Bel sekolah berbunyi berulang kali menggelegar di setiap sudut ruangan kelas. Pertanda bahwa waktu belajar telah usai dan saatnya untuk segera berkemas pulang ke rumah masing-masing. Di dalam kelasnya kini, Lisa, Jenni dan juga Rose sedang membereskan buku-buku dan alat-alat menulis lainnya yang nampak sangat berantarakan di meja mereka masing-masing. Guru yang mengajar dijam terakhir pun pamit dengan para siswa lalu bergegas keluar dari ruang kelas XI IPA-3. Melihat guru telah keluar, Lisa dan teman-temannya pun segera memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan bergegas keluar dari sana. Situasi yang sudah sejak tadi ia impi-impikan.
Hari ini ketiga sejoli itu memiliki agenda untuk nongkrong di salah satu cafe tempat yang biasa mereka singgahi sebelum kembali ke rumah masing-masing. Salah satu ritual yang kerap kali mereka lakukan sebelum akhirnya sibuk dengan ujian maupun tugas-tugas sekolah. Tentu saja di tempat tersebut mereka menghabiskan dengan canda dan tawa bahagia.
Ketiganya telah sampai di depan salah satu cafe internet yang dekat dengan perpustakaan umum. Berhubung karena hari ini adalah hari sabtu sehingga cafe itu cukup ramai dikunjungi orang. Ketika masuk ke dalam cafe, hanya tersisa satu kursi yang belum terisi dan kursi tersebut berada pada ujung kanan pojok yang dekat dengan bagian dapur. Selain tak ada pilihan lain terpaksa mereka mengambil tempat duduk tersebut.
Saat telah tiba di tempat duduknya, Lisa segera memanggil pelayan dan segera memesan makanan beserta minumnya. Setelah memesan minuman dan makanan mereka pun duduk dan meletakkan tas masing-masing di dekat kursi tempat duduk mereka.
“Hari ini padat banget yah, sumpek gue,” keluh Jenni seraya mejatuhkan badannya di kursi.
“Iya nih. Banyak warga asing yang nongol,” jawab Lisa.
“Ya banyak lah, orang hari ini hari sabtu. Banyak makhluk-mahkluk kasmaran yang gentayangan,” lanjut Rose.
“Sumpah yah hari ini gue kesal banget, dasar bajingan-bajingan sialan. Berani-beraninya mereka menilai orang seenak jidat. Dasar berandalan itu...” belum sempat Jenni melanjutkan ucapannya, Lisa langsung mengeluarkan beberapa gantungan tas yang lucu-lucu sehingga membuat fokus Jenni beralih pada gantungan tersebut.
“Tadaaa,” ucap Lisa sambil meletakkan gantungannya di meja.
“Astaga lucu banget, mirip gue Lis, emmm cuuukaaa!” ucap Jenni dengan manja sambil memeluk Lisa karena bahagia dengan hadiah gantungan yang diberikan kepadanya.
“Apa ini Lis,” sambung Rose penasaran.
Belum sempat Lisa menjawab pertanyaan Rose, Jenni pun langsung bereaksi mengambil semua gantungan yang terletak di meja. “Kalian kok menggemaskan sekali sihh, gue harus ambil yang mana nih.”
“Gue beli buat kita bertiga, biar samaan lagi. Cantik kan ?”
“Seriusan Lis buat gue ?”
“Nggak jadi deh, buat Rose sama gue aja. Yang satunya gue mau kasi ke mba yang anter makanan aja,” ucap Lisa sengaja menggoda Jenni agar bertambah jengkel.
Dengan semangat Rose meraih gantungan tas yang sedang di pegang Jenni. “Gue mau yang ini Lis,”
“Aaahhh Lisssa lo jahat banget sih, kok gue nggak dikasi beneran. Ah nggak asyik banget lo.”
“Hahahaha, nih buat lo nyonya bawel,” sambil menyodorkan satu gantungan ke Jenni.
Sambil melirik gantungan yang diambil Rose, Jenni pun segera mengambil gantungan yang diberikannya itu. “Gue suka yang ini kok. Makasih yah Lisa sayang”
“Oh iya Lis kemarin gue abis beli lipstik baru, soalnya lipstik yang lo kasi ke gue tempo hari udah habis. Sumpah gue suka banget sama warna lipstik ini. Makasih banget lo buat hadiahnya tempo hari, gue jadi ada rekomendasi lipstik yang bagus untuk gue pake sehari-hari,” ucap Rose sambil mengeluarkan lipstik yang disimpannya di dalam tas milikinya.
