Bab 3
"Saya ... boleh saya masuk dulu, Mbak," pintanya pelan. Aku yang sedang banyak memikirkan masalah Mas Dafa pun sedikit terkejut."I-iya, boleh, silakan masuk," suruhku sambil membentangkan tangan ini. Kemudian, menyuruhnya duduk dengan menyodorkan tangan ini ke arah kursi."Terima kasih banyak, Mbak. Perkenalkan nama saya Yuri, saya istri dari Aditya, temannya suami Mbak," ucapnya membuatku bernapas lega. Rupanya ia juga seorang istri dari teman kerja suamiku."Oh, pantas saja saya seperti tak asing dengan wajah kamu, rupanya istrinya Adit," jawabku dengan senyum mengembang. Ada perasaan bahagia, ternyata yang datang bukan selingkuhan Mas Dafa, tapi ada rasa cemas juga, khawatir ia ke sini membawa kabar buruk.Aku bangkit hendak ingin menyediakan minuman untuknya. Namun, ia mencegahku dengan menarik lengan ini. "Mbak, tidak usah repot-repot, saya tahu Mbak Aura mau mau ambil minum untuk saya, kan?" tanyanya."Ya, tadinya saya ingin menyuguhkan minuman," jawabku sungkan.Kemudian, setelah aku kembali duduk, ia pun celingukan."Mbak, di rumah ini hanya ada Mbak Aura, kan?" tanyanya pelan, mungkin ia takut ada orang lain yang berada di rumah ini."Iya, saya sendirian. Suami sedang touring. Adit ikut juga, kan?" tanyaku balik pada wanita cantik yang sepantaran aku itu. Namun, gaya pakaiannya masih terbilang modis dan seperti anak muda. Teringat perkataan Mas Dafa, bahwa istrinya Adit memang wanita karier, jadi wajar saja pakaiannya masih modis, ia bekerja di kantoran."Iya, Mas Adit ikut touring, makanya aku ke sini, ada yang ingin kubicarakan pada Mbak Aura."Aku semakin penasaran dengan gelagat dari Yuri. Ada apa ia sampai rela ke sini, apa jangan-jangan Yuri pun tahu masalah wanita yang ada di dalam grup touring kemarin?"Apa kamu ke sini mau memberikan informasi seputar grup touring suami kita?" tanyaku menyelidik. Posisi dudukku berubah agak maju ke depan seraya penasaran dengan apa yang ingin ia katakan."Mbak sudah tahu? Aku ke sini mau bahas itu, apa ada yang Mbak lebih tahu dari apa yang aku temukan semalam?" Sederet pertanyaan ia lontarkan membuatku sedikit mengernyitkan kedua alisku."Satu-satu nanyanya, santai saja kita sama-sama wanita."Yuri pun tertawa tipis sambil menutup mulutnya dengan satu telapak tangan."Mbak, aku tuh curiga dengan suamiku, apa suami Mbak juga ada gelagat mencurigakan?" tanyanya kini semakin jelas. Ya, tujuan ia ke sini sama sepertiku, ia mencium bau ketidakjujuran pada suaminya."Nah, mau bicarakan soal ini harus adem, aku ambil minum dulu biar kamu lebih enak ceritanya," usulku kini beranjak dari duduk, dan segera mengambil minuman untuknya.Aku ambil air putih dingin yang tersedia di dalam lemari es, lalu menyuguhkannya untuk Yuri. "Terima kasih, Mbak. Aku minum dulu ya," ucap Yuri kemudian ia meneguknya. Aku tersenyum tipis melihat sikapnya, ternyata usia tidak menjamin sikap ke kanak-kanakan ada dalam diri, pergaulan Yuri yang masih bergaul dengan anak-anak muda yang membuatnya masih bersikap seperti anak-anak."Kamu itu lucu Yuri, usiamu berapa?" "29 tahun, Mbak. Beda setahun sama Mbak Aura," jawabnya."Loh, kamu tahu usiaku sudah 30 tahun?" tanyaku heran tapi diiringi canda tawa padanya."Tahulah Mbak, Aku sering tanya pada Mas Adit. Nah belakangan ini sekitar tiga bulanan Mas Adit berubah, jarang ngobrol sama aku, dan lebih sering ikut touring tiap bulan," jelas Yuri membuat hatiku bergetar. "Oh gitu ya. Lalu kamu curiga pada Adit hanya karena beda dan berubah?" tanyaku dengan mengangkat kedua alis.Kemudian, Yuri lebih mendekatiku. Ia meraih ponsel yang diletakkan di atas meja, kemudian ia mengusap layar ponselnya."Awalnya dari sikap, dan beberapa hari ini aku curiga dari grup yang ia sering hapus, jadilah aku meminta seorang teman untuk menyadap chat W******p nya," ucapnya membuatku semakin semangat untuk mendengarkan apa yang ia temukan setelah menyadap chat W******p nya."Suamiku handphone nya dikunci, padahal aku juga penasaran sejak melihat dari layar depan temannya memberikan foto dan sebut wanita itu bening," jelasku pada Yuri."Oh, itu foto untuk temannya yang baru saja gabung, Mbak. Aduh gimana ya, Mbak baca saja sendiri isi chat grup itu semalaman, aku sampai nggak tidur hanya karena membaca semua obrolan mereka, geram aku juga, Mbak," tutur Yuri membuatku semakin panas.Kemudian, Yuri memberikan ponselnya yang sudah masuk ke sebuah chat grup club para suami. Baru membaca satu pesan saja aku sudah jijik dan muak dengan obrolan yang berada di grup tersebut."Ini aku kembalikan," ucapku sambil menutup kening ini dengan tangan seraya pusing dan tak sanggup scroll obrolan mereka.
