Share

Janji Sebuah Rahasia

Ibu Asih mengusap-ngusap kepala putrinya yang sedang terbaring dengan bantuan selang oksigen di hidungnya. Terryn masih belum sadarkan diri karena asap kebakaran yang membuat paru-paru Terryn sedikit bermasalah. Ibu Imelda mendekat pada ibu Asih yang sudah menjaga Teryn, ini hari ketiga Terryn belum sadarkan diri.

“Asih, aku berhutang budi lagi pada putrimu yang pemberani ini. Dia sudah menyelamatkan hidup Deva untuk yang kedua kalinya. Aku meminta maaf jika Terryn harus sampai terbaring di sini Asih, dia sudah kuanggap putriku sendiri, aku menyayanginya.” Air mata ibu Imelda jatuh melihat Terryn yang tergolek lemah.

“Terryn hanya melakukan yang harus dia lakukan Kak, dia pasti tahu resikonya, dia tidak mungkin meninggalkan nak Deva di dalam sana celaka. Putriku pasti akan baik-baik saja.”

Ibu Asih menggenggam jemari ibu Imelda dengan erat. Air mata kedua ibu itu berlinangan.

“Bagaimana kondisi nak Deva sekarang Kak?”

“Deva juga belum sadarkan diri, tapi kalau saja Terryn tidak mengeluarkan Deva dari sana tepat waktu aku sudah tidak memilikinya lagi Asih.” Ibu Imelda terisak, entah bagaimana dia harus bersedih dan bersyukur dalam waktu yang bersamaan.

Sesaat kemudian Terryn bergerak, matanya mulai terbuka, dia sudah sadar dan meraih tangan ibunya.

“Ibu … Ibu ada di sini?” tanya Terryn dengan suara parau, tenggorokannya terasa perih dan dadanya masih terasa sakit.

“Iya Sayang, ibu Imelda menelpon Ibu dan menceritakan semuanya. Kamu anak yang pemberani Sayang.” ibu Asih membelai kepala Terryn dengan lembut.

“Kak Deva, kak Deva bagaimana Bu, apa kak Deva baik-baik saja?” Terryn kemudian teringat dengan kakak angkatnya itu atau lebih tepatnya tuan muda yang selalu bertingkah seperti majikan Terryn.

“Deva masih dirawat juga Sayang, Deva tidak apa-apa, dia baik-baik saja karena kamu Nak, terima kasih sudah menyelamatkan dia.” sambung ibu Imelda dengan cepat.

“Ibu gak tau lagi bagaimana cara ibu membalas hutang nyawa Deva sama kamu Terryn.” Ibu Imelda kembali menangis terisak.

“Tidak Bu, kak Deva tidak punya hutang apa-apa. Tapi kalau boleh Yin mau minta sesuatu,Bu.”

“Katakan Terryn, bilang sama Ibu, pasti Ibu akan penuhi apa yang kamu inginkan.”

“Tolong … tolong jangan kasih tau Kak Deva kalau ada Yin di saat kejadian. Jangan bilang ke kak Deva kalau Yin yang mengeluarkan kak Deva dari sana. Ibu janji?”

Ibu Imelda menatap sesaat pada ibu Asih dan kembali memandang ke arah Terryn yang masih terlihat kepayahan.

“Tapi kenapa Nak?” tanya ibu Imelda tidak mengerti.

“Kak Deva tidak suka jika urusan pribadinya dicampuri oleh orang lain. Aku tidak ingin kak Deva merasa berat karena sudah tertolong oleh Yin. Bilang saja kalau pemadam kebakaran yang menyelamatkannya. Katakan saja seperti itu.” Terryn kembali menarik napasnya yang berat, dia sangat kepayahan hanya untuk berkata seperti itu. Kondisinya memang masih lemah.

“Yin mau pulang dulu ke rumah Ibu di kampung untuk dua tiga hari, nanti Yin akan kembali lagi kalau kak Deva akan keluar dari Rumah Sakit.”

“Tidak bisa Yin, kamu tidak boleh meninggalkan Rumah Sakit, kamu juga masih lemah. Biarkan dokter yang merawat kamu sampai kamu pulih.” Ibu Asih menatap anaknya dengan khawatir.

“Ibu janji tidak akan menceritakan ini pada Deva tapi kamu harus tetap di rumah sakit ini Yin, jangan pergi kemana-mana. Deva tidak akan tahu kamu ada di sini kecuali Aluna karena dia juga yang merawatmu di sini.” Ibu Imelda menggenggam jemari Terryn dan meyakinkannya jika rahasia itu akan dijaga dengan baik.

