"Anda tidak boleh berlaku kejam seperti ini, Yang Mulia!" seru Lady Cherrie tiba-tiba.
Dia mengenggam tangan Pangeran Seandock. Sorot matanya tampak memelas. Sementara Lady Neenash yang ucapannya terpotong hanya menghela napas, sudah muak dengan sandiwara dramatis itu."Yang Mulia ... Anda dan Lady Neenash sudah bersama sejak lama. Saya tak ingin menjadi penyebab hancurnya hubungan kalian," gumam Lady Cherrie dengan mata berkaca-kaca.Ucapanya itu mengundang banyak pujian dari para tamu. Lady yang berhati amat lembut begitulah pandangan para bangsawan. Sebaliknya, mereka menatap sinis dan mengecam Lady Neenash.Pangeran Seandock tiba-tiba menatap tajam Lady Neenash. "Bersama sejak lama pun tidak menjamin kita benar-benar mengenal seseorang," sindirnya.Lady Cherrie menggeleng dengan dramatis. "Jangan begitu, Yang Mulia. Anda akan melukai perasaan Lady Neenash–"Lady Neenash berdeham. Suara manja Lady Cherrie yang membuatnya mual juga terhenti. Tamu undangan semakin melirik penuh kebencian.Namun, Lady Neenash tak peduli. Dia hanya ingin terlepas dari situasi menjemukan sekaligus menjijikkan ini."Anda tenang saja, Lady Cherrie. Saya tidak akan terluka. Saya juga selalu menghargai keputusan putra mahkota." Lady Neenash mengalihkan pandangan kepada Pangeran Seandock. "Jadi, saya tunggu surat resmi pemutusan pertunangan dari istana, Yang Mulia," tuturnya anggun.Aula seketika riuh. Para gadis bangsawan melotot sambil menutup mulut. Kebanyakan dari mereka menyayangkan keputusan Lady Neenash dan menuduhnya terlalu angkuh.Sementara itu, putra mahkota terpaku. Dua perasaan berperang dalam benaknya. Ada rasa bahagia karena berharap bisa bersatu dengan Lady Cherrie. Namun, perih yang aneh di sudut hati terasa mengganjal."Saya tunggu suratnya, Yang Mulia," tegas Lady Neenash lagi, membuyarkan lamunan sang putra mahkota.Pangeran Seandock merasa tersengat harga dirinya dan berkata ketus, "Ya, kau tunggu saja! Kau pasti akan menyesal!"Lady Neenash susah payah menahan tawa. Dia tak akan menyesal, justru merasakan kebahagiaan. Hubungan tanpa cinta yang menjemukan dengan putra mahkota akan berakhir.Lady Neenash juga tak perlu khawatir akan ada lamaran lain. Fitnah Lady Cherrie sudah menghancurkan reputasinya. Harapan untuk menjalin cinta bersama Pangeran Sallac pun semakin dekat dengan genggaman."Baiklah, Yang Mulia. Dan juga ... oleh karena kehadiran saya di sini sepertinya menganggu para tamu, saya pamit undur diri," pamit Lady Neenash sembari melakukan salam penghormatan.Dia juga berpamitan kepada Lady Cherrie, lalu melenggang meninggalkan aula diiringi tatapan sinis dan ejekan-ejekan yang mendengung samar.***Seminggu setelah insiden di pesta debutante, istana benar-benar mengirimkan surat resmi pemutusan pertunangan. Keluarga Esbuach bersuka cita. Namun, seminggu berikutnya lagi datang surat undangan pertunangan putra mahkota dengan Lady Cherrie.Keluarga Esbuach pun tak punya pilihan selain turut berhadir. Kini, mereka bagaikan terpidana yang harus menghadapi tatapan penuh cemooh tamu undangan upacara pertunangan. Kuil Suci Asteriella yang biasanya terasa damai menjadi menyesakkan."Aku ingin memenggal kepala orang," celetuk Sir Durio."Para penjilat itu memang perlu diberi pelajaran," timpal Marquess Arbeil."Jangan macam-macam, Yah, Kak. Aku akan membenci kalian jika bertindak sembarangan," ancam Lady Neenash.Akhirnya, ayah dan kakak Lady Neenash hanya bisa mengumpat dalam hati. Mereka tak akan sanggup jika harus dibenci si bungsu.Upacara pertunangan terus berlangsung. Keanehan terjadi saat pembacaan nyanyian sang dewi. Tubuh Lady Cherrie mendadak