Share

5. Jangan Sakiti Aku.

"L– lepas,"

Husna berusaha untuk melepaskan diri saat Andaru mencengkram lehernya hingga rahangnya terluka. Namun, Andaru yang tidak peduli dengan hal itu semakin mempererat cengkeramannya sehingga Husna kesulitan untuk bernapas.

"Menyingkir dari hadapanku wanita sial! Pantas kau tinggal di panti asuhan, karena kau terlahir menjadi anak membawa sial!!!"

"T– tolong jangan sakiti aku," lirihnya berusaha untuk bertahan meski semakin tersiksa.

"Apa? Tolong jangan sakiti? Hahaha!! Kamu bodoh atau apa hah?! Kamu pikir aku peduli? Kalau perlu kamu mati sekarang!!"

Dengan kasar Andaru mendorong tubuhnya hingga terjerembab sakit dan sesak yang ia rasakan namun, Husna tetap bertahan semua demi nenek Abila.

Tidak peduli jika nyawanya akan hilang yang terpenting adalah kebahagiaan nenek Abila. Kekerasan dan hinaan yang ia dapatkan dari keluarga Adhicandra adalah makanan sehari-hari untuknya namun, tidak sekalipun Husna berniat untuk meninggalkan kediaman Adhicandra baginya yang memiliki hak atas dirinya adalah nenek Abila.

***

Di tempat yang berbeda seorang pria tampan dengan kaca mata hitamnya yang bertengkar di atas hidungnya yang mancung menatap bangunan yang sejak lama ia tinggalkan setelah ia memilih apartemen atau pun villa sebagai tempat tinggalnya.

Baginya rumah ternyaman adalah apartemen atau villa nya bukan bangunan yang ada di depannya meski terlihat begitu mewah dan elegan tetapi penuh dengan kenangan yang menyakitkan.

Waktu berdetak seakan lebih cepat dari biasanya tanpa terasa tiga bulan berlalu pertemuan terakhir di bandara dekat Husna hingga kini Hasta tidak lagi mendengar kabarnya hanya seseorang yang sesekali untuk melihat kondisi Husna walau jawabannya adalah ketidaktahuan mereka. Sebab selama tiga bulan Husna tidak keluar dari rumah Adhicandra.

"Tuan sudah waktunya meeting," ujar sopir sekaligus asisten pribadinya.

"Kau ingin aku pecat?"

"Maaf Hasta tidak bermaksud seperti itu tapi kita akan–"

"Sudahlah, bagaimana dia? Apa kamu tidak bisa melihatnya?" tanya Hasta berbalik ke dalam mobilnya.

"Kamu tidak jadi masuk kedalam?" tanya Yudi melihat Hasta berlalu dari hadapannya.

"Kamu jual rumah ini." Hasta tidak ingin menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya.

"Tidak semudah itu, lagi pula sesuatu saat nanti kita akan membutuhkan ruang ini untuk–" Hasta menatap pria yang kini menatap lurus ke depan.

"Tidak dan kata untuk. Paham?!"

"Oke, akan aku umumkan nanti."

Hasta yang sejak tiga bulan berusaha untuk menenangkan diri setelah Husna tidak ada kabar lagi. Mengetahui jika Husna hidup bahagia bersama dengan pria yang menjadi suaminya meski ia tahu Andaru bukan pria yang baik untuk Husna.

"Kamu berubah," ucapnya dalam hati menyelami hatinya yang semakin dalam dan hancur.

***

Di sudut tempat yang berbeda Husna yang selama ini menjadi cucu menantu di keluarga Adhicandra namun perlakuan Andaru dan anggota keluarga yang lain tetap menganggap jika Husna adalah pembantu di keluarga mereka.

Setelah kejadian malam itu Husna yang pergi dari kamar Andaru tengah malam dimana seluruh penghuni kediaman keluarga Adhicandra terlelap dalam mimpi indahnya.

"Pembantu yang sok cantik!! Pergi dari sini sekarang juga. Atau kau ingin kami mengusir mu?!" sentak Fara begitu melihat Husna yang tengah merapikan dapur setelah memasak.

"Maafkan saya nyonya, saya akan pergi jika nenek Abila mengusir saya. Maaf jika saya melawan anda. Permisi," sahut Husna lirih.

"Kurang ajar!! Beraninya kamu menentang perintahku hah!! Kau ingin aku tendang dari rumah ini?!" Fara berusaha menarik pergelangan tangan Husna agar keluar dari istananya.

"S— sakit," jeritnya saat Fara menarik kerudungnya sehingga rambutnya turut tertarik.

"Kamu pikir aku akan iba, hah? Kamu salah Husna, sebaliknya aku senang jika perlu kamu mati sekarang juga." Fara mendorong tubuh Husna keluar dari rumah mewah Abila. Hatinya begitu lega saat Husna berhasil keluar dan melihat Husna berdiri di luar pagar seorang diri.

"Mama apa yang Mama lakukan? Bagaimana kalau nenek tiba-tiba pulang? Ah!! Aku tidak mau berdebat dengan Nenek." gusar Andaru.

"Kamu pikir Mama mau di salahkan oleh nenekmu itu? Biarkan dia di luar sampai Nenek pulang. Setidaknya kita punya alasan lain. Anggap saja kita sedang menikmati indahnya rumah ini jika nenekmu secepatnya mati!!" ujar Fara tanpa merasa bersalah.

"Mama!"

"Sudah pergi sana kamu tidak lupa kan hari ini ada janji sama Vlora?" Fara mengingatkan putranya yang akan bertemu dengan calon menantu pilihannya.

"Terima kasih Mama sudah mengingatkan hal itu."

"Daru, sampaikan salam Mama untuk menantu idaman!"

"Pasti Mah!"

