Share

Chapter 10 : Its You

Anna tidak mengurungkan diri untuk mengantarkan berkas tersebut kepada pemilik hotel Produce tersebut. Beruntung dia lebih dulu bertemu dengan Edwin dan mengetahui tentang semuanya dari sepupunya itu. Edwin juga yang membantu Anna agar berkas yang dia bawa sampai ke tangan Dareen tanpa harus bertatapan langsung dengannya.

Tapi keberuntungan Anna hanya sebatas itu. Setelahnya dia mendapati Esa tengah menikmati waktu istirahat dengan bercanda gurau bersama Dara di ruang rapat yang kosong. Dara bahkan sesekali terlihat memasukkan snack kedalam mulut Esa, meski Esa terus berusaha menolaknya.

Anna geram, sangat. Pasalnya dia sudah menyuruh Esa maupun Dara untuk tidak berdekatan, tapi ternyata mereka mengabaikan itu. Kekesalannya bertambah saat Anna mendapat informasi jika Esa kembali dikucilkan akibat rumor tentang asal-usulnya. Dan dari pengakuan Esa, dia hanya menceritakannya pada Dara.

Dengan langkah cepat Anna memasuki ruangan tersebut yang memang pintunya terbuka. "Apa yang kalian lakukan di sini? " Geram Anna yang membuat Esa dan Dara terkejut.

"P-papa/Paman" Jawab Esa dan Dara bersamaan.

"Jawab Esa!! " Desis Anna yang terlihat marah.

"Aku sedang mengerjakan tugas sekolah, kebetulan ruangan ini kosong. Jadi Esa dan Dara menggunakannya sekalian untuk istirahat juga. "

"Yang papa lihat tidak seperti itu. Kau dan dia hanya tertawa bersama lalu kau menyuapi Esa tanpa tahu malu. " Tunjuk Anna kepada Dara.

"M-maaf kan aku paman. " Dara menundukkan kepalanya karena takut dan malu.

"Aku sudah memperingatkan mu untuk tidak dekat-dekat dengan Esa. Tapi kau masih saja menempel padanya. Apa kau menyukai Esa? " Tanya Anna dengan tatapan yang sangat tajam.

"Papa, cukup! " Esa sedikit menaikan nada suaranya.

"Ya, aku menyukai Esa paman. " Jawab Dara dengan yakin. Kali ini tidak dengan suara yang bergetar.

Esa terkejut, matanya melotot tak percaya. Sedangkan Anna, jangan di tanya. Matanya nyaris keluar, dan rahangnya jatuh begitu saja. Ternyata yang dia takutkan benar adanya.

"Kau! Berani sekali kau menyukai putraku. " Anna marah, emosinya sudah berada di puncak kepala.

Anna tidak membenci Dara, meskipun tidak bisa dipungkiri setiap kali dia melihat Dara hatinya berdenyut nyeri dan membandingkannya dengan kehidupan Esa selama ini. Sejak awal Anna bertemu Dara, dirinya merasa tidak nyaman dengan tatapan anak itu. Tatapannya pada Esa jelas sekali adalah tatapan memuja. Anna tidak bodoh, untuk mengetahui bahwa Dara menyukai putranya. Rasa suka yang tidak boleh ada diantara mereka. Beruntung Esa tidak menunjukkan apapun, jika saja Anna melihat hal yang sama di mata Esa, mungkin sekarang dia akan gila.

"Apa salah aku menyukai Esa paman? " Tanya Dara yang entah mendapat keberanian dari mana untuk berbicara seperti itu pada Anna yang jelas-jelas menentangnya.

"Salah! Dan itu tidak boleh terjadi sampai kapanpun. " Jawab Anna yang masih diliputi emosi.

"Papa sudah cukup, kita tidak boleh ribut disini. " Esa berusaha menenangkan ibunya.

Wenda yang entah sejak kapan berada di sana segera masuk dan menampar Anna.

PLAK

"Apa yang sudah kau lakukan pada anakku? Berani sekali kau berteriak padanya? " Teriak Wenda kepada Anna.

PLAK

Satu tamparan keras berhasil mendarat di wajah mulus Wenda. "Kau, ajari anakmu agar tahu diri. "

"Kau laki-laki sialan, beraninya dengan perempuan. Dan berani sekali kau memukulku dan mengatai anakku. " Wenda menggeram marah dengan kedua tangan yang sudah terkepal.