"Loh, Mbak belum baca, ini masih belum discroll," kata Yuri dengan raut wajah keheranan."Nggak sanggup aku bacanya, jijik," jawabku lagi."Baca dulu, agar lebih paham," suruh Yuri sambil menyodorkan ponselnya kembali. Jantungku berdegup kencang, khawatir ada chat yang benar-benar membuatku emosi. Namun, teringat kembali bahwa Mas Dafa semalam tidur lebih awal, kemungkinan ia tak ikut nimbrung dalam obrolan tersebut.BersambungBab 4[Kita di grup ini sudah biasa melakukan kegiatan ini. Kita lelaki jangan mau berdiri di ketiak istri. Setuju? Untuk yang belum punya selir, dan minat monggo japri.]Salah satu chat di grup yang terlihat bernama Adli.[Emang ada yang batal ikut gara-gara istrinya nggak izinin? Si Dafa apa ya? Dia nggak muncul-muncul dari tadi, padahal dah ditungguin sama ....]Sebuah ledekan dari Dani. Aku ingat kembali, lelaki itu sepertinya memang sering main ke sini.[Kagak, gue ikut, cuma dah ngantuk nih, tambah lagi bini gue juga dah di kamar. Udahlah gue tidur dulu.] Pesan terakhir dari Mas Dafa yang dikirim ke grup club mobil yang ia ikuti.[Ini foto cewek untuk besok, bening kan?] Chat ini yang kubaca ketika Mas Dafa sudah tengah terlelap.Baiklah, lebih baik aku sudahi saja scroll chat mereka. Rasanya malah membuat hati hancur saja, tak ada gunanya menghancurkan hati sendiri, yang terpenting untu
Bab 5"Video sedang joget bersama biduan dangdut, mana bisa ini dijadikan bukti bahwa suami kita selingkuh," cetusku pada Yuri. Ia pun terkejut mendengar penuturanku."Loh, hanya video sedang joget? Aduh bagaimana sih Raka, bukankah aku suruh cari bukti yang dapat menguatkan kita. Nanti kucoba suruh Raka telusuri lagi," ujar Yuri juga turut kesal dengan apa yang kami dapatkan.Yuri meletakkan ponselnya kembali, ia tidak bicara apa-apa pada mata-mata yang telah ia sewa untuk mengintai suami kami yang tengah asik liburan."Emm, kamu tidak berusaha hubungi mata-mata kamu lagi?" tanyaku agak sungkan. Kemudian, Yuri tersenyum sambil melihat ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Masih sore, aku yakin sekali mereka masih menikmati suasana dingin bersama teman dan biduan itu, belum melakukan apa-apa di sana, kita tunggu agak malam, ya Mbak," tutup Yuri sembari bersandar di sofa.Aku pun
Bab 6Kulihat wanita usia kisaran dua puluh tahunan menggandeng erat lengan lelaki yang telah bersamaku bertahun-tahun. Sakit dan perih menyayat hati ini ketika wanita itu dengan beraninya bersandar di bahu suamiku. Tak terasa air mata yang sejak tadi tersimpan di sudut netraku pun mengalir perlahan.Aku menghela napas berat, kemudian menyeka air mata yang telah terlanjur tumpah. Ada bayangan sekelebat di mata ini, bahkan menguatkan agar tegar, yaitu sosok anak yang kini berada di rumah orang tuaku. Ya, aku ibu yang kuat, tak boleh cengeng menangisi orang yang tak berguna jadi kepala rumah tangga."Ini ada Adit juga, ia merangkul pinggul wanita seksi berusia muda, sepertinya baru lulus kuliah," ucapku sembari menyodorkan ponsel Yuri. Ia pun meraihnya dengan memasang senyuman kuat, Yuri terlihat tegar, aku harus seperti dia, tak boleh rapuh."Sudah kuduga, dia mencari daun muda, kita lihat saja,
Bab 7"Emm, kita akan menang, Yuri. Kertas itu akan menjadi akhir Dafa dan Adit. Mereka akan menyesal telah mempermainkan kita," tuturku pada Yuri. Ia pun menghela napas panjang sambil tersenyum tipis di hadapanku."Ide bagus, lelaki seperti mereka memang harus dimusnahkan, memang dasar lelaki tak ada puasnya," umpat Yuri terdengar sangat kesal.Setelah mendapatkan kabar dan bukti dari Raka. Kami agak sedikit lega, perlahan semua akan terkuak dan mereka akan malu dengan sendirinya."Aku pamit dulu, ya. Senin kita ke tempat kerja mereka, dan memberikan kejutan spesial untuknya," cetus Yuri sambil merapikan tas yang ia bawa."Iya, mereka akan berakhir esok hari, setelah semalaman bersenang-senang," candaku pada Yuri. Kami pun tertawa lepas seketika, beban dan sakit hati kami lupakan sejenak.Kemudian, tak lupa aku bertukar nomor kontak agar lebih mudah komunikasi nanti
