Danu benar-benar membuat Mita kelelahan di sepanjang sore itu. Andai ia diberi tugas sejak pagi, mungkin ia akan selesai sejak siang hari dan bahkan bisa sedikit meluruskan kaki dan tangan sebelum kedatangan kedua mertuanya. Tapi yang ada, Danu seperti sengaja memberi tahu semua istrinya itu di waktu yang sudah mepet. "Aku harap kamu tidak mengatakan apapun kalau belum aku perintahkan!" ancam Danu ketika ia tiba di rumah bersama kedua orang tuanya. Berbisik lelaki itulah berkata yang Mita tanggapi dengan tatapan tajam seolah tak peduli. Mita jelas tak mau lagi Danu setir setelah lelaki itu —menurutnya, bersikap plin plan. Waktu kemarin sudah ada yang berkoar akan berkata jujur dan mengatakan semuanya mengenai pernikahan kedua dengan mantan kekasih yang tidak sempat dikenali, tetapi faktanya hal itu hanya sebuah rencana pengecut dari seorang lelaki yang namanya —sialnya, masih ada di hati Mita. "Jelas istri tercintamu marah-marah karena sikapmu yang tidak mencerminkan lelaki sejati,
"Benar dugaan ku, lelaki itu ternyata pacar barumu. Wah! Rupanya kamu bukanlah perempuan baik-baik juga. Belum lama aku menikah dengan Selena, sudah ada lelaki pengganti ku di hidupmu," ucap Danu menyindir. "Aku tak perlu menjelaskan siapa lelaki itu padamu. Aku juga tidak akan menyangkal atau mengiyakan setiap kalimat yang kamu lontarkan tentang laki-laki yang pernah kamu lihat di tempat-tempat yang kamu sebutkan tadi. Sesuai permintaanmu, setelah kamu menikah dengan Selena kita tak akan pernah mencampuri kehidupan masing-masing."Danu hanya menatap Mita kesal. Alih-alih istrinya itu akan gugup saat ia bahas tentang sosok laki-laki yang adalah Amar, tapi pada kenyataannya justru dirinya yang keki sebab mendapat serangan balik yang tidak disangka. "Ok, sepertinya kali ini aku tetap harus mematuhi perintah mu sebagai seorang suami. Aku akan mengikuti alur yang kamu buat, kita akan tetap menjadi pasangan harmonis di depan ayah dan ibu. Tapi, satu yang aku minta darimu, Mas."Danu mena
Amar rupanya tak tahan memendam apa yang tengah ia rasakan setelah mendengar mimpi Nina. Bahkan, pertanyaan mengenai apakah perempuan itu akan pergi seperti yang istrinya lakukan, membuat Amar nekat mengirim pesan pada Mita di jam yang seharusnya tidak pantas ia lakukan. 'Apakah Anda baik-baik saja sepanjang hari ini atau kemarin?'Entah mengapa Amar ingin memastikan kondisi Mita yang sebetulnya bukan siapa-siapanya. Hanya setelah ia mengetahui hubungan pernikahan antara Mita dan suaminya, ia seperti terpanggil untuk membantu meski hanya sebuah rasa peduli semata. Pesan yang Amar kirim di jam sebelas malam, sejatinya tak berharap akan mendapatkan respon atau balasan. Ia menyadari jika apa yang dilakukan adalah sebuah tindakan yang tak baik. Tapi, ia sungguh tidak bisa tidur setelah mimpi yang putrinya alami. Tak disangka ketika Amar sudah bersiap untuk memaksakan matanya tertutup, sebuah notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Buru-buru ia melihat, berharap jika Mita yang membalas. N
