Shara berlarian secepat yang ia bisa menuju ke garasi rumahnya.

Sesuatu yang aneh bagi Shara, ketika tiga hari ia habiskan untuk merenungi nasib percintaannya dengan Dion yang kandas begitu saja, namun hanya dalam waktu kurang dari satu jam ia bisa melupakan semua kesedihannya ketika bersama sahabatnya.  

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status