Musik berdentum keras di sebuah klub malam yang terkenal dan mewah. Sebuah perayaan ulang tahun sedang digelar di sana dan semuanya ikut berpesta dengan meriah suka cita.
Sebenarnya Deva enggan untuk ikut tapi kedua sahabatnya Desta dan Willy memaksanya untuk ikut. Deva yang tidak suka dengan klub serta miras hanya duduk di sudut sambil menunggu Desta dan Willy yang sangat menikmati pesta.
“Hai, aku Keke, kamu gak ikut turun?” sapa seorang cewek cantik dan berpakaian terbuka yang menonjolkan bahu serta pahanya yang mulus. Deva mendengus melihat penampilan perempuan yang memakai baju kekurangan bahan.
“Aku gak tertarik," jawabnya pendek sambil menenggak cola yang dipegangnya. Desta yang melihatnya dari lantai dansa memberinya kode untuk ikut turun tapi Deva hanya menggeleng.
“Kalau begitu aku temani kamu di sini aja deeh… tampaknya kamu udah lupa yaa sama aku. Kita pernah sekampus lhoo dulu.”
Deva hanya ber “ooh” saja mendengar celoteh gadis itu. Kepalanya benar-benar pusing mendengar dentuman musik yang begitu keras. Desta dan Willy hanya tertawa melihat Deva.
“Aku tuh dari dulu suka sama kamu Deva tapi sayang kamu gak perhatian sama cewek”
Deva melihat sekilas ke arah Keke yang baru saja mengatakan suka padanya. Deva tersenyum sinis, dia semakin enggan meladeni gadis yang semakin terlihat agresif. Keke meletakkan tangannya di paha Deva, dengan gerakan halus Deva menolaknya.
“Aku tuangkan lagi yaa minumannya.” tawar Keke dengan senyumnya yang menggoda. Tanpa Deva sadari Keke memasukkan sebutir obat yang larut cepat di dalam minuman cola milik Deva.
“Apa kau tidak mau bersulang untukku yang sedang berulang tahun?” tanya Keke dengan menyodorkan gelas minuman yang telah dicampurnya dengan sesuatu. Deva merasa tidak enak untuk menolaknya karena akhirnya dia tahu jika gadis ini lah yang sedang menyewa klub malam mewah ini untuk pestanya.
Deva menaikkan gelas colanya dan Keke mengambil gelas kecil yang berisi minuman keras import sambil tersenyum sangat manis. Laki-laki muda itu nyaris menghabiskan isi gelasnya. Keke masih mengajaknya mengobrol dan semakin agresif mendekati Deva. Tangan gadis itu berani menyentuh tubuhnya hal yang tidak berani dilakukan perempuan manapun juga.
Deva menepisnya tidak suka tetapi Keke yang sangat menyukai Deva sejak dulu semakin berani menempel padanya. Hanya butuh sekian menit Deva sudah mulai merasa oleng, Keke memberi kode pada kedua teman wanitanya agar membuat sibuk Desta dan Willy agar membawa kedua teman Deva itu menjauh dari Deva.
“Apa yang kau masukkan dalam minumanku tadi?” Deva memegang kepalanya yang terasa berat. Keke kemudian memberi kode lagi kedua bodyguardnya untuk memapah Deva pergi dan mengantar mereka ke hotel tempat Keke menginap malam itu.
Deva setengah sadar berada di atas tempat tidur Keke, gadis itu sudah berganti pakaian dengan baju lingerie yang seksi dan menggoda. Keke membuka kancing baju Deva dan mencumbu laki-laki itu. Kesadaran Deva masih tersisa untuk mendorong Keke menjauh.
“Jangan berbuat hal yang bodoh!” hardik Deva sambil berusaha mengancing kembali bajunya. Dia tidak peduli jika Keke semakin menggodanya .
“Deva, aku sudah lama menantikan momen ini bersamamu, aku cinta mati sama kamu Deva.” Keke mencoba mencium Deva tetapi lagi-lagi pemuda itu menolaknya dengan lebih kasar.
“Aku tidak sudi tidur dengan gadis murahan seperti kamu!”