memancarkan cahaya. Aula Kuil pun menjadi riuh."Apa yang terjadi? Tubuh Lady Searaby bercahaya!""Ini keajaiban! Berkat dewi sudah turun!"Kepala kuil mengangkat tangan. Keriuhan tamu undangan seketika berganti hening. Mata mereka terpusat ke depan, tampak tak sabar menunggu penjelasan pemimpin kuil suci.Kepala kuil pun mulai berbicara, "Kita baru saja menyaksikan berkat dewi. Bertahun-tahun berlalu sejak kematian Saintess Harrieta. Akhirnya, Dewi Asteriella memilih kembali wakilnya. Sungguh berkat tak terkira, calon putri Mahkota kita adalah seorang saintess yang suci."Kepala kuil terus berorasi. Para tamu larut dalam haru biru, bahkan ada yang meneteskan air mata. Rasa syukur terucap dari bibir mereka karena putra mahkota lebih memilih Lady Cherrie dibandingkan Lady Neenash."Aneh sekali, mengapa Dewi Asteriella memilih gadis berhati busuk menjadi wakilnya?" bisik Lady Lily."Hati-hati bicara, Lily. Tiang gantungan bisa menunggumu jika terdengar orang lain," tegur Lady Rosie.Lady Neenash yang duduk di antara dua bersaudara Blossom itu mengelus dagu. Dia berpikiran sama dengan Lady Lily. Kebangkitan kekuatan suci Lady Cherrie terasa aneh.Saintess terakhir memang telah meninggal 15 tahun yang lalu. Namun, Lady Neenash pernah merasakan kekuatan suci sang saintess. Sewaktu kecil, dia sakit keras dan diobati wanita tua bersahaja tersebut.Seingat Lady Neenash, kekuatan suci saintess bukan hanya bercahaya dengan gemilang, tetapi juga hangat dan nyaman. Anehnya, dia tak merasakan hal itu dari pancaran cahaya Lady Cherrie."Kepada Yang Mulia Putra Mahkota dan Lady Searaby silakan untuk meminum anggur persembahan!" Seruan kepala kuil suci membuyarkan lamunan Lady Neenash.Dia mengalihkan pandangan ke depan. Rupanya, upacara pertunangan telah memasuki tahap akhir. Pangeran Seandock dan Lady Cherrie mengambil gelas anggur di nampan dan mereguknya hingga habis."Uhuk! Uhuk! Akhhh!"Lady Cherrie batuk hebat. Tubuhnya tampak lemas, hingga terduduk di lantai."Cherrie!" seru Pangeran Seandock panik.Dia langsung menghampiri sang calon istri dan memberikan pelukan. Lady Cherrie terus terbatuk, hingga memuntahkan darah. Gaun putihnya menjadi penuh noda merah.Kepala kuil langsung mendekat dan menggunakan kekuatan penyembuh. Kondisi Lady Cherrie perlahan membaik. Pangeran Seandock meminta pelayan Keluarga Searaby mengantarkan nona mereka ke kamar yang akan dijaga ketat.Setelah memastikan Lady Cherrie aman, Pangeran Seandock menatap tajam kepala kuil. "Jelaskan apa yang terjadi pada tunanganku!" titahnya."Lady Searaby keracunan, Yang Mulia. Saya juga merasakan ada pengaruh sihir hitam," jelas kepala kuil."Sialan! Siapa yang berani meracuni saintess!" umpat Pangeran Seandock.Aula kuil suci seketika menjadi hening. Berpuluh pasang mata menatap tajam ke arah Lady Neenash.***Pangeran Seandock menggeram. Dia mengepalkan tangan dan menggemeletukkan gigi. Mata elangnya menyorot tajam, seperti akan menerkam Lady Neenash. "Penjaga, tangkap seluruh anggota Keluarga Esbuach dan jebloskan ke penjara bawah tanah! Duke Reinnerd, siapkan pengadilan!" titah Pangeran Seandock. Duke Thalennant membungkukkan badan. "Siap dilaksanakan, Yang Mulia."Aula kuil suci menjadi riuh. Para tamu saling berbisik mencemooh Keluarga Esbuach. Sementara itu, beberapa kesatria bergerak maju dengan pedang terhunus. Marquess Arbeil dan Sir Durio tentu tak tinggal diam. Mereka melakukan perlawanan. Pertarungan pun tak terelakkan. Bunyi besi beradu memekakkan telinga. Wanita dan anak-anak menjerit panik. Kemampuan berpedang sang pahlawan perang tentu tak sebanding dengan kesatrian biasa. Para kesatria semakin kewalahan dan babak belur. Namun, Pangeran Seandock tiba-tiba mengangkat tangan kanan dan berseru, "Atas janji setia kepada keluarga kerajaan, Keluarga Esbuach tunduklah!"Cincin
