Share

I'm Yours

Rani masih berbaring di ranjang king size miliknya.


Sedangkan Cahaya yang selalu ada untuk putrinya ini, tak pernah meninggalkan kamar anak gadisnya sedetikpun.

Bahkan, Jihan selalu setia mengingatkan asisten rumah tangga untuk memberikan makanan dan obat wanita yang kini wajahnya tampak begitu lelah demi menjaga buah cintanya.


"Andaikan Sanjaya masih hidup, mungkin kekuatanku akan bertambah." gumamnya yang tanpa sadar, ada sepasang mata sedang memperhatikannya.


Jamie berdiri di dekat pintu besar kamar tidur Rani. Ia memandang wanita yang sangat di kasihinya ini dengan tatapan iba.

"Rani butuh ketenangan hati, sembari menanti kabar dari rumah sakit Sri Lanka, jangan biarkan ia merasakan traumanya lagi. Jika ia sudah bisa lengah dari traumanya, maka hatinya akan lebih tenang," Jamie teringat ucapan dokter Firdaus via telepon kemarin

"Jamie?" Cahaya melihat pria tinggi dengan sedikit jambang di wajahnya sedang menatap gadisnya yang masih terbaring lemah

Ia mendekati Jamie dan menanyakan tentang orang tua Jamie.

Dengan kecewa, Jamie mengatakan bahwa orang tua nya tidak ada yang dapat menghadiri pernikahannya, termasuk kakak sulungnya.


"Namun, apapun yang terjadi, aku akan tetap melaksanakan ijab qabul untuk menikahi Rani. Aku akan merawatnya hingga ia bisa merasakan jatuh cinta kepadaku," ucap Jamie pasti. Ia sudah tidak tahan untuk membiarkan masalah ini berlarut.


Cahaya tidak bisa menahan buliran bening yang menggenang di pelupuk matanya.

Ia biarkan air matanya jatuh bagai aliran sungai yang tak ada habisnya.

Tak henti - hentinya ia ucapkan syukur dan terima kasih kepada Jamie yang bersedia menikahi putrinya. Mencintai putrinya tanpa syarat, bahkan siap melindungi putri kecilnya yang sudah tumbuh dewasa.


***


Ijab Qabul di lakukan secara sederhana nan sakral. Hanya dihadiri oleh Cahaya, Jihan, Arka, kedua orang tua Jihan dan beberapa saksi, juga wali nikah yang di tunjuk untuk menggantikan Sanjaya.


Hanya dengan satu tarikan nafas, Jamie sah menjadi suami Rani, baik dalam agama maupun negara.


"Mulai hari ini, Mama jangan khawatir. Mama dan Rani, sudah menjadi tanggung jawab saya." Ucap Jamie setelah mencium punggung tangan wanita sepuh yang kini telah resmi menjadi mertuanya

"Mama sangat mempercayai mu, nak. Itulah kenpa mama memberikan restu agar kau menikahi Rani, walau dalam keadaan seperti ini," jawab Cahaya diiringi linangan air mata

"Percayalah, tidak lama lagi, gaun pengantin yang di rancang oleh suami anda, akan segera di pakai oleh istri saya," ucap Jamie dengan senyum terukir di wajah tampannya.


Cahaya, Jamie dan yang lain sudah kompak untuk merahasiakan pernikahan ini.


Dokter Firdaus memberikan ide, bahwa ia akan memperkenalkan Rani kepada Jamie yang di kenalkan sebagai seorang pasien tuna wicara, yang juga membutuhkan teman seperti Rani.


Sayangnya, pasien satu ini sering kali di bully dan tak jarang untuk melakukan percobaan bunuh diri.


Jamie rela bersandiwara menjadi pria bisu, asalkan ia bisa bersama dan dekat dengan Rani.


Ia berlatih bahasa isyarat bersama sahabat dokter Firdaus, agar ia bisa berbicara dengan Rani walau dalam keadaan sama - sama cacat.


Hingga tak terasa, sudah satu minggu pasca ijab qabul dan Jamie berlatih bahasa isyarat, akhirnya ia di kenalkan dengan Rani sebagai pria bisu bernama Yusuf.


"Dokter, bagai mana saya bisa berbicara dengan pria bisu? Bukankah biasanya mereka tuli?" tanya Rani sedikit bingung

"Tenang, nak Rani. Ia memang bisu, tapi alat bantu dengar selalu terpasang di telinganya. Anda bisa bicara seprti biasa, dan Ja ... maaf, maksud saya Yusuf, ia akan berbagi cerita bersama mu. Maaf jika nak Rani tersinggung, tapi ada baiknya kalian menjadi teman, setidaknya bisa saling bertukar fikiran," jelas dokter Firdaus

Rani kemudian langsung mengukurkan tangan kepada Yusuf alias Jamie untuk berkenalan. Dengan cepat, pria dengan mata biru itu menyambut tangan Rani

"Hai, aku Rani!" ucap Rani memperkenalkan diri

Jamie menuliskan huruf demi huruf ejaan namanya di pergelangan tangan kanan Rani.


