Share

Bangkitnya Sang Tuan Muda
Bangkitnya Sang Tuan Muda
Penulis: Queen Mikayla

Episode 01

PLAK!

Tamparan keras sampai bulak-balik mengenai wajahnya Ethan Jonathan Make.

"Apa-apan ini, Ethan! Kamu sudah membuat perusahaan mengalami kerugian besar!" bentak Tuan Louis, sambil menunjukkan dokumen-dokumen yang tersebar di atas meja. Tampak jelas kesalahan yang telah dilakukan oleh putra semata wayangnya dalam mengelola bisnis keluarga.

Ethan yang memang tidak ingin menjadi seorang pengusaha menatap papanya dengan sorot mata yang tajam.

BRAK!

Ethan memukul meja dengan sangat kasar, kedua tangannya mengepal bahkan nafasnya sudah memburu.

"Sudah aku katakan! Aku tidak mau menjadi pengusaha seperti Papa. Aku ingin menjadi musisi!" teriak Ethan dengan lantang.

Tuan Louis menghela nafas panjang, "Ethan, kita sudah membahas ini berkali-kali. Bisnis ini warisan keluarga, kamu harus melanjutkannya. Lagipula, kamu pikir dunia musik itu mudah? Hanya dengan menjadi musisi, kamu bisa mencukupi kebutuhan hidup?" bentak Tuan.

"Aku percaya pada bakatku, Papa! Dan aku tidak ingin menghabiskan hidupku menjadi pengusaha yang tidak bahagia!" jawab Ethan dengan cepat.

Tuan Louis berusaha menahan amarahnya, memang bukan sekali ini saja Ethan melakukan kesalahan. Namun, kesalahan yang dilakukan Ethan sekarang sangatlah patal.

"Lihat apa yang sudah terjadi! Karena kamu tidak fokus pada bisnis, kita harus menanggung kerugian besar ini!" ucapnya keras sampai rahangnya mengeras.

Ethan menatap papanya dengan tajam, "Ini terjadi karena Papa memaksa aku menjadi sesuatu yang tidak aku inginkan! Aku sudah berusaha, tapi aku tidak bisa melakukannya!" teriak Ethan tak mau kalah.

Kedua lelaki beda generasi itu saling menatap dengan tatapan tajam, keduanya terlibat dalam pertengkaran yang semakin memanas. Tuan Louis merasa putus asa karena putranya itu tidak mau mengikuti jejaknya, sedangkan Ethan merasa terkekang oleh harapan dan tekanan dari sang ayah. Sebab, Ethan anak satu-satunya dari keluarga Enderson.

Di luar ruangan, sang ibu, Nyonya Alice, menghela nafas mendengar pertengkaran tersebut. Ia merasa tak berdaya, tidak mampu menghentikan pertengkaran antara suami dan anaknya yang sudah berlangsung lama ini.

"Aku tidak bisa menjadi seperti Papa! Aku akan mengejar mimpiku menjadi musisi, dan aku tidak akan menyesal!" teriak Ethan, emosinya sudah mulai meledak.

"Ya sudah! Kalau kamu keras kepala. Pergi kamu di rumah ini, dan kejar mimpi sampahmu itu," ucap Tuan Louis tegas.

"Baik! Ethan akan pergi dari rumah ini! Aku akan buktikan, kalau Ethan bisa mengejar mimpi Ethan menjadi seorang musisi meskipun tanpa bantuan papa!" ucap Ethan begitu yakin dengan ucapannya tersebut.

"Silahkan! Buktikan ucapanmu itu, Ethan. Dan namamu, akan papa coret dari daftar keluarga!" ugap Tuan Louis saking kesalnya menghadapi putranya itu.

Nyonya Alice geleng-geleng kepala, wanita itu tidak setuju jika Ethan Jonathan Make—putra satu-satunya harus pegi dari rumah ini, apalagi sampai di coret dari daftar keluarga.

"Jangan pergi, Ethan! Mama tidak mau kamu sampai pergi. Kamu anak satu-satunya Mama dan Papa. Tetaplah tinggal di sini ya. Jadilah anak penurut. Jika bukan kamu yang meneruskan bisnis perusahaan keluarga kita, siapa lagi?" ucap Nyonya Alice, wanita itu memegang pergelangan tangan Ethan.

Perlahan, Ethan melepaskan tangan Mamanya. "Maaf, Ma! Ethan harus pergi. Aku tidak bisa terus-terusan dikekang seperti ini. Maafkan, Ethan!"

Tuan Louis mengambil dompet serta kunci mobil milik Ethan. Barang-barang berharga milik Ethan, ia rampas.

"Kalau kau ingin pergi dari rumah ini, pergilah! Tapi jangan membawa fasilitas yang biasa kamu nikmati. Pergilah tanpa membawa uang sepeserpun!" ucap Tuan Lois tegas.

Tuan Louis hanya menyerahkan kartu Identitas saja. Ethan mengangguk, kemudian bergegas ke lantai atas menuju ke kamarnya hanya untuk mengambil pakaiannya.

"Louis, aku mohon. Jangan usir Ethan. Dia adalah satu-satunya harapan kita. Kamu harus bisa bujuk dia," ucap Nyonya Alice memohon.