Pagi itu ruang makan tampak berbeda dari biasanya. Setelah satu tahun sunyi sebab Danu yang kembali menjalin cinta dengan Selena bahkan sampai menikah, kini kesunyian yang Mita rasakan tampak berbeda dengan kehadiran kedua mertuanya yang terlihat ceria sembari menikmati menu sarapan pagi yang ia hidangkan. Ayah Danu yang belakangan ini harus menjaga pola makan akibat penyakit yang dideritanya, terlihat lebih bugar dengan menu makan yang sangat dimengerti oleh sang menantu. Begitu pun ibu mertua Mita yang tampaknya bangga karena tanpa perlu ia beri tahu, sang menantu dengan sangat apik bisa menyiapkan semua hal yang diperlukan olehnya selama tinggal di kediaman mereka. "Sungguh Ayah dan Ibu sangat berterima kasih sama kamu, Mita. Kamu sangat memahami apa yang kami butuhkan. Tanpa perlu kami ingatkan, kamu hafal semuanya. Termasuk makanan yang harus Ayah konsumsi ini," ujar ayah Danu tersenyum menatap sang menantu. "Itu sangat mudah, Yah, bukan hal yang sulit untuk diingat," sahut Mi
Sepanjang siang itu Mita berhasil membuat kedua mertuanya bahagia. Ponsel sengaja ia non-aktifkan sebab tak mau diganggu. Mau apapun berita atau kabar yang diberikan oleh orang-orang terdekatnya, termasuk para karyawan di butiknya —yang bahkan sudah ia beri tahu untuk tidak menghubunginya jika tidak ada hal yang penting, sebab memilih untuk memanjakan Ayah dan ibu suaminya itu. Setelah selesai berkeliling memasuki berbagai toko, baik pakaian atau perlengkapan rumah dan aksesoris yang ada di salah satu mall terbesar ibukota, Mita kemudian mengajak kedua mertuanya masuk ke restoran yang berada di lantai dua bangunan tersebut. "Kita makan dulu, ya, Yah, Bu?" ajak Mita sembari menenteng beberapa kantong belanjaan di kedua tangannya. "Enggak makan di rumah aja?" tanya sang ibu mertua. "Kalau makan di rumah nanti keburu sore, Bu. Kan harus masak dulu." Mita menjawab tersenyum. "Memang pembantu di rumah enggak bertugas masak?" Sang ayah menimpali seraya duduk di bangku yang Mita tarik.
'Itu cuma bunga tidur.'Sama seperti Amar, Mita pun mengeluarkan pendapat yang sama. Tapi, 'Bunga tidur' dua buah kata yang belum dimengerti oleh anak seusia Nina sekarang tidak dianggap angin lalu oleh bocah tersebut. Hingga makan siang usai, bahkan saat Yola pamit undur diri pada ibu dan ayah mertua Mita, Nina terus berdiam diri. "Tolong jangan bersikap begini, Sayang. Tante Yola enggak enak sama Tante Mita dan kedua orang tuanya."Samar Mita bisa mendengar Yola menegur Nina sesaat setelah mereka meninggalkan area restoran. Ia bisa mendengar suara Yola sebab gadis itu yang sepertinya gemas dengan tingkah laku Nina yang lain dari biasanya. "Mereka sudah pulang?" tanya ibu mertua Mita yang sudah selesai dari toilet. "Sudah, Bu," jawab perempuan itu. "Apakah Ayah dan ibu juga sudah selesai? Apakah kita bisa pergi sekarang?" tanya Mita lagi menatap kedua mertuanya. "Ya, kita sudah selesai." Mereka menjawab kompak lalu tersenyum. Ketiganya kemudian meninggalkan restoran dan pergi m
Danu telah sukses membuat Mita menangis semalaman di hamparan sajadahnya. Mengadu ke Sang Pencipta setelah lelaki itu mengatainya dengan tuduhan yang tidak sepantasnya diucapkan oleh laki-laki yang pernah bersama selama dua tahun lamanya. 'Apakah salahku Tuhan jika Engkau belum memberiku keturunan? Apakah tuduhan itu memang pantas aku terima meski medis sendiri sudah membuktikan kalau kondisi rahimku baik-baik saja?'Mita bertanya terus tanpa henti meski Tuhan tidak memberinya jawaban. Tuduhan mandul yang Danu lontarkan, sejatinya sudah membuat rasa sakit di dalam hatinya kembali hadir setelah beberapa waktu kemarin coba ia lupakan. 'Ya, aku memang menyukai bocah itu, tetapi bukan karena aku merindukan sosok anak di kehidupanku. Juga bukan karena aku memiliki niat lain dengan sosok laki-laki itu,' batu Mita kembali bicara. Malam itu ia sama sekali tidak peduli dengan tangisannya yang memenuhi ruang kamar. Setelah mengatakan hal yang menyakitkan hatinya, lelaki itu pergi untuk menem