Mendengar hal itu membuat Lisa tersenyum riang kepada Rose, namun tiba-tiba terhenti ketika mengingat pembicaraan teman kelasnya tadi di toilet. Lisa pun memperhatikan barang-barang yang terletak di meja. Ada beberapa barang mereka yang mirip karena memang ia sengaja membelinya agar bisa samaan dengan ketiga temannya itu.
“Lipstik itu benar-benar lagi populer sih, kakak gue aja yang udah kuliah malah pake lipstik merek yang kayak gitu. Tapi memang bagus sih menurut gue soalnya bisa membuat wajah jadi cerah gitu kalau abis pake lipstik. Kakak gue juga ngomong kalau lipstik itu susah banget didapatnya karena selalu habis terjual. So thanks banget yah Lisa sayang udah beliin gue sama Rose lipstik itu. Jadi makin sayang deh.”
“Jadi lo masih pake lipstik ini juga Jen?” tanya Rose.
“Yoi dong kan rekomendasinya Lisa juga” jawab Jenni sambil menunjuk menggunakan dagunya ke arah Lisa.
“Bagus bukan ?” sambung Lisa.
Keduanya pun menganggukkan kepala tanda setuju dengan ucapan Lisa. “Mungkin ada bagusnya kita bertiga nanti daftar kuliah bareng aja biar bisa kuliah sama-sama, gimana?” ucap Jenni dengan sangat antusias.
“Iya, mari kuliah bareng aja yah nanti,” jawab Rose dengan penuh semangat.
“Eh tapi bagaimana bisa lo ngomong kayak gitu, gue nggak percaya kalau seorang siswa berprestasi barusan ngomong ke gue tentang hal-hal tak senonoh kayak yang gue dengar tadi,” jawab Jenni sambil memperagakan cara bicara pak Edo yang sangar.
Lisa hanya tersenyum mendengar lelucon Jenni yang kerap kali membuat ricuh diantara ketiganya.
“Bukannya lo mau jadi perenang profesional Jen? Pokoknya kalau umur kita 20 tahun nanti kita bakal jadi teman sekamar dan kuliah bareng di universitas ternama. Keren kan ?” ucap Rose sambil tersenyum seolah meyakinkan kedua temannya.
Mendengar hal itu tiba-tiba ekspresi wajah Jenni berubah menjadi murung. “Entahlah, gue nggak yakin Rose. Gue nggak tahu gimana nanti kedepannya. Gue nggak tahu apakah ibu gue bakal ngizinin buat masuk kuliah dan ngambil jurusan olahraga biar gue bisa mewujudkan cita-cita gue ataupun menjadi teman sekamar dengan kalian. Gue benar-benar nggak yakin soal itu. Oh iya, besok ada konseling lagi bukan. Gue benar-benar pusing dengan itu. Ahhh beranjak dewasa ternyata serumit ini.”
“Setidaknya, lo punya cita-cita Jen!” jawab Rose menyemangati.
Mendengar hal itu membuat Lisa yang tadinya tunduk langsung menoleh ke arah Rose, dirinya seolah menemukan harapan baru.
“Apa bedanya coba, bagaimanapun tingginya cita-cita gue tetap aja gue nggak bisa melakukan apapun itu.” Jawab Jenni putus asa.
“Menurut lo lebih buruk mana, nggak melakukan apa yang lo mau atau lo mau melakukan sesuatu yang tidak bisa lo lakukan sama sekali?”
Mendengar pertanyaan Lisa yang tiba-tiba seserius itu membuat Jenni dan Rose terdiam dan seolah berpikir akan jawaban dari pertanyaan tersebut.
“Bukannya itu sama aja Lis,” jawab Jenni memecah keheningan. “Apa ada sesuatu yang ingin lo lakuin Lis?” lanjutnya lagi.
“Emm nggak kok.”