Ada desiran aneh di tubuh Rani yang hampir tidak pernah di sentuh oleh pria asing manapun kecuali dokter.

Dan, fikirannya tiba - tiba menuju seseorang yang tidak asing aromanya.


"Mohammed Yusuf? Nama yang bagus. Pasti wajah anda setampan nabi Yusuf," ujar Rani yang mencoba untuk bersahabat dengan pria asing di hadapannya saat ini.


Mama Rani dan Jihan saling pandang, mereka tidak percaya Rani bisa menjadi seramah ini.

Namun, mereka tetap mewanti - wanti agar Rani tidak mengetahui, bahwa pria yang ada di hadapannya saat ini adalah Jamie, pria yang dengan gentle-nya langsung meminang Rani, walau dalam keadaan seperti saat ini.


Jamie tersenyum melihat barisan gigi Rani yang tampak berjajar rapi.


Rani bercerita banyak hal tentang dirinya setelah kecelakaan maut itu terjadi.


Sejak saat itu, ia jadi lebih taat beragama, lebih sering mendengarkan ceramah agama, baik melalui media TV ataupun Youtube.


Jamie hanya menatap istrinya dengan tanpa sedikitpun berniat untuk berpaling.

Jantungnya berdetak hebat.

Ini adalah kali pertama ia menatap Rani dari jarak dekat, tanpa harus diam - diam dan takut akan kemarahan Rani.


Telinganya tak mendengarkan suara Rani sedikitpun. Saat ini, telinga Jamie benar - benar seperti orang tuli. Bibirnya bak terkunci melihat wajah istrinya dari jarak dekat. Ia hanya fokus kepada makhluk ciptaan Tuhan yang begitu sempurna di hadapannya ini.


Walau tanpa sedikitpun polesan makeup, Rani tetap terlihat anggun. Bahkan, wajah keibuannya tampak begitu terpancar.


"Rani, andai kau juga dapat membalas cintaku ini, saat ini juga, aku akan memelukmu, tanpa memberikan jeda sedikitpun untuk kau pergi dari diriku," gumamnya dalam hati, dengan mata yang tetap tertuju pada satu orang saja, Rani.


"Yusuf? Masih di sana?" tanya Rani bingung.

Sebab, sejak pertama di kenalkan oleh dokter Firdaus, Rani belum pernah mendengarkan suara pria yang diakui bernama Yusuf tersebut. Bahkan, suara 'deham' nya pun, Rani tak mendengar.


Sedikitnya, ia merasa curiga. Namun, dengan gesit Jamie menjawab dengan suara 'hmm' tanda ia masih berada setengah meter di hadapan Rani yang kini duduk di bangku taman.


Rani tak asing dengan suara itu.

Namun, ia tepis apa yang ada di fikirannya saat ini.


Karena, ia takut pria yang ada di hadapannya saat ini benar - benar korban bullyan.


"Jujur, aku adalah orang yang sulit percaya pada siapapun. Bahkan, semua orang menganggap aku adalah wanita angkuh, yang mungkin sebagian dari mereka hanya bersandiwara di depanku. Tapi, aku sangat sensitif mendengar kata bunuh diri. Entahlah," terang Rani.


Satu lagi, Jamie menemukan sisi kesempurnaan dalam diri Rani. Ia tahu betul, wanita pujaannya ini adalah wanita yang sangat lembut dan baik hati.


Seketika, Jamie berdiri mendekati wanita mungil yang saat ini menggunakan dress berwarna pink, menambah kesempurnaan bagi kulitnya yang sangat putih nan bening.


Ia dekatkan tubuhnya ke arah istrinya yang sedang tersenyum tanpa melihat ke arahnya.


Ia angkat wajah mulus wanita itu untuk berdiri menghadap dirinya.


Ia tatap wanitanya lekat - lekat, ia usap bibir merah merona milik Rani yang belum pernah di sentuh oleh siapapun.


Ia dekatkan pipinya yang penuh jambang halus ke pipi wanita yang saat ini merasa geli merasakan gesekan halus yang ia berikan.


"Be mine," bisik Jamie dengan hembusan nafas hangat, yang berhembus di balik telinga Rani dan membuat wanita itu bergeliat, hingga memejamkan matanya begitu rapat.


Jamie mendekatkan bibirnya ke arah bibir Rani, dan jarak penghalang hanyalah angin yang kini berhembus di antara dua insan yang kini sudah sah menjadi suami istri.


Bersambung ...


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status