“Jangan bilang kalau kamu itu gay!” hardik Keke tak kalah keras. Gadis anak konglomerat itu tak terima penolakan yang dilakukan Deva. Sudah lama dia merencanakan jebakan ini agar bisa membawa Deva sang dewa kampus ke tempat tidurnya. Memecahkan mitos jika dia tak tersentuh oleh wanita.
“Aku sudah punya tunangan dan kami tinggal bersama. Aku bukan penyuka sesama jenis, tunanganku pun lebih terhormat dari gadis sepertimu.”
“Terhormat? Gadis terhormat mana yang tinggal serumah dengan tunangannya hah? Toh jika kalian serumah kalian akan bercinta juga seperti kita sekarang.”
“Sebentar lagi kami akan menikah jadi kami sedang mempersiapkan pernikahan kami. Jangan ke ge er an kamu mengatakan kita saat ini bercinta karena aku tidak menyentuhmu sama sekali!”
“Iya, kita memang belum sempat bercinta tapi foto-foto kita ingin yang mengatakan sebaliknya.”
Keke menunjukkan fotonya bersama Deva yang sedang bertelanjang dada dan ada Keke di atasnya.
“Foto murahan itu tidak akan menunjukkan apa pun, percuma kamu cantik dan kaya raya jika kelakuanmu tak lebih dari sampah," desis Deva dengan geram.
Plaak! Satu tamparan mendarat di pipi Deva, Keke terlihat sangat marah dengan penghinaan Deva barusan. Baru kali ini ada laki-laki yang menolaknya terang-terangan selama ini laki-laki lah yang memohon di kaki Keke agar gadis itu mau berkencan dengannya. Ayah Keke yang seorang pengusaha kaya raya membuat Keke dengan mudah mendapatkan segalanya yang dia mau.
“Aku tidak akan membiarkan kamu dimiliki perempuan lain Deva, aku gak terima dan aku gak akan berhenti sebelum kamu jadi milikku!” ancam Keke sambil berteriak.
“Perempuan gila!” hardik Deva lagi sambil berusaha meninggalkan kamar hotel Keke. Satu hal yang disesalinya barusan adalah pernyataannya yang mengatakan jika dirinya sudah bertunangan dan akan segera menikah.
‘Lalu dengan siapa aku akan bertunangan dan menikah untuk membuktikan pada perempuan gila itu?’
Deva memesan taksi online, ponselnya sudah berkali-kali menerima panggilan tak terjawab dari Desta dan Willy. Rasanya gemas sekali Deva pada kedua sahabatnya yang karena ajakan mereka Deva nyaris celaka oleh perempuan gila itu.
‘Apa aku akan menikahi babu kumal Terryn itu? Aaahh … kenapa jadi begini sih?’ rutuk Deva dengan kesal.
Deva duduk diam di depan ibunya setelah ibunya puas memarahi putra bungsunya itu. Ibu Imelda gemas dengan kebodohan yang dilakukan anaknya yang nyaris masuk ke jebakan perempuan nakal.
“Sekarang kamu ngaku-ngaku punya tunangan dan akan menikah secepatnya, pacar aja kamu gak punya. Deva … Deva ….” Ibu Imelda geleng-geleng kepala. Deva memang sering dikejar perempuan yang menyukai putranya dan Keke benar-benar nyaris menghancurkan putra kesayangannya.
“Pak Juan, maaf mengganggu malam-malam begini, tolong kumpulkan semua informasi tentang gadis yang bernama Keke. Dia menyewa The Hitz malam ini untuk perayaan ulang tahunnya. Jangan ada detil yang terlewat. Iya, secepatnya. Oohh bukan pak Juan, gadis ini ingin berbuat sesuatu pada Deva dan saya hanya ingin tahu latar belakang keluarganya. Iya pak Juan, terima kasih.” Ibu Imelda mematikan telponnya. Dia menelpon tangan kanannya untuk memastikan siapa sebenarnya gadis yang sudah berani berbuat hal yang tidak baik kepada putranya.
“Kamu mau diantar sopir atau nginap di sini?” tanya ibunya yang melirik jam, sudah menjelang dini hari rupanya.
“Aku mau nginap aja Bu, kepalaku masih berat,” jawab Deva dengan lesu.