Bab 8Aku segera membuka pintunya sambil menyiapkan alasan jika itu benar mertuaku yang datang.Kubuka pintu dengan lebar, dan setelah melihat sosok yang datang aku pun menghela napas lega."Mbak Kinan, ada apa Mbak?" tanyaku pada tetangga yang datang. Ternyata tetangga sebelah rumah yang ke sini. Kulihat ia membawa mangkuk yang ditutupi piring."Aku masak tumis jamur, cobain deh, Mbak," ucapnya sembari menyodorkan mangkuk tersebut. Aromanya sungguh menggugah selera, pasti enak rasanya. Ya, Kinan memang pandai memasak, tiap kali ia masak aku selalu kebagian mencicipi."Wah, dari aromanya saja sudah bikin lapar, makasih banyak ya," ucapku sambil mengendus-endus makanannya."Itu temannya Mbak Aura?" tanya Kinan. Sebaiknya aku harus
Bab 9"Apa sih teriak-teriak?" tanya Mas Dafa, ia pun bertanya dengan nada sedikit meninggi. Tiba-tiba aku teringat ucapan Yuri, besok adalah hari kehancuran para suami yang berkhianat. Sepertinya tak perlu lah tanyakan celana dalam yang kutemukan dengan memakai otot. Buang-buang tenaga saja."Mas Dafa yang katanya tampan, aku mau tanya ini milik siapa? Kenapa ada di tas kamu?" tanyaku dengan mengangkat kedua alis. Tanganku memegang celana dalam hanya dengan ujung jari. Tak lupa aku tutup lobang hidung ini dengan tangan sebelah kanan."A-anu, Sayang. A-aku pun nggak tahu itu milik siapa, hemm jangan-jangan anak-anak yang lain nih iseng biar kita ribut," elak Mas Dafa dengan terbata-bata.Sudah kuduga, ia takkan mengakui meskipun bukti ada di depan mata. Padahal ada bukti yang lebih akurat lagi sudah dipegang oleh Yuri
Bab 10POV DafaSudah hampir setahun setengah aku menjalani pernikahan siri dengan Ayumi Titta Devi. Seorang gadis desa yang dikenalkan oleh Pak Gilang, atasan di pabrik.Awalnya kami mendirikan club mobil untuk touring sekadar refreshing. Namun, Pak Gilang menyodorkan seorang wanita cantik, muda, dan baby face tentunya.Tidak hanya aku yang disodorkan, semua yang ikut club disodorkan olehnya. Namun, ada beberapa yang menolak dengan alasan belum bisa berlaku adil dengan istri pertamanya.Malam sebelum berangkat touring, ponselku berisik hingga malam. Aku sempat tertidur karena kelelahan, tapi tiba-tiba saja mata ini terbuka kembali. Lalu kulihat layar ponsel penuh dengan notifikasi grup. Kutengok ke arah Aura yang sudah terbaring, terlintas kekhawatiran bila Aura membaca sedikit pesan yang ada di jendela ponselku. Meskipun aku kunci
Bab 11POV Dafa"Kamu itu mempertanyakan sesuatu yang benar-benar di luar wewenang kamu, ini uangku, terserah dong mau untuk apa, kan yang bayar juga aku nantinya, kalau kamu tidak percaya dengan ucapanku, ya sudah, jangan perpanjang masalah kecil jadi besar," tegasku pada Aura. Ya, aku harus menegaskan ini padanya. Ia tak punya hak untuk mengatur uang yang aku peroleh dari keringat sendiri, yang terpenting nafkah untuknya tetap aku berikan."Ya, aku tidak berhak, mentang-mentang hanya ibu rumah tangga, kalau begitu caranya, aku akan cari kerja juga, biar kamu tak seenaknya melakukan ini terhadapku," pungkasnya terkesan merajuk. Ia balik badan, lalu tarik selimut untuk segera tidur."Loh, aku belum makan, kenapa sudah tidur?" tanyaku sambil menarik selimutnya kembali."Bodo amat, kamu cari makan sendiri saja," timpalnya berl