***
Suara riuh kantin menjelajahi setiap sudut-sudut ruangan. Segerombolan pemuda pemudi nampak sibuk berbincang sambil meneguk minumannya serta memakan makanan yang sudah tersedia di depan meja masing-masing. Jam istrahat memang sudah berlangsung sejak 10 menit yang lalu. Tidak kalah dengan kawanan yang anak lainnya, kini Lisa dan gengnya pun sudah duduk santai di tengah-tengah kursi makan yang ada di kantin itu. Makanan mereka sudah nampak habis tak bersisa. Hanya beberapa sampah saja serta piring kotor yang tergeletak sembarangan di sisi meja panjang itu. Setelah menikmati makan siangnya di kantin sekolah, Jimmy, Vie, Rey, Jenni, Rose beserta Lisa langsung beranjak pergi meninggalkan tempat itu. di tengah terik mentari yang membakar kulit, mereka akhirnya memutuskan untuk duduk-duduk santai di sekitaran lapangan basket sekolah. Selain tempat di sana lumayan teduh, mereka pun masih enggan untuk kembali ke kelas masing-masing. Sebab jika berada di dalam kelas yang akan mereka rasakan ha
Banyak hal di dunia ini yang terkadang ingin diceritakan kepada orang lain namun tertahan oleh ketidaksanggupan bibir untuk mengucapkannya. Karena terkadang bahkan kebanyakan mereka tidak mengerti ketika kita mengatakan “Aku ingin”. Dan hal itu membuat orang yang merasakannya menjadi cemas dan berujung pada kata percuma yang selalu lebih mampu menemukan kata-kata untuk mereka kenakan. Bagi yang setengah-tengah atau yang berada di tengah-tengah, keinginan hanya menjadi jembatan yang seolah-olah ada. Sedangkan banyak hal yang terengah-engah, tidak mampu menyeberang keluar ke ujung lidahnya hingga terpaksa menjadi rahasia dan itu justru membuatnya merasa bersalah. Hari ini adalah jadwal konseling untuk siswa kelas XI IPA-3. Seperti biasa, siswa menunggu giliran untuk di panggil ke ruangan yang cukup menegangkan itu. Dan justru banyak siswa yang menghindar agar tidak masuk ke ruangan konseling atau biasa disebut oleh sebagian siswa sebagai ruang kandang macan. Alih-alih menghindar, tetapp
Banyak hal di dunia ini yang terkadang ingin diceritakan kepada orang lain namun tertahan oleh ketidaksanggupan bibir untuk mengucapkannya. Karena terkadang bahkan kebanyakan mereka tidak mengerti ketika kita mengatakan “Aku ingin”. Dan hal itu membuat orang yang merasakannya menjadi cemas dan berujung pada kata percuma yang selalu lebih mampu menemukan kata-kata untuk mereka kenakan. Bagi yang setengah-tengah atau yang berada di tengah-tengah, keinginan hanya menjadi jembatan yang seolah-olah ada. Sedangkan banyak hal yang terengah-engah, tidak mampu menyeberang keluar ke ujung lidahnya hingga terpaksa menjadi rahasia dan itu justru membuatnya merasa bersalah. Hari ini adalah jadwal konseling untuk siswa kelas XI IPA-3. Seperti biasa, siswa menunggu giliran untuk di panggil ke ruangan yang cukup menegangkan itu. Dan justru banyak siswa yang menghindar agar tidak masuk ke ruangan konseling atau biasa disebut oleh sebagian siswa sebagai ruang kandang macan. Alih-alih menghindar, tetapp
Pagi ini Lisa lagi lagi harus berangkat lebih awal karena harus mengikuti jadwal ayahnya yang sedang ada meeting lebih awal dengan kliennya hari ini. Sesampainya di kelas ternyata Jenni dan juga Rose belum juga datang. Dan untuk menghilangkan rasa bosannya, Lisa akhirnya memutuskan untuk berdiri di depan kelasnya sambil melihat-lihat siswa yang lalu lalang di lapagan. Di ambilnya handphone miliknya yang di simpan di saku bajunya. Setelahnya, Lisa membuka laman instagramnya dan memeriksa pemberitahuan yang masuk. Ternyata ada begitu banyak like dari foto yang diunggahnya semalam. “Yaaa kita ketemu lagi,” ucap Jimmy sambil menghampiri Lisa yang sedang sibuk dengan handphonenya. Mendengar hal itu, Lisa pun menghentikan aktifitasnya di i*******m dan beralih melihat ke arah Jimmy. “Sudah gue bilang kan Lis kalau kita itu benar-benar jodoh,” ucapnya lagi sambil memamerkan deretan gigi putihnya. “Jodoh apaan coba Jim, maksud lo apaan sih ? bukannya emang tiap hari lo lewat kelas gue sebelum
