Bab 10
POV Dafa
Sudah hampir setahun setengah aku menjalani pernikahan siri dengan Ayumi Titta Devi. Seorang gadis desa yang dikenalkan oleh Pak Gilang, atasan di pabrik.
Awalnya kami mendirikan club mobil untuk touring sekadar refreshing. Namun, Pak Gilang menyodorkan seorang wanita cantik, muda, dan baby face tentunya.
Tidak hanya aku yang disodorkan, semua yang ikut club disodorkan olehnya. Namun, ada beberapa yang menolak dengan alasan belum bisa berlaku adil dengan istri pertamanya.
Malam sebelum berangkat touring, ponselku berisik hingga malam. Aku sempat tertidur karena kelelahan, tapi tiba-tiba saja mata ini terbuka kembali. Lalu kulihat layar ponsel penuh dengan notifikasi grup. Kutengok ke arah Aura yang sudah terbaring, terlintas kekhawatiran bila Aura membaca sedikit pesan yang ada di jendela ponselku. Meskipun aku kunci
Bab 11POV Dafa"Kamu itu mempertanyakan sesuatu yang benar-benar di luar wewenang kamu, ini uangku, terserah dong mau untuk apa, kan yang bayar juga aku nantinya, kalau kamu tidak percaya dengan ucapanku, ya sudah, jangan perpanjang masalah kecil jadi besar," tegasku pada Aura. Ya, aku harus menegaskan ini padanya. Ia tak punya hak untuk mengatur uang yang aku peroleh dari keringat sendiri, yang terpenting nafkah untuknya tetap aku berikan."Ya, aku tidak berhak, mentang-mentang hanya ibu rumah tangga, kalau begitu caranya, aku akan cari kerja juga, biar kamu tak seenaknya melakukan ini terhadapku," pungkasnya terkesan merajuk. Ia balik badan, lalu tarik selimut untuk segera tidur."Loh, aku belum makan, kenapa sudah tidur?" tanyaku sambil menarik selimutnya kembali."Bodo amat, kamu cari makan sendiri saja," timpalnya berl
Bab 12POV AuraLelaki memang sering kali berkelit dalam kebohongan yang ia buat. Sudah bohong lalu menutupi kebohongan lainnya dengan kebohongan lagi dan lagi. Itu semua sudah menjadi hal yang lumrah sering ditemui di sekitar.Baiklah, masalah emas yang ia gesek melalui kredit card sudah aku tutup, anggap selesai dan tak pernah ada masalah soal ini, itu yang Mas Dafa harapkan.Aku segera tarik selimut, begitu pun Mas Dafa, ia ikut tidur dalam keadaan perut kosong, sebab aku tak mau diajaknya cari makan.***Pagi ini aku sarapan dengan sudah berpakaian rapi. Kemudian, Mas Dafa pamit dengan terburu-buru, seperti biasa ia pergi dengan menggunakan motor kesayangannya.
Bab 13POV Aura"Mungkin salah orang, Mas, saya nggak pernah keluar rumah jika tidak bareng suami," sanggahku terhadapnya.Lelaki itu diam sejenak, sepertinya mengingat kembali wajahku. Namun, tiba-tiba Mas Dafa mengeluh kesakitan kaki dan tangannya. "Aw! Sakit, Dek. Seluruh badan aku sakit, apalagi kaki dan tangan," keluh Mas Dafa."Mas, memang kerjaan Mas Dafa selama ini berat ya? Kok sampai begini?" tanyaku pada lelaki tadi, ini kesempatanku untuk mengalihkan pembicaraan juga."Dafa pindah bagian, Mbak. Sekarang di bagian limbah, mungkin karena baru pegang kerjaan ini jadi belum terbiasa," jelas lelaki itu.Aku pura-pura tidak mengetahui, dan pura-pura simpatik pada Mas Dafa."Mas, kamu dipindah kerjanya? Kenapa bisa dipindah? Yang sabar ya, Mas," ungkapku sambil memijat kakinya."Kalau begitu, kami pamit dulu ya, Mbak," ucap rekan yang satunya.Setelah mereka pe
Bab 14POV AuraAku terus menyecar Mas Dafa di hadapan mama dan papa mertua. Sebab, mereka pun tidak mengetahui kelakuan anak lelakinya. Aku ingin tahu kira-kira apa reaksi mereka setelah mengetahui semuanya."Tunggu, Dafa, maksudnya gimana sih? 2 juta kamu transfer Mama atau justru sebaliknya?" tanya mama kini semakin membuat mataku membulat. Dari pertanyaan yang barusan mama lontarkan, aku bisa mencerna bahwa mama yang memberikan transferan untuk Mas Dafa."Mah, jadi Mas Dafa itu bilang bahwa ia memberikan Mama tiap bulan 2 juta, itu rutin, kalau tidak salah sudah setahun setengah, makanya Mas Dafa tak punya tabungan," jelasku dengan senyum mengembang.Mama yang tadinya berdiri kini duduk di sebelah anaknya. Sepertinya ia ingin dengar dari mulut anaknya sendiri."Kamu minta 2 juta pada Mama tiap bulan, bukan terbalik gini, jelaskan pada Aura seperti itu biar tidak ada lagi salah paham," suruh mama.
