BAB 3 RUMAH MEWAH
Keesokan harinya Talisa benar-benar mulai bekerja, Nana cuma memberinya alamat rumah, tanpa nomor telpon. Untung rumah di kawasan elit tidak terlalu susah untuk dicari. Talisa juga cuma tinggal menyebutkan namanya di depan alat sensor tamu yang ada di samping pintu gerbang.
"Halo selamat sore Mr. Alexander, saya Talisa Marina Putri."
Talisa terkejut karena pintu gerbang besar di hadapannya langsung bergeser terbuka tapi tidak ada siapa-siapa. Sekuriti pun tidak ada untuk ukuran rumah mewah sebesar itu.
"Oh Tuhan ..." Talisa masih bengong terpukau.
Rumahnya sangat besar dan megah dengan halaman super luas tapi sunyi, tanpa kehidupan seperti kuburan.
Rumah mewah tapi auranya suram, jika di kampung pasti para tetangga sudah bergosip pemilik rumah memelihara pesugihan. Untungnya rumah tersebut ada di kota dan dikelilingi pagar beton tinggi jadi tidak terlalu nampak jelas dari luar. Lagipula orang perkotaan juga tidak terlalu perduli dengan rumah tetangganya, apa lagi di kawasan elit seperti itu. Mungkin di sebelah rumah sedang terjadi pembantaian sekalipun tetangga tidak akan saling dengar. Tiba-tiba Talisa merinding oleh pikirannya sendiri mengenai pembantaian.
Talisa masuk ke dalam rumah melalui pintu samping seperti yang telah ditulis dalam rincian peraturan. Ternyata pintu samping rumah besar itu juga tidak terkunci. Talisa bisa langsung masuk tanpa perlu permisi karena di dalamnya juga benar-benar sepi tanpa manusia. Talisa melihat ke sekeliling dan sempat bingung harus memulai pekerjaannya dari mana.
Untungnya Talisa sudah diberi daftar catatan. Nana memberi selembar kertas yang isinya daftar peraturan bekerja di rumah tersebut, termasuk apa saja yang harus dikerjakan, apa yang boleh dan tidak boleh. Dari semua poin peraturan panjang itu ada bagian yang dicetak paling tebal di bagian akhir yaitu, 'SEMUA PEKERJA HARUS SUDAH PERGI SEBELUM PEMILIK RUMAH TIBA!'
Setelah berulang kali membaca semua detail peraturan yang diberikan Nana, Talisa jadi semakin yakin jika pemilik rumah sepertinya introver yang tidak suka dengan kebisingan, atau mungkin dia alergi bertemu dengan para pekerja miskin. Melihat rumahnya yang sangat besar, pasti Calvin Alexander bukan orang sembarangan.
Talisa membaca daftar pekerjaannya sekali lagi kemudian melihat ke sekeliling rumah megah itu dengan otak kosong.
"Oh Tuhan ... bagaiman aku harus membuka semua jendelanya!"
Rumah tiga lantai itu benar-benar sangat besar dengan banyak jendela kaca di sekelilingnya. Setiap hari Talisa harus membukanya minimal dua jam dan harus memastikan semua sudah tertutup lagi ketika pemilik rumah tiba. Talisa melihat penunjuk jam di sudut layar ponselnya. Talisa tinggal punya waktu tiga jam sebelum pemilik rumah pulang. Artinya Talisa harus membuka semua jendela terlebih dulu sebelum mengerjakan pekerjaan yang lain.
Talisa buru-buru bergerak, dia yakin bisa menyelesaikan semua pekerjaan itu asal pintar memanajemen waktu. Talisa juga cukup lincah dalam bergerak cepat. Setelah membuka semua tirai jendela, Talisa menghidupkan penyedot debu untuk mengelilingi tiga lantai bangunan super luas itu dengan kecepatan kilat sampai tidak ada debu yang tertinggal. Selanjutnya Talisa merapikan tempat tidur dan terakhir membereskan kamar mandi yang lantainya harus benar-benar kering. Sebelum pulang Talisa menutup kembali semua tirai jendela dengan doa syukur. Talisa sukses menyelesaikan pekerjaan hari pertamanya tepat setengah lima, dia harus pergi sebelum jam lima sore.