Pagi-pagi Terryn mendengar suara mobil berhenti sejenak di depan rumah mereka, bergegas Terryn membuka pintu dan yakin jika itu adalah Deva yang pulang.“Kak Deva! kakak nginap dimana? Kak Aluna tanyain Kakak terus, kami khawatir kak, ponsel Kakak juga tidak aktif.”“Berisik! Aku nginap di rumah ibu.” Deva merasa terganggu dengan kehebohan Terryn yang menyambutnya pulang.“Kak Deva mau Yin buatkan teh? Mau sarapan apa?” Terryn sudah tahu betul kebiasaan Deva jika pagi dia harus sarapan jika tidak asam lambung dari laki-laki ini pasti kumat lagi.“Buatkan saja aku susu hangat, dan roti bakar. Apa kemeja biruku sudah kamu setrika Yin?”
Deva tidak segera kembali ke kantornya ataupun ke rumahnya. Dia menuju sebuah café untuk menemui seseorang yang memang sedang ditunggunya.Seorang gadis dengan baju yang masih kekurangan duduk manis menunggu Deva. Keke gadis yang mengejar Deva ini tak kenal kata menyerah.“Halo calon suamiku, tampangmu jangan kusut begitu doong….” Sambut Keke dengan senyum yang manis merekah. Bibirnya yang dipoles warna merah menyala membuat penampilan Keke terlihat maksimal.“To the point aja deh, maksud kamu untuk ketemu di sini apa?” tanya Deva dengan dingin bahkan dia menolak untuk memesan sesuatu di café ini.“Aku mau menikah sama kamu Deva. Aku sudah menyelidiki latar belakang kamu, kamu itu gak punya tunangan atau calon istri, jadi gak usah berkelit lagi deh. Kalo gak fo
Ibu Asih mengusap-ngusap kepala putrinya yang sedang terbaring dengan bantuan selang oksigen di hidungnya. Terryn masih belum sadarkan diri karena asap kebakaran yang membuat paru-paru Terryn sedikit bermasalah. Ibu Imelda mendekat pada ibu Asih yang sudah menjaga Teryn, ini hari ketiga Terryn belum sadarkan diri. “Asih, aku berhutang budi lagi pada putrimu yang pemberani ini. Dia sudah menyelamatkan hidup Deva untuk yang kedua kalinya. Aku meminta maaf jika Terryn harus sampai terbaring di sini Asih, dia sudah kuanggap putriku sendiri, aku menyayanginya.” Air mata ibu Imelda jatuh melihat Terryn yang tergolek lemah. “Terryn hanya melakukan yang harus dia lakukan Kak, dia pasti tahu resikonya, dia tidak mungkin meninggalkan nak Deva di dalam sana celaka. Putriku pasti akan baik-baik saja.” Ibu Asih menggenggam jemari ibu Imelda dengan erat. Air mata kedua ibu itu berlinangan. “Bagaimana kondisi nak Deva sekarang Kak?” “Deva juga belum sadarkan
Terryn duduk dalam kamarnya sambil berpikir apakah ini nyata atau mimpi, semuanya terjadi dengan cepat bahkan suara lantang Deva yang mengucap ijab kabul di ruang tamu tadi masih seperti mimpi baginya. Dia berkirim kabar pada Ashiqa untuk meminta sahabatnya itu datang di pernikahannya tapi sayang Ashiqa dan suaminya sedang berada di luar negeri dan belum bisa kembali.Semuanya mendadak persiapannya pun kilat, namun tak mengurangi aura sakral dari pernikahannya ini. Meski dia harus menelan pil pahit, tanda tangannya sudah dibubuhkan pada kesepakatan kontrak antara dia dan Deva secara rahasia tentu saja.“Tanda tangani ini, dan ingat ibu gak boleh tahu, siapapun juga.” Deva menyerahkan selembar kertas dan pulpen pada Terryn malam menjelang pernikahan mereka hari ini. Terryn mengambil dan membacanya sesaat. Intinya mereka sepakat jika pernikahan mereka ini hanya berumur enam bulan saja dan tak ada hubungan badan layaknya suami istri di dalamnya. Tidak boleh me