Duar! Ledakan besar meninggalkan sisa-sisa jelaga, Panggung eksekusi kini tinggal puing-puing kehitaman berbau sangit. Para penonton berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri dan berteriak panik.Adapun Duke Thalennant terlempar sejauh 100 langkah, menubruk dinding bangunan sebuah bar. Lengan kanannya menderita luka bakar yang cukup parah. Dia menggeram, bersusah payah menggenggam kembali gagang padang dengan tangan kiri."Sial*n! Siapa yang lancang menganggu jalannya eksekusi?" teriaknya lantang."Aku! Aku yang melakukannya!" balas suara lantang dari balik asap akibat ledakan.Duke Thalennant memicingkan mata. Asap hitam perlahan tersapu angin. Tak lama kemudian, tampaklah Pangeran Sallac. Dia tengah melayang di udara sembari menggendong Lady Neenash yang tak sadarkan diri.Rakyat yang tadi berlarian semakin panik. Reputasi buruk Pangeran Sallac tentu sudah menjadi rahasia umum. Orang-orang bahkan percaya rumor kutukan bahwa seseorang yang berani bertatapan dengan Pangeran Sall
Lady Neenash menghela napas. Meskipun berat, dia telah mengambil keputusan. Bayangan kepala ayah dan kakaknya yang menggelinding di genangan darah menggoreskan luka dan mengobarkan api dendam."Ya, Sallac. Aku setuju," ucapnya penuh keyakinan.Persetan dengan harga diri. Terakhir kali, Lady Neenash menjunjung tinggi harga diri, dia malah menerima penghinaan yang semakin menjadi-jadi. Lagi pula, Pangeran Sallac adalah cinta pertama dan terakhirnya, seseorang yang selalu dimimpikannya menjadi suami."Berbaringlah lagi di ranjang dan pejamkan matamu. Ini tidak akan lama," perintah Pangeran Sallac.Lady Neenash mengangguk pelan. Dia mengatur napas sejenak, sebelum melangkah ke tempat tidur. Setelah membaringkan badan, Lady Neenash memejamkan mata dengan jantung berdetak kencang.Lady Neenash mengepalkan tangan saat mendengar langkah kaki Pangeran Sallac mendekat. Dia mencengkeram sprei ketika merasa lelaki itu telah naik ke tempat tidur. Detik-detik berlalu bagaikan belenggu yang menjerat
"Aha! Itu dia!" seru Pangeran Sallac girang.Dia menatap tabung kaca di tangannya. Senyuman semringah tersungging di bibir seksi yang kemerahan. Lady Neenash memalingkan wajah karena tak kuat menahan pesona lelaki pujaan hati."Bisa-bisanya kau memikirkan cinta-cintaan setelah melewati berbagai hal buruk, Neenash! Ayah dan kakakmu bahkan mati dengan keji dan kau bertingkah tak tahu malu, sial*n!" umpat Lady Neenash dalam hati.Setelah perasaannya lebih terkontrol, dia kembali menatap Pangeran Sallac. "Kau menemukan celah untuk kabur?" tanyanya.Pangeran Sallac mengedipkan mata. "Tentu saja, Neenash. Ini akan seru!"Dia menjentikkan jari dengan wajah riang. Bibirnya komat-kamit merapal mantra. Tabung kaca berisi air mata berpendar kemerahan, lalu menjadi menyilaukan. Lady Neenash refleks memejamkan mata. "Buka matamu, Neenash! Lihatlah apa yang bisa dilakukan pemilik menara sihir yang jenius ini," celetuk Pangeran Sallac.Lady Neenash membuka mata dengan perasaan sedikit dongkol. Saat