*****
Hari kedua bekerja, Talisa mulai sempat memperhatikan seisi rumah mewah tempatnya bekerja itu dengan lebih teliti. Jelas sekali jika Calvin Alexander adalah pria dengan selera fashion tinggi. Semua detail interior serta perabotnya sangat elegan dan merupakan barang yang harganya pasti tidak mungkin murah. Tapi anehnya pemilik rumah tidak takut sama sekali jika pekerjanya bisa mencuri.
Tiba-tiba ponsel Talisa berbunyi, dia melihat Nana yang menelpon.
"Bagaimana pekerjaanmu?" Nana bertanya.
"Semua aman ..." Talisa menjawab santai sambil merebahkan badannya ke sofa.
"Aku cuma ingin memastikan nyawamu masih aman bekerja seorang diri di rumah besar, seram seperti itu!"
Untungnya Talisa memang bukan jenis penakut hantu, dia malah tertawa. "Pekerjaanku baru selesai, tinggal menutup jendela."
"Apa kau tidak merasa seperti sedang diawasi oleh mahluk tak berwujud ketika sedang bekerja?"
"Kalau ada jin penghuni rumah yang suka mengintip, biar saja dia sekalian ikut aku pulang siapa tahu bisa ketularan kaya!" kelakar Talisa sambil kembali di ikuti tawa.
Tengkuk Nana memang sering merinding ketika bekerja sendirian di rumah besar, karena itu dia tidak betah, tapi Talisa malah santai dan bisa tertawa.
"Seperti apa Mr. Alexander?" Talisa masih berbaring di sofa sambil memandang langit-langit megah diatasnya. "Aku penasaran!"
"Aku juga belum pernah bertemu!"
"Apa kau tidak penasaran?"
"Bahkan aku tidak tahu dia masih muda atau sudah jompo!"
Lagipula Nana juga cuma bertahan satu bulan bekerja di rumah mewah itu.
"Tapi kakakku pernah mendapat tambahan bonus beberapa kali jika pekerjaannya rapi. Sepertinya dia orang yang baik."
"Itu berita bagus!" Talisa tersenyum.
"Kau baru bekerja dua hari jangan berharap bonus dulu, coba satu bulan lo betah apa tidak!"
Talisa juga cuma tertawa ketika mendengar tantangan dari sahabatnya. Talisa masih berbaring di sofa untuk meluruskan punggungnya yang kencang, tangannya tanpa sadar meraba-raba ke celah sofa dan tidak sengaja menemukan sesuatu.
"Calvin Alexander."
Talisa membaca nama dalam selembar kartu berbingkai emas kecil yang baru dia cabut dari celah sofa. Sepertinya kartu ucapan ulang tahun dari seorang wanita.
"Umurnya baru tiga puluh satu tahun!"
Masih sangat muda, Talisa jadi semakin penasaran ....
*************
BAB 4 PEKERJAAN"Kau dari mana saja?" Giliran Agung yang menghadang adiknya di depan pintu."Aku kerja Bang.""Kerja apa lagi?""Jadi tukang bersih-bersih rumah.""Kerjaan macam apa itu!""Kerjaan halal untuk kita bertahan hidup!"Talisa ingin menyindir abangnya yang penganguran, tidak mau berusaha mencari kerja malah mengomentari jenis pekerjaannya. Padahal Talisa sendiri yang harus membiayai semua pengeluaran di rumah, abangnya cuma makan, tidur, numpang hidup gratis dengan malas-malasan.Tapi menurut Talisa, percuma meributkan perkara keuangan dengan abangnya, mereka hanya akan bertengkar. Lebih baik Talisa bekerja dapat duit dan masalah beres. Cuma itu jurus paling waras agar tidak mendadak gila.Sebenarnya Talisa juga sangat capek, ibarat hidup seorang diri tanpa boleh minta tolong pada siapapun. Selesai dari kampus Talisa langsung bersih-bersih rumah seluas tiga lantai seorang diri, pulang sebentar sudah harus segera bersiap lagi untuk bekerja di tempat karaoke sampai hampir pag
BAB 5 HARI SIAL Hari yang sial, gara-gara Talisa bertemu pengunjung kaya yang suka cari ribut, akhirnya Talisa harus menghadap HRD. Akibatnya Talisa jadi harus pulang sampai hampir pagi, cuma sempat tidur dua jam sudah harus bangun lagi. Talisa langsung bergegas mandi untuk buru-buru bersiap ke kampus. "Jadi hari ini tidak ada makanan lagi?" Agung menghadang adiknya yang mau keluar pintu kamar. "Ada telur dan mie instan di rak dapur, aku buru-buru Bang!" "Sudah empat hari aku kau suruh makan mie instan!" Agung mengeluh. "Tidak ada gizinya!" "Mau kusuruh masak rendang Abang juga gak bakal bisa!" Talisa tetap mau pergi, masa bodoh dengan cucian piring yang sejak kemarin Agung biarkan bertumpuk di wastafel. "Sejak kau kerja mengurus rumah orang, urusan rumahmu sendiri tidak kau kerjakan, memangnya berapa gajimu jadi pembantu!" "Abang kan bisa, habis makan, piringnya langsung dicuci! Sapu lantai rumah sebentar sebelum nongkrong di teras!" "Bersih-bersih rumah itu tugas perempuan!