"Tidak, Alice! Itu sudah keputusan dia. Kita lihat saja nanti, sejauh mana dia bertahan hidup tanpa fasilitas mewah yang sering dia nikmati."

"Kamu benar-benar keterlaluan, Louis!" bentak Nyonya Alice.

Tak lama Ethan pun muncul, membawa sebuah ransel yang berisi beberapa pakaiannya.

Nyonya Alice menatap putranya dengan air mata menggenang di matanya. "Jangan pergi, Ethan!" pinta Nyonya Alice sambil mencoba menahan tangis. Ethan hanya menatap ibunya dengan wajah teguh, ia sudah mantap dengan keputusannya.

"Ethan, kamu yakin mau pergi? Kamu tahu betul hidup di luar sana tidak semudah yang kamu bayangkan," lanjut Nyonya Alice.

"Sudahlah Alice, biarkan dia pergi! Dia pasti akan kembali pulang, mana bisa hidup tanpa kekayaan kita," ucap Tuan Louis mengejek putranya tersebut.

Mendengar kata-kata papanya, Ethan merasa marah. Amarahnya memuncak, "Papa, dengar! Ethan tidak akan kembali sebelum aku bisa membuktikan bahwa aku bisa menjadi apa yang aku inginkan!" bentak Ethan, seraya mengepalkan kedua tangannya.

Tuan Louis tertawa mengejek, "Kita lihat saja nanti, Ethan. Kamu pasti akan sengsara dan menyesal. Percayalah, kamu tidak akan bertahan lama tanpa kekayaan yang biasa kamu nikmati!"

Ethan semakin marah, tetapi ia berusaha menahan emosinya. Ia tak ingin terlihat lemah di depan orangtuanya.

"Ethan, kasihanilah ibumu ini. Jangan pergi. Kita bisa bicarakan masalah ini, kamu bisa mewujudkan mimpi kamu sebagai musisi sambil mengelola bisnis," ucap Nyonya Alice membujuk sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

Ethan menatap ibunya, terlihat perasaan bersalah di matanya. Namun, tekadnya tetap bulat.

"Maaf, tapi Ethan akan tetap pergi dari rumah ini!" ucap Ethan dengan tegas.

Nyonya Alice pun mengangguk, ternyata sulit juga menahan putranya agar tidak pergi dari kediaman Anderson.

***

Gemerlap lampu yang tak pernah padam serta hiruk pikuk kendaraan dan orang-orang yang berlalu lalang, menciptakan suasana hidup yang dinamis. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, menunjukkan prestise dan kejayaan kota metropolitan ini. Di antara keramaian tersebut, Ethan berjalan kaki, menggendong tas ranselnya dan membawa gitar kesayangannya.

"Lihat saja! Akan aku buktikan, kalau aku bisa!" gumam Ethan penuh semangat.

Ethan melangkah di trotoar yang dipenuhi dengan pedagang kaki lima, pengamen, dan wisatawan yang berjalan tanpa tujuan. Di beberapa sudut, aroma makanan khas New York seperti hot dog dan pretzel menggoda indra penciuman membuat perut Ethan keroncongan.

Ethan meneguk salivanya, mengelus perutnya yang memang bener-bener terasa lapar. Namun, ia tidak bisa membeli makanan tersebut karena dirinya tidak memegang uang sepersen pun.

"Sebaiknya aku mengamen saja. Semangat, Ethan! Semangat ayo semangat!" Ethan terus menyemangati dirinya sendiri.

Dalam perjalanan mencari tempat yang tepat untuk mengamen, Ethan melewati taman-taman yang menjadi oasis hijau di tengah beton dan aspal. Anak-anak bermain di taman, sementara orang dewasa menikmati waktu santai di bangku-bangku yang tersebar di sekitar area hijau tersebut.

Setelah berjalan cukup jauh, Ethan tiba di sebuah sudut jalan yang cukup ramai, di mana dia memutuskan untuk mengeluarkan gitar kesayangannya dan mulai mengamen. Suara gitar dan nyanyian Ethan terdengar merdu di tengah kebisingan kota, menarik perhatian pejalan kaki yang melintas. Beberapa orang bahkan berhenti sejenak, menyaksikan pertunjukan jalanan yang ditawarkan oleh Ethan, lalu melanjutkan perjalanan mereka sambil meninggalkan sejumlah uang di kotak yang telah disediakan oleh Ethan.

"Wah, uangnya lumayan juga ternyata," ucap Ethan saat dirinya melihat uang hasil mengamen. Ia tersenyum bangga, ini perdana baginya bisa mendapatkan uang hasil jerih payahnya sendiri.

"Sepertinya aku tinggal di Kota Manhattan saja. Tapi, aku harus mengumpulkan uang banyak dulu," gumamnya kemudian.

Ya, Ethan memutuskan untuk tinggal di kota tersebut. Menurutnya akan lebih aman di sana, Ethan juga ingin memulai kehidupan baru. Akan ia buktikan kalau dirinya bisa menjadi apa yang dia inginkan meskipun tanpa dukungan mama dan papanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status