Hall tempat diadakannya pesta pernikahan Ranti dan Yudha terlihat penuh oleh tamu undangan. Beberapa waktu lalu sahabat Mita itu telah resmi dipersunting oleh sang kekasih hati. Lelaki kaya sederhana yang bisa menaklukan sosok perempuan yang selama ini terkenal sulit didekati.Mita sudah sejak pagi berada di tempat tersebut. Bersama kedua mertuanya, ia hadir bahkan menemani selama proses acara berlangsung hingga sekarang para tamu undangan memberikan ucapan selamat dan doa restu pada pasangan pengantin baru. "Ibu sama ayah duduk aja di sini. Aku mau ke situ dulu sebentar." Mita pamit pada kedua mertuanya yang terlihat duduk santai di area khusus keluarga. Kedua orang itu mengangguk dan membiarkan Mita pergi. Tujuannya tak lain karena sang menantu ingin menghampiri beberapa kawan yang hadir di pesta pernikahan sahabatnya tersebut. "Hai!"Sapaan dan seruan mewarnai suasana hiruk pikuk hall. Mita yang senang karena bisa bertemu dengan banyak teman yang sudah lama jarang bertemu, tak s
"Dan kamu masih mau bertahan?" tanya Ranti tampak emosi. Saat ini Mita sudah dipindah ke ruang perawatan. Ranti datang bersama suaminya, tepat setelah Mita berada di ruangan tersebut. Sudah bisa ditebak, Mita pasti menceritakan semuanya mengenai kejadian sore tadi. Termasuk pertengkaran yang terjadi antara ia dan Selena yang sebetulnya sudah ia hindari. "Aku tidak berkata seperti itu. Aku justru mempersilakan Mas Danu untuk menceraikan aku sekarang," ucap Mita yang saat itu hanya tinggal berdua bersama Ranti. Suami sahabatnya pamit ke kantin untuk mencari kopi, sedangkan Danu pamit pulang untuk mengambil barang-barang pribadi miliknya yang pasti akan ia perlukan selama menginap di rumah sakit. "Lalu, apa katanya?" sahut Ranti yang terlihat cukup puas atas keputusan sahabatnya itu. "Dia enggan membahas masalah itu. Tidak tahu kenapa tiba-tiba ia fokus supaya aku pulih dulu.""Alasan. Itu hanya caranya saja untuk menutupi keburukan istrinya.""Aku tidak tahu." Mita menjawab pasrah.
"Tapi, Mit?" Tercekat Danu menyahut permintaan istrinya itu. "Itu yang Mas dan Selena harapkan bukan? Sekarang Mas bisa melakukan hal itu. Sudah tak ada lagi yang aku pertahankan setelah kehilangan calon bayi kita. Jadi, gugatan cerai bisa kamu layangkan secepatnya. Aku tak akan menghalangi.""Mit, Mita. Kamu masih dalam keadaan syok setelah keguguran yang kamu alami. Kita bisa membicarakan hal ini setelah kamu pulih."Entah apa yang ada di pikiran Danu sekarang. Sejak kemarin ia terus berkata akan menceraikan Mita dengan alasan sudah tak ada cinta. Bahkan ia akan berusaha menarik hati kedua orang tuanya supaya bisa menerima Selena dan menyayangi wanita yang sejatinya sangat ia cintai. Tapi sekarang, setelah melihat dan turut merasakan kesedihan yang istri pertamanya itu alami, Danu mendadak berubah tujuan. Tak ada semangat seperti kemarin di mana ia begitu ingin berpisah dari istri pertamanya itu. Bahkan, beberapa saat lalu ketika pikirannya masih berkeinginan mengusir Mita dari rum