Pangeran Sallac berhasil melakukan teleportasi dengan jarak yang cukup jauh dari menara sihir. Kini, mereka tengah berada di tengah-tengah hutan tropis. Pangeran Sallac tersenyum bangga akan kemampuannya. Namun, Lady Neenash mendelik tajam dengan rambut berantakan. "Sallac! Sial*n! Beritahu dulu kalau ingin melakukan teleportasi!" umpatnya.Dia memegangi dada yang masih berdebar kencang. Teleportasi secara mendadak sangat tidak baik untung kesehatan jantungnya. Bukannya merasa bersalah, Pangeran Sallac malah menyeringai nakal."Berhentilah tersenyum menyebalkan seperti itu atau kurobek mulutmu!" ancam Lady Neenash."Lady Esbuach yang penuh tata krama kenapa jadi bar-bar seperti ini," goda Pangeran Sallac."Tata Krama sial*n itu pada akhirnya tidak berguna untuk menyelamatkan ayah dan kakakku," lirih Lady Neenash dengan tatapan sendu.Suasana mendadak suram. Lady Neenash mengepalkan tangan dan menggigit bibir. Pangeran Sallac merasa menyesal sudah bertingkah keterlaluan. Dia menepuk b
Pangeran Sallac menggeram. Dia melepaskan panah-panah api pada akar tanaman merambat. Sekali dua kali usahanya tak membuahkan hasil."Sial!"Tak peduli akan terlacak alat sihir, Pangeran Sallac menggunakan sihir api yang lebih kuat. Suara erangan yang mengerikan memekakkan telinga. Tanaman merambat itu benar-benar seperti makhluk hidup.Tanaman merambat terlihat gusar. Sulur-sulur berdurinya mencoba menghantam Pangeran Sallac. Namun, sang pangeran bukanlah tandingannya. Hanya satu serangan kuat, akar tanaman merambat hangus tak bersisa.Perlahan, sulur yang membelit tubuh Lady Neenash terlepas. Gadis itu hampir mengempas tanah. Beruntung, Pangeran Sallac cepat menangkapnya."Bertahanlah, Neenash," bisik Pangeran Sallac.Dia cepat mengeluarkan ramuan penyembuh luka dan meminumkannya ke mulut Lady Neenash. Ramuan tak bisa masuk karena Lady Neenash tengah pingsan. Pangeran Sallac terpaksa menggunakan sihir lagi agar cairan cokelat beraroma kuat itu bisa terdorong masuk ke kerongkongan."
Dua pendeta senior kini sudah berdiri di hadapan Pangeran Sallac. Mereka menatap lekat dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sorot mata penuh kecurigaan dan meremehkan menodong.Pangeran Sallac masih menunduk takzim. Dia mendadak menjadi taat dan berdoa dengan sungguh-sungguh agar tak dikenali sebagai penyusup. Meskipun dua pendeta senior itu masih bisa dihadapi, Pangeran Sallac tak ingin membuat keributan dan membuang waktu.Pendeta senior bertubuh gempal mengelus dagu dan bergumam, "Kamu bukan pendeta di kuil ini. Jangan-jangan kamu ....""Saya pendeta yang baru dipindahkan ke sini," sahut Pangeran Sallac cepat."Ada pendeta pindahan?" Pendeta senior kurus tinggi mengerutkan kening beberapa saat, lalu berseru, "ah! Apa kamu Louvi Galathea?""Iya, Senior. Saya Louvi Galathea. Salam kepada senior sekalian. Semoga karunia Dewi Asteriella memberkati kita semua," sapa Pangeran Sallac sesopan mungkin."Salam. Semoga karunia Dewi Asteriella memberkati kita semua," balas dua pendeta senior i
Srat! Trang!Pisau Pangeran Sallac menhantam piring perak. Tepat sebelum belati menusuk kulitnya, si pemuda berjubah cokelat meraih benda terdekat dan menangkis serangan. Kebetulan, piring perak itu terjatuh di sebelah kakinya."Tenanglah dulu, Pangeran! Saya tidak bermaksud jahat! Saya hanya ingin menolong!" seru si pemuda cepat.Pangeran Sallac jelas tidak mempercayainya. Dia sudah terlalu sering dikhianati. Dulu, ketika Istana Rubi masih memiliki pelayan dan kesatria penjaga, Ratu Olive sering kali memasukkan mata-mata dan pembunuh bayaran."Lady Esbuach terkena sihir hitam. Kekuatan suci saya bisa memurnikannya," bujuk si pemuda lagi."Aku tak perlu bantuanmu! Aku sudah memiliki air suci," sergah Pangeran Sallac sembari memamerkan air suci hasil curiannya.Si pemuda menunjukkan raut wajah iba. "Anda mendapatkannya dari kuil suci pinggir kota? Air suci itu tak akan berguna," tuturnya dengan nada prihatin.Pangeran Sallac masih tak percaya. Namun, dia mulai sedikit terpengaruh. Air