Share

Badmi 5

Perbuatan Naila membuat mereka bertiga memandang bingung, Naila hanya diam dan merasa tidak enak terutama saat melihat ekspresi wajah Irwan yang menahan emosi.

“Maaf,” ucap Naila tidak enak “Bagi aku makanannya terlalu asin.”

“Asin?” ulang mereka bertiga bersamaan yang diangguki Naila.

“Apanya yang asin semua sudah sesuai bahkan mereka baik-baik saja.” Irwan menatap Naila tidak percaya dan mencobanya kembali dan mengambil milik Naila merasakannya juga “Nggak asin ini, Nay.”

“Gini aja gimana kalau kamu masak yang sama dan kasih tahu versi nggak asin kamu itu” Leo memberikan solusi.

“Memang boleh?” tanya Naila menatap Irwan takut.

“Lakuin apa yang menurut kamu baik.” Irwan mengatakannya dengan tenang dan memberikan senyuman pada Naila.

Melihat itu membuat Naila melangkah ke dapur, memulai apa yang tadi dilakukan Irwan. Beberapa bahan yang Irwan masukkan Naila kurangi sesuai takaran yang memang sudah dihitung sebelumnya, Naila tahu jika Irwan berada disampingnya menatap apa yang Naila lakukan. Tidak membutuhkan waktu lama akhirnya masakan milik Irwan versi Naila telah selesai, melihat itu Irwan membantu Naila membawanya ke meja makan. Naila menatap mereka bertiga dengan sedikit takut, pasalnya banyak bumbu yang Naila kurangi dan pastinya tidak sesuai dengan lidah mereka.

“Kamu mengurangi garam dan beberapa bumbu?” tanya Leo yang diangguki Naila “Ini sangat cocok buat orang-orang yang peduli dengan kesehatan, bukan?” sekali lagi Naila mengangguk “Menurut kamu makanan ini akan laku di hotel atau restoran dan cafe?”

“Cafe milik keluarga aku sudah melakukan itu, kami membuat juga bentuk seperti catering dengan harga terjangkau yang bisa dimakan setiap saat untuk mereka yang peduli kesehatan. Mereka nggak perlu datang ke cafe hanya untuk menikmati makanan sehat, meskipun semua menu di cafe ada juga yang nggak sehat tapi di daftar menu selalu kami tulis jumlah kalori dalam makanan itu.”

“Pantas papi membawa kamu ke hotel dan restoran ini.” Leo mengatakannya dengan tersenyum kecil “Berarti kalian akan menjadi saingan?” 

Naila menatap Irwan yang hanya diam “Nggak mungkin saingan, saat itu Mbak Lila bilang kalau akan menjadi partner.”

“Memang partner seperti apa? Partner hidup? Bukankah kalian sudah menjadi partner hidup? Lalu?” tanya Endi langsung.

“Kami akan menjadi partner yang hebat bukan hanya rumah tangga tapi juga kantor, kalian tunggu aja nanti.” Irwan mengatakan dengan percaya diri bersamaan tangannya membelai rambut Naila perlahan.

Melanjutkan makan yang tertunda atas kejadian yang Naila buat, kali ini mereka berbicara panjang lebar mengenai kondisi hotel. Sesekali Endi bertanya mengenai pernikahan mereka berdua, lebih banyak Irwan yang menjawabnya bukan Naila disebabkan tidak tahu harus menjawab apa atas semua pertanyaan mereka.

“Kamu akan kasih tahu Pak Wijaya atau Mbak Lila?” tanya Leo menatap Irwan dan Naila bergantian.

“Aku besok rencananya yang akan bicara sama mereka.” Irwan menjawab santai “Mungkin bisa dipertegas Naila saat masuk nanti.”

“Memang nggak ada aturan dilarang memiliki hubungan di kantor?” tanya Naila yang membuat ketiga pria tertawa.

“Papi bukan orang yang begitu jadi tenang saja.” Leo menjawab sambil tersenyum “Kamu nggak minta cuti?” mengalihkan pandangan ke Irwan.

Irwan menggelengkan kepala “Naila udah masuk lusa jadi sudah cukup aku ambil cutinya.”

“Opa tahu juga bakal disuruh bulan madu kalian berdua.” Endi mengatakannya dengan sangat yakin “Bulan madunya di Bali tempat kita biasanya itu.”

Naila sekali lagi hanya diam mendengarkan pembicaraan mereka bertiga, tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Menatap piring mereka yang telah kosong membuat Naila langsung membereskannya, langkah Naila terhenti dengan Irwan memegang tangannya.

“Panggil Bibi saja gunakan telepon yang di dinding itu, terus minta antar makanan dan minuman di ruang kerja.” Irwan menatap Naila lembut “Kita pindah ke ruang kerja aja.”

Menatap punggung mereka yang menjauh, melakukan perintah Irwan sesuai instruksi yang diberikan dan benar saja seorang wanita paruh baya keluar. Naila membantu dengan membuatkan minuman setelah bertanya apa yang biasanya mereka minum serta takarannya, menatap minuman yang ada dihadapannya dan kali ini bingung mengantarkan sendirin atau meminta Bibi yang mengantarkan.

“Biar Bibi saja yang bawa, Mbak.” Naila menatap bibi ragu dan anggukan kepala membuat Naila menyerah.

Memilih masuk kedalam kamar yang menjadi tempat tinggalnya ke depan, menatap luasnya ruangan membuat Naila terdiam. Kamar ini lebih besar dibandingkan dengan kamar di rumah orang tuanya, memilih masuk dalam kamar mandi membersihkan dirinya sebelum menuju ranjang. Memejamkan matanya terlalu lelah dengan apa yang terjadi secara tiba-tiba, semua secara tiba-tiba dan kejutan yang sangat mengejutkan membuat Naila bingung dengan sendirinya.

Ponsel Naila berbunyi dan terdapat nama Endi yang ada di layar, perasaan Naila menjadi tidak menentu antara mengangkatnya atau membiarkan begitu saja. Memilih memejamkan matanya tapi tetap tidak berhasil sama sekali, hanya bergerak tidak menentu di ranjang dan tidak tahu berapa lama Naila melakukan hal itu.

“Belum tidur?” tanya Irwan yang membuat Naila terkejut “Kamu yakin tidur disini?”

“Bagaimanapun pernikahan kita sah di mata agama dan negara, kalau pisah kamar pastinya aku dosa karena membiarkan suamiku tidur sendirian.”

“Berarti kamu sudah siap melayani aku selayaknya suami istri pada umumnya?” tanya Irwan menatap Naila dalam yang hanya mengangguk pelan “Tenang saja aku nggak akan minta itu sekarang, tubuhku benar-benar lelah dan pastinya membutuhkan istirahat.”

Menatap Irwan yang masuk dalam kamar mandi membuat Naila hanya diam, memikirkan semua sikap Irwan beberapa hari ini yang sangat berbeda dengan pria-pria Naila lainnya. Berbeda bukan berarti Naila bisa dengan mudah percaya pada Irwan, masa lalu Irwan sama sekali tidak diketahuinya terutama hubungannya dengan wanita. Ketakutan Naila adalah Irwan memiliki wanita lain yang tidak diketahui banyak orang, atau bisa juga sosok pria yang menakutkan dengan berbuat kasar pada wanita. Naila bergidik ngeri membayangkan itu semua, terlalu asyik melamun membuatnya tidak sadar jika Irwan menatap ke arahnya sambil tersenyum kecil.

“Kamu nggak lagi mikir kotor kan?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status