"Oh, aku lupa. Pantas saja anaknya tidak tahu diri, karena ibunya pun begitu. " Sindir Anna dengan tatapan meremehkan.

"APA? Apa katamu? Tidak tahu diri? Yah kau benar-benar menguji kesabaran ku rupanya. " Kali ini Wenda mendorong tubuh Anna hingga membentur tembok. Wenda sedikit terkejut karena tubuh pria yang dia dorong ternyata cukup lemah.

"Jangan pernah sekalipun menghina anakku, atau kau akan berurusan denganku. " Desis Wenda sambil mencengkram rahang Anna.

Anna dengan keras menyingkirkan tangan Wenda dari wajahnya. "Aku tidak tertarik dengan kalian, apalagi berurusan denganmu. Jika saja anakmu itu mau bekerja sama dan mendengarkan kata-kataku. "

Dara yang melihat pertengkaran antara ibunya dengan ayah Esa hanya bisa menundukkan wajahnya semakin dalam.

"Dengar! Aku juga tidak tertarik dengan anakmu. Tapi aku bukan orang tua yang egois sepertimu, aku mencintai putriku dan aku menghormati pilihannya untuk berdekatan dengan siapapun termasuk anakmu. " Emosi Wenda semakin memuncak, pasalnya dia mengenal Esa sebagai anak baik tapi kenapa ayahnya sangat mengesalkan.

"Dia tidak boleh berdekatan dengan anakku. Dara tidak boleh menyukai Esa. " Teriak Anna yang membuat Esa dan Dara terkejut. Dara bahkan hampir menangis.

"Seharusnya kau merasa terhormat, karena anakku menyukai anakmu yang tidak jelas asal-usulnya itu. " Wenda tersenyum miring.

"Terhormat? Dan apa kau bilang tadi, tidak jelas asal-usulnya? Kau bercanda hah?! " Teriak Anna yang kini menjadi lebih emosi dari pada Wenda.

"Cih, kau pikir aku tidak tahu? Esa itu hanya memiliki orang tua tunggalkan? Dia anak haram. " Wenda tertawa puas karena sudah melihat gurat kemarahan dalam wajah Anna. Ya, yang menyebarkan rumor disekolah tentang Esa adalah Wenda bukan Dara. Wenda melakukannya untuk membalas perbuatan Anna akibat penghinaan yang dia terima tempo lalu dari ibu Dareen.

"Kau sepertinya perlu kaca. Setidaknya Esa bukan anak yang terlahir dari hubungan gelap bersama suami orang lain. " Kali ini Anna yang tersenyum meremehkan. Wenda dan Dara seketika menegang sempurna. Tatapan khawatir Wenda segera beralih kepada Dara yang saat ini tengah menggigit bibirnya dengan air mata yang sudah menggenang.

"M-mom apa maksudnya ini? " Tanya Dara dengan terbata dan siap untuk meledakkan tangisnya.

"D-Dara sayang, t-tidak seperti itu. Tolong jangan dengarkan dia. " Wenda segera menghampiri Dara dan memluknya.

BRAK

Suara gebrakan meja baru saja terdengar dan mengagetkan semua orang yang tengah bersitegang dalam ruangan tersebut.

"Kau! " Tunjuk seseorang yang baru saja datang itu kepada Anna. "Apa yang kau katakan barusan? " Ucapnya datar dan dingin dengan tatapan membunuh.

Anna menelan ludahnya kasar, dan segera menetralkan perasaannya. "Apa yang kau ingin dengar dariku? " Tantang Anna dengan tatapan nyalang.

"Kau bilang apa barusan sialan?! " Dareen, pria yang baru saja menggebrak meja itu kini tengah mencengkram kerah baju Anna. Anna yang saat itu tengah menggunakan kemeja dan celana bahan panjang hanya menjinjitkan kakinya akibata tarikan yang cukup kuat dari Dareen di lehernya.

"Kurasa kau tidak tuli. " Desis Anna dengan tajam.

"Kau! Sekali lagi kau mengusik mereka dan mengatakan hal-hal yang tidak berguna, maka aku akan dengan senang hati mengirim mu ke neraka. " Ucap Dareen yang belum mau melepaskan cengkraman nya.

Anna menepis tangan Dareen dengan kuat, namun tidak berhasil. Akhirnya dia pun memalingkan wajahnya dan membuang ludah di samping Dareen. "Cih, kau masih sama saja selalu membela mereka mati-matian. " Pertemuan Anna dengan Dareen setelah 15 tahun lamanya harus dimulai dengan pertengkaran.