Hari ketiga setelah mereka menikah akhirnya mereka kembali pulang ke kota karena Deva tidak bisa meninggalkan pekerjaan lama-lama. Cuti Terryn pun sudah habis dan harus segera masuk kerja lagi keesokan harinya. Tak ada yang tahu tentang pernikahan mereka. Bahkan willy dan Desta tidak diberitahu oleh Deva sementara di pihak Terryn yang tahu hanya Ashiqa saja dan suaminya.Terryn membawa masuk koper mereka, wajah keduanya masih terlihat lelah, dada Terryn sedikit terasa nyeri. Dia merabanya dan mencoba mengatur napas dengan baik.“Kamu kenapa?” tanya Deva dengan nada bicara dingin seperti biasanya.“Oh … gak, gak apa-apa Kak.”“Ingat yaa gak ada apapun yang berubah di antara kita, kita menikah hanya karena berdasarkan kesepakatan saja. Kita tetap tidur di kamar masing-masing dan mengurus urusan kita sendiri-sendiri. Kau mengerti?” tatap Deva dengan tajam pada Terryn. Deva sedang berusaha melupakan mal
Terryn menatap layar laptopnya dan sedang menginput data yang telah disusunnya untuk laporan. Kacamatanya melorot di batang hidungnya yang licin, dengan cepat jari telunjuknya mendorong benda itu agar kembali ke posisinya.“Terryn, kita makan siang sama-sama yuuk.” suara Bagas sudah sangat dihafalnya, dia salah satu bosnya di bagian HRD dan yang sudah lama naksir Terryn.“Maaf Mas Bagas aku gak bisa, ini lho laporan gak kelar-kelar sejak dari tadi pagi.”“Yaa udah aku pesankan makanan dan kita makan di sini aja yaa?” tanya pria muda itu tak mau menyerah.Jemari Terryn berhenti mengetik, sekilas dia melihat jari manisnya yang kosong, andai saja dia bisa memakai cincin kawinnya agar orang tau perubahan statusnya tapi sayang cincin itu ada di dadanya. Menggantung sebagai hiasan kalung dan tersembunyi di balik bajunya.“Gak usah repot deeh Mas Bagas. Saya bisa pesan sendiri kok.” Tolak Terryn halus dan ke
Terryn menatap layar laptopnya dan sedang menginput data yang telah disusunnya untuk laporan. Kacamatanya melorot di batang hidungnya yang licin, dengan cepat jari telunjuknya mendorong benda itu agar kembali ke posisinya.“Terryn, kita makan siang sama-sama yuuk.” suara Bagas sudah sangat dihafalnya, dia salah satu bosnya di bagian HRD dan yang sudah lama naksir Terryn.“Maaf Mas Bagas aku gak bisa, ini lho laporan gak kelar-kelar sejak dari tadi pagi.”“Yaa udah aku pesankan makanan dan kita makan di sini aja yaa?” tanya pria muda itu tak mau menyerah.Jemari Terryn berhenti mengetik, sekilas dia melihat jari manisnya yang kosong, andai saja dia bisa memakai cincin kawinnya agar orang tau perubahan statusnya tapi sayang cincin itu ada di dadanya. Menggantung sebagai hiasan kalung dan tersembunyi di balik bajunya.“Gak usah repot deeh Mas Bagas. Saya bisa pesan sendiri kok.” Tolak Terryn halus dan ke
Suasana kantor baru cukup menegangkan di bawah manajemen baru Deva Danuarta. Banyak yang bergosip jika bos Deva itu orangnya dingin dan sangat tegas dalam hal pekerjaan. Bagi Terryn yang sudah biasa menghadapi Deva hal itu tidak masalah. Bertahun-tahun dia menghadapi Deva yang ‘bossy’, kelihatannya saja Deva arogan tapi sebenarnya dia pria yang baik dan peduli.Para karyawan baru eks De Sign berada langsung di bawah manajemen Willy. Mereka diberi arahan dan juga pilihan yang merasa tidak nyaman dengan peralihan kepemimpinan bisa mengundurkan diri yang suratnya ditujukan pada Melda’s Constructions. Beberapa rekan Terryn pun akhirnya ada yang resign, ada yang tengah hamil dan persiapan melahirkan, ingin berdikari dan ada yang sedang persiapan pernikahan.Willy sedang berdiri di depan mereka untuk kata penyambutan bagi karyawan eks De Sign yang sudah resmi menjadi karyawan Melda’s Constructions. Tampak di belakang pria yang jauh lebih ramah itu ada