Bab 15POV AuraAku giring orang tuaku ke arah kamar, agar sekalian berkumpul dengan besannya. Mereka pun saling berjabat tangan ketika bertemu satu sama lainnya.Mas Dafa yang berbaring pun mengulurkan tangannya pada kedua orang tuaku."Kamu sakit apa, Dafa?" tanya Papa Malik setelah Mas Dafa mengecup punggung tangannya."Seluruh tubuhku sakit, Pah. Rasanya seperti dipukuli warga sekampung," jelas Mas Dafa pada papaku.Kiana rindu juga pada papanya, ia menyergap tubuhnya seperti biasa. Aku yang tadi sedang menggenggam tangan Kiana pun ikut menghampirinya.Pelukan hangat seorang anak untuk papanya takkan ia rasakan lagi setelah ini. Aku berjanji ini untuk yang terakhir kalinya tubuh anakku berada di pelukan lelaki tak punya hati itu. Setidaknya Mas Dafa memikirkan
Bab 16POV AuraAku serahkan kertas yang sudah kuambil. Pertama kalinya, aku perlihatkan kepada kedua mertuaku yang tadi sempat tak percaya dengan kata-kataku."Ini, silakan dibaca," ucapku sembari menyerahkan kertas padanya.Kulihat matanya memerah ketika membaca isi dari surat yang kuberikan. Lalu bola matanya pindah ke arah suaminya, yaitu Papa Kaisar. Setelah itu, mereka saling beradu pandang, dan kertas itu diambil paksa papaku, Papa Malik.Kedua orang tuaku membacanya bersama-sama, lalu mereka pun menghela napas berat bersamaan. Sakit pastinya setelah mengetahui anaknya disakiti oleh lelaki yang pernah berjanji untuk setia sehidup semati.Mata mama memandangku sendu, ketidaktegaan terhadap anak semata wayangnya terpancar di wajahnya. Namun, tidak dengan mertuaku, Mama Erlin. Matanya m
Bab 17POV DafaAku terkejut ketika dipanggil oleh HRD, dan itu adalah surat SP 1. Ya, aku dan Adit menerima SP 1 sekaligus dipindahkan pada bagian limbah."Kami di SP tanpa alasan, Bu?" tanyaku pada HRD."Bukan tanpa alasan, pastinya ada alasan, kami menerima dari laporan dari Pak Gilang bahwa kerjaan kalian tidak beres," ungkapnya.Pak Gilang? Sungguh ini di luar nalar, lelaki itu telah menusuk kami dari belakang. Bukankah ia telah mengimingi kami jabatan jika menuruti semua perintahnya. Justru sekarang malah sebaliknya, kami ditendang dari team produksi.Aku dan Adit saling beradu pandang, kami hanya mampu pasrah, sebab ini sudah menjadi keputusan management."Baiklah, kalau begitu kami pamit," ucapku berjalan keluar ruangan.
Bab 18POV Dafa"Gimana, Dafa?" tanya mama ketika aku menutup telepon."Nggak bisa, Mah. Aku sudah tidak ditanggung asuransi lagi. Leaderku tidak amanah ketika aku izin kemarin.""Lalu bagaimana? Papa belum gajian, ada uang tapi paling dua juta." Aku berpikir sejenak, menghela napas panjang lalu teringat limit kartu kreditku. Kalau ATM, memang sudah tak lagi ada isinya. Seminggu lalu, Ayumi minta ditransfer dadakan, katanya untuk tambahan uang muka membeli rumah."Ya sudah, Pah. Sebentar, aku pakai kartu kredit saja. Limit masih banyak, baru terpakai 8,5 juta." Aku merogoh dompet, dan segera mengeluarkan kartu kredit yang kupunya. Namun, aku cari satu persatu, kartu itu tak ada di dompet. Hanya tersisa ATM yang sudah tidak ada lagi saldonya."Gimana, ada nggak?" tanya papa lagi meyaki