Dareen yang tidak mengerti perkataan Anna barusan justru menjadi semakin geram dan hampir melayangkan pukulan sebelum ucapan Anna membuatnya membeku di tempat. "Bahkan sampai kehilangan istrimu pun kau tidak peduli. " Anna terkekeh meremehkan.

Wenda membulatkan matanya, entah kenapa perkataan pria yang sejak tadi bertengkar dengannya itu terus saja mengarah kepada masa lalu, kepada seseorang yang sudah dia lupakan. Ah lebih tepatnya yang berusaha Wenda lupakan.

"Kau! " Dareen semakin mendesis tajam. "Tahu apa kau sialan! " Bentak Dareen yang sudah semakin dikuasi amarah apalagi setelah mendengar isakan dari Dara.

Dareen melayangkan satu pukulan, namun tangannya berhasil di tahan oleh Esa yang sejak tadi hanya diam dan mengamati situasi yang terjadi.

"Jangan pernah kau sentuh mama-ku. " Desis Esa yang masih mencengkram kuat pergelangan tangan Dareen. Dareen dan semua yang berada di ruangan terdiam, mereka tidak mengerti kenapa Esa tiba-tiba Esa memanggil ayahnya dengan sebutan mama bukan papa.

"E-Esa. " Ucap Anna dan Dara bersamaan.

"Mama, mama tidak apa-apa kan? " Esa panik begitu mendapati lebam di wajah ibunya.

"Kau! Kau sudah menyakiti ibuku ku sialan! " Esa membentak Dareen tepat di hadapannya.

"Apa maksudmu dengan ibumu? " Tanya Dareen

"Kau! Kau benar-benar tidak punya sopan santun. Berani sekali kau membentak atasanmu. " Teriak Wenda.

"Sopan santun? Aku tidak harus melakukannya kepada seorang bajingan dan juga seorang yang murahan. " Jawab Esa.

BUGH

Satu pukulan keras berhasil menghantam wajah tampan Esa dan membuatnya tersungkur ke lantai.

"Khesa! " Teriak Anna.

"D-dad, jangan lakukan itu. " Ucap Dara lemah.

Anna segera menghampiri Esa dan memeluknya. "Astaga sayang, kau tidak apa-apa? " Panik Anan. Anna memeluk Esa dengan kuat dan mulai terisak.

Esa tersenyum dan menyeka darah di sudut bibirnya. "Mama. " Ucap Esa sambil memegang kedua tangannya. "Katakan padaku, apa mereka orangnya? " Tanya Esa dengan tatapan lembut namun sangat dalam.

"Sa. " Lirih Anna. "Esa berjanji satu hal pada mama sayang. Kau, k-kau tidak boleh menyukai Dara. " Anna meremas tangan Esa dengan kuat. "Tidak, tidak. Kau harus bersumpah tidak akan pernah jatuh cinta padanya. " Anna menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Tiga pasang mata yang ada di ruangan tersebut hanya menatap mereka dengan penuh tanda tanya. Terutama Dara, manik matanya sudah sangat gelap oleh air mata. Dara sudah jatuh cinta pada Esa, dan sekarang tidak ada lagi harapan untuknya. Ayahnya Esa ah maksudnya ibunya sudah meminta putranya bersumpah atas namanya.

Esa tidak menanggapi pertanyaan sang ibu. "Benar mereka ma? Mereka yang membuat kita seperti ini? Mereka yang sudah membuat mama menderita? " Tanya Esa kepada Anna.

Anna menggigit bibirnya dengan keras dan menganggukan kepalanya. "Ya mereka. "

"Kalau begitu, aku bersumpah tidak akan pernah jatuh cinta pada Dara. Dan aku juga bersumpah akan membalas semua perbuatan mereka. "

"Apa maksudmu? " Teriak Wenda tidak terima. "Aku dan Dareen tidak pernah merasa menyakiti siapapun, apalagi Dara. Anakku tidak pernah sama sekali. "

"Sayang sekali. Padahal aku sempat menyukai Esa. Tapi ayahmu kurang waras, dan dia berhasil mencuci otakmu. " Kali ini Dareen yang bersuara.

Esa melotot tidak percaya dengan apa yang dikatakan Dareen. Baru saja dia akan menerjang pria itu dengan pukulan, Anna telah lebih dulu menghentikannya dengan menarik tangan Esa.