Danu segera melarikan Mita ke rumah sakit terdekat. Sempat meminta Selena untuk membantu, tetapi malah tak diindahkan, lelaki itu akhirnya pergi sendirian sembari membawa istri pertamanya itu. Di sepanjang jalan Mita terus mengerang seolah menahan sakit di perutnya. Beberapa kali Danu harus memastikan istrinya itu dalam keadaan sadar. Sambil menyetir, fokusnya mungkin terganggu. Tapi, ia harus meyakinkan dirinya jika apa yang terjadi pada Mita saat ini tidak berakibat fatal. Sesampainya Danu di rumah sakit, ia segera meminta perawat jaga untuk menolongnya membawa Mita ke ruang IGD. Bekas darah tampak di jok mobil ketika Mita kemudian diangkat ke atas bangkar."Mas," rintih Mita sesaat akan dibawa ke bilik IGD. Situasinya yang tampak darurat, mengharuskan ia segera ditangani.Danu terlihat kebingungan. Ia yang memilih menunggu di depan teras rumah sakit, bergegas menghubungi kedua orang tuanya. Entah apa yang ia pikirkan. Berada di rumah sakit sendirian dengan kondisi Mita yang ber
Tak disangka sama sekali, kedatangan Mita ke salah satu mall besar di pusat kota, dirinya malah bertemu dengan Selena dan Danu yang sedang makan siang. Mita yang saat itu sudah selesai mendapatkan apa yang dicari, berniat untuk mengisi perutnya yang kosong di salah satu restoran yang ada di lantai dua mall. Lucunya, setelah ia selesai memesan makanan, dirinya baru menyadari keberadaan sang suami dan madunya tengah duduk di sudut restoran. 'Kenapa dunia ini sempit sekali. Bagaimana bisa mereka juga datang ke restoran yang sama dengan yang aku datangi?' batin Mita bertanya. Ingin sekali perempuan itu pergi, tetapi karena makanan yang sudah ia pesan, membuatnya urung pergi. Namun, seketika ia memiliki ide brilian. Bergegas ia menghampiri meja kasir. Di sana ia meminta pelayan yang tadi mencatat pesanannya untuk mengganti pesanan dine in menjadi take a way. "Dibungkus saja, yah, Mbak."Permintaan Mita diangguki oleh seorang pelayan perempuan yang tadi melayaninya. "Ditunggu sebentar
Hari itu Mita kembali datang ke rumah sakit untuk memeriksakan kehamilannya. Sudah bulan kedua sekarang dan Mita sangat antusias mengetahui kabar si calon bayi di perutnya. Perempuan itu datang sendiri. Jangan tanyakan kemana suami yang seharusnya menemani dirinya menemui dokter kandungan. Sebab sosok lelaki tersebut memang tak pernah mengakui akan keberadaan janin di dalam kandungannya tersebut. "Bagus sekali. Kehamilan sudah memasuki minggu ke sembilan. Sejauh ini tidak ada apapun yang perlu dikhawatirkan." Dokter menjelaskan sembari melihat layar monitor di depannya dengan sebuah alat di perut Mita. Setelah selesai menjelaskan kondisi janin yang ada di dalam perut Mita, dokter meminta asisten membantu perempuan itu merapikan penampilannya kembali. "Silakan!" Dokter mempersilakan Mita untuk duduk. "Terima kasih, Dok!"Mita memperhatikan gerakan tangan dokter yang menari di atas selembar kertas catatannya. "Apakah ada keluhan yang Bu Mita rasakan di kehamilan pertama ini, setel
Mita membuka pintu kamar. Tampak sang ibu mertua dengan cardigan menyelimuti tubuhnya, menatap Mita cemas. "Ada apa? Ibu dengar suara teriak dari bawah."Mita berusaha mengontrol suaranya ketika akan menjawab pertanyaan ibu mertuanya itu. Sesaat ia akan bersuara, tiba-tiba muncul Danu dari belakang tubuhnya. "Tadi ada kecoa, Bu. Mita takut dan menjerit ketakutan."Seketika Mita menoleh pada suaminya, yang justru memalingkan wajahnya tak peduli. "Benarkah begitu, Mita? Cuma karena kecoa kamu teriak malam-malam begini?" Ibu mertuanya menatap sambil tersenyum. "I-iya, Bu. Maaf kalau sudah bikin Ibu dan ayah terganggu. Udah tidur, yah?" tanya Mita seraya terkekeh. "Belum. Baru aja mau," jawab perempuan paruh baya itu. "Terus, gimana kecoanya? Apa udah pergi?" lanjutnya bertanya. "Udah. Tadi aku matiin, terus dibuang." Danu menjawab cepat. "Oh, ya udah. Syukurlah kalau begitu. Besok biar bibi yang bersihin rumah periksa kamar kalian, khawatir ada kecoa atau binatang lainnya. Kamu 'k