“Nggak banyak sih. Hanya apa yang akan gue lakukan dan jurusan apa yang bakal gue ambil nanti di universitas. Hanya hal-hal biasa kayak gitu kok.” “Terus? Lo mau jadi apa kedepannya Lis?” “Ha ? Gue ? Lo kan tahu sendiri sebenarnya...” Belum sempat Lisa melanjutkan jawabannya tiba-tiba Rose berteriak memanggilnya. “Liss, Liss, Lisa. Sumpah gue capek banget lari buat ngejar lo.” Ucap Rose sambil mengatur nafasnya yang tak beraturan karena kelelahan berlari. “Lihat nih si calon mahasiswa jurusan seni. Yang selalu menonjol seperti biasanya.” ucap Jimmy sambil melihat ke arah Rose yang sedang ngos-ngosan. “Hei, lo itu harus hati-hati yah dengan ucapan lo. Siswa yang lainnya nanti ada yang nggak suka atau bisa saja tersinggung,” jawab Rose masih dengan napas yang tidak beraturan. “Lo berdua mau kemana ?” tanya Lisa. “Seperti biasa gue mau ke tempat les, dan rencananya sih gue mau mampir ke tempat les seni sekalian lihat-lihat dulu kalau oke gue mau ambil kelas seni buat persiapan mas
Seperti linglung seolah berjalan tanpa arah. Orang-orang datang lalu pergi dengan mudahnya seperti permisi ke jamban saja. Menciptakan rasa cemas sekaligus takjub. Hidup dalam segala pengharapan benar-benar bagaikan menggali lubang kubur sendiri. Tak ada yang sungguh setia selain kesedihan. Meski dia menyakitkan namun tidak seperti kesenangan yang kerap kali datang lalu tiba-tiba hilang tanpa pamit. Hari yang cukup panjang untuk sebuah hubungan yang akhirnya berakhir di tengah jalan. Lagi dan lagi sungguh tak ada yang benar-benar abadi di dunia ini. Segalanya selalu saja berputar pada rotasinya, menunggu giliran untuk akhirnya di tinggalkan ataupun meninggalkan. Jenni yang baru saja diputuskan oleh kekasihnya atau lebih tepatnya diselingkuhi oleh kekasihnya hari ini masih saja merenungi nasibnya yang sedikit sial itu. Masih pagi-pagi sekali, tapi wajahnya sudah sangat tampak suram karena terlalu banyak menangis sehingga menjadikan matanya bengkak dan memerah. Melihat keadaan Jenni, t
“Tuh kan gue lagi, gue lagi.” Rey pun mulai mengatur posisi yang menurutnya bagus. Di ikuti teman-temannya yang lain serta Jenni yang sedang sibuk mengatur angel yang menurutnya cantik. “Satu, dua, Tiga cekret cekret cekret” “Lagi dong” pinta Jenni dengan wajah manjanya. “Satu dua tiga.” “Eh udah, kayaknya udah cukup deh. Capek juga yah padahal kan hanya berfose doang,” ucap Lisa. “Gue lihat hasilnya dong Rey.” “Tunggu Rose, ini juga gue mau lihat dulu.” “Wah yang ini lucu nih,” ucap Jenni. “Yang ini juga,” sambung Rose. “Gue yakin sih tanpa lihat fotonya pasti hasilnya bakalan lucu karena ada gue di situ” ucap Jimmy kepedean. “Idih najiss,” ejek Jenni. Jenni menzoom foto tersebut dan alhasil mendapati muka Lisa yang sedang bergaya lucu. Dengan mata yang membelalak lengkap dengan bibir yang disengaja dimonyongkan. Melihat hal itu, Jenni langsung tertawa terbahak-bahak. Ia sungguh tidak sanggup melihat wajah memalukan Lisa itu. “Liat deh ekspresinya Lisa di foto. Sumpah gue
“Ahhhh sumpah gue senang banget pake ngeeet ngeeet deh pokoknya. Tuh cowok ganteng abis, gila sih. Kayaknya Tuhan lagi ngirim dia buat gue deh,” ucap Jenni sambil memegang kedua pipinya dan membayangkan lelaki yang dilihatnya tadi. Rey yang tadinya sibuk dengan gamenya langsung melongo kaget melihat perubahan suasana hati Jenni. Setelah membeli eskrim bersama Lisa dan Rose ia terlihat begitu bahagia. “Apa yang terjadi, teman lo ini enggak kesurupan kan di dalam sana ? kali aja hantu centil yang nyangkut di toko malah hinggap di tubuh Jenni,” ucap Rey kebingungan. Lisa dan Rose hanya tersenyum menyaksikan kehebohan Jenni serta kebingungan Rey. Keduanya terus saja menyantap es krimnya tanpa sedikit pun memberikan penjelasan kepada temannya. “Rey lo tahu jungkook ?” tanya Jenni dengan wajah berseri. “Enggak, emang itu apaan. Makanan model baru yah ?” “Whattt apa lo bilang ? makanan ? bisa-bisanya lo sama-samain jungkook sama makanan. Lo kira apaan. Makanya update dong, jangan game