Anna berdiri dari posisinya semula. "Benarkah? Benarkah kalian tidak pernah menyakiti siapapun? " Tanyanya dengan suara yang terdengar lirih dan kecewa. Perlahan langkah kaki Anna membawa tubuhnya mendekati mereka.

Begitu jarak antara dirinya dan Dareen sudah cukup dekat. Anna menghela nafas berat. "Kalau kalian merasa tidak menyakiti siapapun, maka dia tidak akan pernah ada. " Tunjuk Anna kepada Dara.

Wenda dan Dareen semakin di buat terkejut oleh setiap penuturan Anna.

"Mama." Ucap Esa mengingatkan.

Anna kembali melanjutkan perkataannya. "Dan dia, dia tidak akan pernah hidup sendirian. " Kali ini jari telunjukknya mengarah kepada Esa.

"Aku membawanya selama 9 bulan dalam perutku. Berjalan sendirian menyusuri sepanjang jalanan kota tanpa kendaraan dan tidak punya tujuan. Terkadang aku juga kelaparan, namun tidak punya uang untuk membeli makanan. Tidak ada pula yang mau memberiku pekerjaan. Sedangkan seseorang diluar sana tengah hidup dalam rumah yang megah bersama selingkuhan dan anak mereka. Dan Khesa, dia bahkan tidak pernah tahu bagaimana rasanya susu ibu hamil. Memikirkannya saja kadang membuatku hampir gila. "

Anna menatap Esa sangat dalam dan menghampirinya. "Ingin rasanya aku mengakhiri semua penderitaan dan juga hidupku. Namun gerakannya di dalam perutku membuatku tersadar, bahwa ada jiwa yang harus ku kulindungi, ada jiwa yang membutuhkan kasih sayangku. Ada kehidupan yang menantiku di dalam sana. Hingga tiba saatnya dia lahir dan memanggilku mama. "

Anna kemudian melanjutkan ceritanya. "Aku membawanya jauh dari kehidupanku sebelumnya. Membesarkannya dengan kasih sayang dan cinta yang kupunya. Dia adalah satu-satunya hartaku yang berharga. "

Kemudian Anna melanjutkan perkataannya. "Dan sekarang, kau menyakitinya! " Tunjuk Anna kepada Dareen. "Kau menyakiti anakku brengsek. " Teriak Anna dengan histeris, membuat semua orang yang tidak sengaja melewati ruangan tersebut berbalik untuk melihatnya.

Dareen dan Wenda berjalan mundur. Entah kenapa lutut mereka tiba-tiba lemas. Mereka belum sepenuhnya bisa mencerna perkataan Anna. Namun mereka tahu kemana arah tujuan pembicaraan tersebut.

"K-kau siapa sebenarnya. " Tanya Wenda dengan terbata.

"Kau--. " Lirih Dareen, namun sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Anna telah terlebih dahulu memotong.

"Aku mempertaruhkan segalanya. Termasuk kebebasanku dan juga harga diriku. Aku bahkan harus menentang kodratku. " Anna melepaskan wig yang dia kenakan di hadapan Wenda dan Dareen. Kemudian melemparkannya asal. Tidak hanya itu, Anna juga menghapus make up tipis dari wajahnya.

BRUK

Wenda ambruk seketika. "K-kau. " Ucap Wenda terbata tidak percaya.

Dareen mengeratkan pegangannya pada ujung meja akibat lututnya yang lemas. "A-Anna. " Dareen berkata lirih.

"Mama, sudah cukup. Kita hentikan sekarang ya? " Bujuk Esa kepada Anna. Dia sudah tidak sanggup melihat ibunya yang begitu memaksakan diri untuk kuat.

Anna menangkup wajah Esa dengan kedua tangannya. "Esa dengarkan mama, mulai sekarang kau anak yatim. Ayahmu baru saja mati. " Air mata kembali mengalir dari kedua sisi wajah Esa begitupun Anna.

Sedangkan ketiga orang yang berada di ruangan itu masih terlihat syok dan tidak mampu mengucapkan satu patah katapun.

"JOANNA! " Teriak Edwin yang baru saja masuk kedalam ruangan. Melihat Esa dan Anna terluka, Edwin mendesis tajam kearah Wenda dan juga Dareen. "Kalian benar-benar sampah. Akan aku pastikan kalian membalas semua perbuatan kalian terhadap sepupuku dan juga anaknya. " Setelah itu Edwin membawa Anna dan Esa untuk pergi dari sana.

*

*

*

- T B C -

With Love : Nhana

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status