Berita tentang kehamilan Mita yang akhirnya diketahui oleh kedua mertuanya, kini juga sampai ke telinga kedua orang tuanya. Mereka mengucapkan selamat dan meminta Mita untuk lebih berhati-hati atas kondisi dirinya sekarang. "Jangan terlalu capek kerja!""Kehamilan muda itu rawan. Jangan seenaknya sampai lupa kalau lagi hamil.""Jangan mentang-mentang ngerasa sehat dan kuat sampai enggak peduli sama jabang bayi yang ada di dalam perut."Pesan dan nasehat bertubi-tubi datang. Mita mendapatkan semua itu ketika kedua orang tuanya menghubungi. Bahkan, beberapa saudara juga memberinya selamat atas dua tahun lebih pernikahan ia dan Danu yang akhirnya diberi juga momongan. "Dua tahun bukan waktu yang sebentar, Mita. Jadi, jaga baik-baik."Mita sampai tidak tahu bagaimana respon yang harus ia berikan. Hanya kata terima kasih yang bisa ia ucapkan kepada mereka semua. Di luar perasaan bahagia sebab perhatian yang mereka berikan kepadanya.Andai saja mereka semua tahu kalau suaminya sendiri eng
Apa yang dikatakan Amar nyatanya betul-betul lelaki itu lakukan. Sudah sebulan lebih, Mita tidak bertemu dengan pengusaha itu. Setelah panggilan beberapa waktu lalu di mana Amar mengatakan ingin menjaga nama baik Mita sebagai seorang istri yang tengah hamil dan memiliki suami, lelaki itu tak pernah lagi terlihat batang hidungnya. Begitu pun Nina. Bocah kecil itu seperti dibuat menjauh oleh ayahnya.Namun, tidak bagi Yola. Gadis yang tengah kuliah itu, sempat mampir datang ke butik selama beberapa kali. Selain karena urusan bisnis milik Amar yang rupanya diserahkan kepada sang adik, gadis itu juga seperti sengaja ingin menyampaikan sesuatu yang selama ini disimpan. Seperti sore itu. Ranti yang sudah izin pulang duluan karena ada urusan dengan dijemput sang suami, Mita kedatangan Yola ketika hendak pamit pada para karyawannya. "Yola?""Sore, Mbak. Sudah mau pulang, yah?" tanya gadis itu tak enak hati. Setelah memeluk dan mencium pipi kanan kiri khas sapaan para wanita, Mita kemudian
Perkataan Amar semalam masih terbayang di pikiran Mita sampai ia tak nyenyak tidur. Bahkan, hingga pagi menjelang ketika ia memutuskan untuk pergi bekerja setelah dirasa kondisinya sudah lebih baik, kalimat Amar setelahnya membuat ia terus kepikiran. 'Tidak sepantasnya aku memiliki perasaan ini ke kamu. Perasaan yang hanya pantas dimiliki oleh insan yang bebas. Tidak seperti kamu yang masih terikat pernikahan dengan laki-laki lain. Bahkan, ada janin yang harus kamu pertahankan bersama laki-laki yang memang adalah ayahnya.'Amar telah jatuh cinta pada Mita. Begitu kesimpulan yang bisa perempuan itu ambil setelah mereka berbicara semalam. Kesedihan yang Amar rasakan mengenai berita kehamilan Mita, membuat lelaki itu merasa bersalah hingga memutuskan untuk menjauh dan menjaga jarak dari hubungan pertemanan yang selama ini terjalin. 'Kita tidak berbuat apapun selama ini, lantas kenapa Mas Amar berpikir untuk menjauh?''Karena perasaan aku yang tidak sepantasnya ada, Mita.'Mita jadi sed