BAB 6 TERTANGKAPTernyata pria itu memang tidak melalui anak tangga, dia langsung melompat dari bawah rangka tangga metal, berayun di pagar kemudian meloncat untuk menyergap tubuh Talisa. Talisa ingin menjerit, namun lehernya sudah lebih dulu dicekik. Akhirnya Talisa melihat wajah seorang Calvin Alexander dari jarak yang sangat dekat. Pria dingin yang jelas tidak suka diusik. Tampan luar biasa tapi tatapannya tajam seperti sisi belati yang berkilat dalam gelap. Talisa tidak sempat berpikir, dia langsung menangkupkan tangan dengan kuda-kuda kaki siaga. Posisi Talisa jadi seperti memeluk lengan pria yang sedang mencekiknya, tapi dalam gerakan sangat cepat. Talisa memusatkan seluruh tenaga kepalan tanganya untuk menghatam tepat di persendian siku lawan dari sisi atas. Efek kejutan itu membuat cengkeraman di leher Talisa terlepas. Kepala Talisa segera berkelit dan tidak lupa lututnya yang sudah siaga menendang keras tepat ke bawah pusar. "Wanita terkutuk!" Pria sebesar apapun bakal m
BAB 7 KONTRAK Talisa masih belum tahu akan diberi pekerjaan apa, yang terpenting nyawanya selamat dulu. Asal Talisa tidak diminta untuk ikut melakukan pembunuha*n. Calvin Alexander sangat misterius, dingin dan keji. Pria macam itu tidak akan main-main dengan ucapannya. Sudah semalaman tembus pagi, Talisa kembali dikurung di dalam kamar seorang diri. Tapi anehnya Talisa sama sekali tidak melihat atau mendengar suara pekerja lain yang datang ke rumah tersebut. Padahal selama ini Talisa berpikir, mungkin pekerja lain datang pagi hari, atau mungkin hari ini mereka semua diliburkan. Sudah beberapa kali Talisa mengintip ke luar jendela, halamannya sepi, sama sekali tidak ada orang karena sepertinya Mr. Alexander juga sudah pergi. Sampai tengah hari belum juga terdengar suara manusia lain yang datang. Entah Mr. Alexander pergi ke mana. Diam-diam Talisa juga penasaran dimana pria itu menguburkan tubuh wanita yang tadi malam dia seret ke halaman belakang. Atau mungkin itu bukan kali pertama
BAB 8 ISTRI BAYARANTalisa tidak menyangka dirinya masih dibiarkan hidup setelah melihat mayat di garasi. Bahkan sekarang Talisa malah diberi pekerjaan. Pekerjaan sebagai istri bayaran seorang billionaire psikopat. Pekerjaannya seperti kurang enak didengar telinga, tapi jumlah seratus juta sepertinya akan sepadan. Dengan uang seratus juta, Talisa tidak perlu lagi bekerja di tempat karaoke, dia juga masih bisa menyelesaikan kuliah. Masa bodoh dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh Calvin Alexander. Talisa tidak akan ikut campur, pria itu sangat kaya, bisa saja dia bebas dari hukum.Akhirnya Talisa dapat kembali menjalani hidup normal. Pagi ini Talisa berangkat ke kampus dengan langkah ringan karena mengingat seratus juta dalam rekeningnya. Talisa tidak perlu pusing memikirkan beban pengeluaran bulanan serta uang semester. Masalah Talisa cuma tinggal perkara kontak nomor teleponnya yang raib semua, ternyata hal sepele itu jadi merepotkan dan sekarang layar ponsel barunya juga hanc