Terryn mengangguk lemah, dia kembali menutup matanya, paru-paru Terryn mengalami sedikit infeksi akibat asap yang terhirup olehnya. Dia hanya benar-benar memikirkan keselamatan Deva ketimbang dirinya sendiri.

Sesosok laki-laki berbadan tegap mengenakan jas hitam dengan dua orang pengawal berjalan menuju kamar perawatan Deva. Laki-laki yang tampan dan terlihat bukan orang sembarangan. Mereka masuk ke kamar Deva sehingga menghentikan langkah ibu Imelda yang akan masuk melihat putranya.

“Jadi ini laki-laki yang sudah tidur dengan Keke tunangan saya?”

“Iya Tuan Muda, laki-laki ini bernama Deva Danuarta dia seorang CEO dari perusahaan konstruksi yang baru-baru saja ini berdiri.”

“Jadi Keke memaksanya untuk menikah dengannya agar bisa menghindariku?”

“Mungkin seperti itu Tuan Muda, tidak ada yang tahu pasti apa yang dipikirkan Nona Keke.”

“Jadi siapa yang melakukan ini kepada dia?” tanya laki-laki muda itu sambil menunjuk Deva yang masih tak sadarkan diri.

“Nona Keke tampaknya marah karena laki-laki ini menolak untuk menikah dengannya. Nona Keke sedang membuat ulah untuk membangkang pada ayahnya sehingga dia kerap mencari masalah di luar.”

“Keterlaluan gadis itu. Tapi aku tidak akan membiarkan laki-laki ini berhubungan lagi dengan Keke, jika aku masih melihatnya bersama Keke maka akan kupastikan laki-laki ini akan kehilangan nyawanya.”

Ibu Imelda sangat terkejut mendengar ancaman laki-laki tunangan perempuan gila itu. Mereka sama-sama psikopat dan mudah sekali ingin menghilangkan nyawa orang lain. Ibu Imelda segera menyingkir dari pintu tempatnya menguping. Mereka terlihat meninggalkan kamar Deva dan dengan badannya yang gemetar ibu Imelda segera masuk meilhat putranya.

“Yaa Tuhan … ada apa ini? Mengapa putraku semakin terlibat hal yang menakutkan padahal anakku ini tidak bersalah?”

Deva menggeliat pelan, tampaknya dia juga sudah mulai tersadar, erangan kecil terdengar dari mulutnya.

“Deva, kau sudah sadar Nak? Deva ….” Ibu Imelda memeluk putranya dan mencium dahinya.

“Kau sudah buat Ibu ketakutan, Ibu hampir mengira akan kehilangan kamu kali ini. Untungnya Yin menolongmu tepat waktu.”

“Apa Terryn yang mengeluarkanku dari rumah kosong itu Bu?”

Ibu Imelda mendehem, dia hampir saja keceplosan tentang hal yang diminta oleh Terryn.

“Bukan, maksud Ibu andai Terryn tidak menelpon tepat waktu saat kamu diculik mungkin kami tidak tahu kalau kamu akan celaka.”

“Terryn mana Bu? Kenapa dia tidak ada di sini?” Deva mencari gadis cerewet itu. Entah apa halusinasinya atau dia sedang bermimpi jika Terryn datang menyelamatkan saat api sudah membesar.

“Terryn, dia tadi ada di sini, tapi dia harus pulang ke rumah ibunya untuk beberapa hari.”

“Kenapa dia pulang, Bu? Dia harus ada di sini temani aku, kalau aku butuh apa-apa bagaimana?”

“Astaga Devaaa … sakit begini kamu masih aja nyusahin dia? Dia bukan istri kamu yang seenaknya kamu mau suruh-suruh ini itu dia juga bukan babu yang harus melayani kamu dua puluh empat jam penuh.”

Deva terdiam, dia hanya merasa sedikit sunyi tanpa celotehan Terryn di telinganya.

“Kapan Terryn kembali ke sini Bu?”

“Kalau kamu sudah sembuh, sudah kuat untuk mengucapkan akad nikah kamu untuk Terryn. Ibu memutuskan kalau kamu akan Ibu nikahkan sekalian sama Terryn dan kamu tidak ada hak suara untuk mengganggu gugat atau membantah sedikit pun!”

Mata Deva membulat dan dia tersentak kaget dengan keputusan ibunya yang mendadak serta ultimatum tanpa boleh dibantah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status