Fara menarik napasnya sejak lama ia hanya menjadi seorang menantu di kediaman Adhicandra tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan semua dilakukan oleh Abila ibu mertuanya yang masih memegang kekuasaan bahkan perusahaan dalam kendalinya.

"Mas, tunggu!" Fara berlari mengejar suami yang berlalu melewatinya tanpa menoleh kearahnya.

"Ada apa?"

"Kamu kenapa sih? Aku mau minta uang lagi! Aku butuh untuk membayar berlian yang aku pesan!" fara menengadahkan tangannya.

"Kamu lupa semua akses di tutup Mama? Berhenti melakukan hal yang membuat Mama marah Fara. Jika kamu masih ingin tinggal di sini!"

"Mas!!"

Fara mengepalkan tangannya sama dengan penuturan suaminya yang begitu penuh dengan peraturan yang dibuat oleh ibunya.

**

Husna yang berdiri menatap bangunan yang tertutup rapat. Tidak ada harapan untuk masuk mengingat Nenek Abila pergi dengan temannya, mobil mewah yang di kendarai Andaru keluar dari rumah tanpa memperdulikan dirinya yang berdiri Andaru melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Berulang kali Husna memejamkan matanya memikirkan dirinya yang begitu diam tanpa melakukan apapun setelah di perlakukan tidak adil oleh keluarga suaminya.

Siapa yang akan bertahan tinggal dengan keluarga yang tidak menginginkan kehadirannya, begitu pula dengan keluarga Adhicandra. Keluarga konglomerat yang menjunjung tinggi kehormatan, derajat dan mengagungkan kekayaannya adalah segalanya.

Kehadiran Husna adalah bom waktu untuknya, Husna adalah seorang anak yatim-piatu hidupnya berubah drastis setelah di angkat menjadi pengasuh Abila hingga Abila yang begitu menyukai Husna menjodohkan mereka agar Husna tetap di rumah.

Siapa sangka hidupnya semakin menderita tidak ada air mata yang mengalir setiap harinya semua ia rasakan dalam diam.

Sementara itu Abila yang merima laporan jika Husna di perlakukan tidak baik oleh menantunya sehingga ia membatalkan rencana untuk menemui sahabatnya dan memilih untuk pulang ke rumah.

"Fara!!" seru Abila di ruang keluarga.

"M— mama, sudah pulang? Bukankah Mama akan menginap di puncak berapa hari? Kenapa sudah pulang?" tanya Fara bertubi melihat mertuanya berada di depannya. Belum genap satu hari ia menjadi Nyonya besar kini wanita tua itu kembali menggagalkan rencana yang sejak lama ia susun.

"Dimana Husna? Kau apakan dia Fara?! Mama tidak mau tahu satu jam dari sekarang Husna sudah ada di rumah ini!" ucapnya tanpa bantahan.

"T— tapi Ma, Husna pergi sendiri kenapa aku harus cari dia? Biarin aja dia pergi dari rumah. Tidak ada gunanya juga dia tinggal." geram Fara.

"Kamu bicara apa Fara? Jika Husna tidak pulang maka kamu harus angkat kaki dari sini." ancam Abila melihat menantunya yang gila harta.

"J— jangan Mama, ck!! Anak sialan gara-gara kamu aku hampir di usir dari istana." lirih Fara gegas meninggalkan ibu mertuanya untuk mencari Husna.

Husna membuka matanya memindai sekeliling ruangan putih dengan aroma obat. Sejak ia mengerutkan keningnya bagaimana bisa ia berada di ruang sakit.

"Kamu sudah sadar?" ucap seorang pria yang berada di sofa tidak jauh dari tempat tidur pasien.

"M— maaf, mas siapa? Dan kenapa aku ada di rumah sakit?" lirih Husna.

"Aku tidak sengaja melihatmu tergeletak di pinggir jalan. Bukankah kamu wanita yang malam itu di Bali? Kenapa kamu ada di pinggir jalan? Apa suamimu yang melakukan kekerasan lagi padamu?" tanya pria yang tidak lain adalah Hasta. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Husna setelah tiga bulan berlalu.

"T— tidak, aku hanya—" sahut Husna menghentikan ucapannya mendengar suara dering ponsel milik pria di depannya.

"Maaf, aku harus pergi. Kamu jangan khawatir aku sudah mengurus administrasi sampai kamu sembuh."

"Terima kasih," Husna menangkup kedua tangannya pada pria yang terlihat datar.

Husna memejamkan matanya mengingat sebelum ia pingsan di pinggir jalan. Air mata kembalilah luruh kesekian kalinya, berusaha untuk tetap tegar meski Ia pun ingin terbebas dari kehidupan yang penuh pesakitan.

"Selamat sore, bagaimana kondisi ibu sekarang?" Husna tersentak seorang dokter masuk ke dalam ruangan perawatan memeriksa kondisi tubuhnya dengan hati-hati dan seksama.

"Alhamdulillah, jauh lebih baik. Dok, boleh saya tanya?" lirih Husna ia ingin memastikan sesuatu yang teramat sangat ia yakini mengingat kondisinya saat ini.

"Silahkan Bu, mau tanya apa?"

"Apakah saya hamil?"

Dengan ragu Husna bertanya ia menggigit bibirnya agar dugaannya salah. Tidak bermaksud untuk menolak hadirnya anak dalam rahimnya tetapi kondisinya tidak memungkinkan untuk membesarkan anaknya, terlebih saat ini pernikahannya telah hancur talak yang telah di jatuhkan walau hanya dia dan Andaru yang mengetahuinya.

"Ya, betul ibu sedang hamil. Apakah suami ibu tidak mengatakannya? Tadi beliau berpapasan, meminta saya untuk menjaga ibu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status