BAB 9 KEBOHONGANSeorang pria terlihat berbisik pada pelayan yang bertugas mengedarkan minuman. Tatapan pria itu masih tertuju pada sosok wanita cantik yang sedang berada di sisi Calvin Alexander.Talisa juga masih belum sadar jika sejak tadi dirinya sedang diperhatikan. Pikiran Talisa masih terlalu fokus pada pria di sampingnya yang terus membuat jantung berdegup kencang, tampan tapi galak."Ingat, jangan membuatku malu!" Calvin berbisik di telinga Talisa dengan gestur seperti baru mengecup sisi keningnya."Sepertinya hak sepatuku terlalu tinggi." Talisa mengeluhkan berdirinya yang tidak nyaman.Jemari tangan Talisa langsung digenggam kencang, rasanya hangat tapi Talisa gemetar, Talisa bakal sangat malu bila sampai ketahuan. Talisa terus berusaha menepis segala pikiran konyolnya, karena maksud Calvin cuma membantu Talisa agar berdiri tegak. Tapi Calvin Alexander memang mahluk yang sulit untuk diabaikan. Tampan luar biasa, berkarisma dengan pembawan tegas penuh wibawa. Seorang pria
BAB 10 PEMARAH DAN DINGINKarena Calvin masih terlihat marah, Talisa jadi tidak berani bersuara sampai mereka benar-benar berhenti di dalam garasi."Apa aku bisa langsung pulang?" Talisa memberanikan diri untuk bertanya dengan hati-hati."Sudah larut malam, pulang saja besok!""Aku sudah biasa pergi malam, pulang pagi juga tidak masalah." Talisa menjelaskan."Aku menyuruhmu menginap!"Calvin bicara tanpa menoleh Talisa lagi, dia juga langsung keluar lebih dulu kemudian pergi naik ke lantai tiga. Benar-benar baru kali ini Talisa bertemu mahluk seperti itu, dingin, kaku, dan pemarah.Walaupun sambil menggerutu, Talisa ikut pergi ke kamarnya sendiri di lantai dua. Talisa segera melepas semua pakaian serta aksesoris, terutama cincin berlian di jari manisnya. Memakai cincin berlian seharga ratusan juta mungkin membuat Talisa takut. Buru-buru Talisa memasukkan benda itu ke dalam laci, berharap hatinya akan segera tenang, tapi ternyata juga tidak.Malam itu, Talisa kesulitan untuk memejamkan
BAB 11 HARUS SELALU WASPADA"Maaf, aku belum merapikan kamar karena tidak tahu Anda akan pulang lebih cepat.""Kerjakan sekarang!" Calvin masih duduk di sofa. "Ganti semua seprai serta selimutnya!""Ya!"Talisa mengangguk dan segera pergi ke kamar Calvin tanpa memiliki pikiran macam-macam. Talisa lega karena sepertinya Calvin memang tidak tahu jika dia baru dari halaman belakang, Calvin benar-benar cuma ingin mengembalikan ponsel jelek miliknya. Nampaknya Talisa Lupa jika Calvin telah menanamkan pelacak. Jangankan Talisa yang cuma berkeliaran di halaman belakang, kemana Talisa pergi seharian kemarin, Calvin juga bisa tahu.Talisa lekas mengganti seprai, sarung bantal dan selimut. Talisa baru menarik ujung seprai bagian atas kepala ranjang ketika tangannya tidak sengaja menyentuh benda bergemerisik seperti plastik."Oh!"Talisa terkejut melihat bekas bungkus alat kontrasepsi pria yang sudah kosong. Walaupun sudah dua puluh empat tahun Talisa tetap geli dan merinding. Talisa memang paya