Share

03. ~BCSI~

"Arcelia, kamu jangan membuat aturan yang gila! Robek kertas itu! Aku tidak setuju!" Pinta Karan sangat panik.

Arcelia lantas menjauh dari Karan yang bergerak tidak beraturan mendekat padanya, Karan mirip sekali dengan ulat bulu. "Oh, tidak bisa. Kamu menjanjikan neraka padaku, sebagai istri yang baik aku juga harus menyuguhkan hal yang sama, wahai suami."

Karan benar-benar kehilangan kata-kata dengan kelakuan sang istri. "Arcelia!!" Laki-laki itu berteriak merasa frustasi.

"Iya, suamiku? Apa kamu kekurangan selimut? Kurang hangat, ya," balas Arcelia meledek.

Karan menggeleng, dalam keadaan terikat seperti itu sungguh membuatnya begitu tersiksa, andai saja tidak diikat Karan sudah pasti akan menerkam sang istri tanpa ampun.

"Arcelia, semua bisa dibicarakan secara baik-baik. Lepaskan aku, kita buat kesepakatan yang masuk akal."

Arcelia melayangkan tatapan tajam. "Dengan baik-baik? Apa menurutmu ada kemungkinan jika aku bisa percaya terhadap pembohong sepertimu. Bahkan kamu berbohong pada semua orang. Bisa-bisanya kamu sangat baik dalam berpura-pura, aku benar-benar takjub padamu."

Arcelia menggelengkan kepala. Mata gadis itu fokus mengamati wajah rupawan Karan yang terlihat tenang dan berwibawa. Benar-benar jauh dari peran antagonis. Wajah dan sikap yang selama ini telah menipunya.

"Tidak ada kebohongan, aku memang begini. Seperti apa penilaian mereka terhadapku, terserah kalian, itu diluar kendaliku."

Sejenak Arcelia terdiam, apa yang dikatakan Karan ada benarnya. Namun mengapa Karan membangun citra baik sementara aslinya ia seperti ibl*s?

"Arcelia, ayo lepaskan aku. Aku akan membuat kesepakatan yang tidak akan merugikan kamu. Biar aku beri tahu alasan mengapa aku melamarmu-"

"Apa, kenapa? Ingin menyiksaku, apa salahku padamu?" tanya Arcelia penasaran.

Karan memang datang melamarnya secara tiba-tiba. Mempertimbangkan dalam waktu yang singkat, Arcelia lantas menerima Karan, karena memang sudah sejak lama ia mengagumi laki-laki itu, tanpa tahu yang sebenarnya. Bukan hanya karena itu saja. Kakek Karan pun turut serta dalam meyakinkan dirinya. 

Didukung oleh kedua orang tuanya yang begitu cocok dengan Karan, hingga membuat Arcelia terjerumus dalam pernikahan tidak sehat ini.

"Karena aku tertarik padamu. Aku tidak mengira kamu akan menerimaku, awalnya hanya coba-coba," ungkapnya jujur.

Selain itu, Karan menghindari suatu hal hingga ia mengambil langkah untuk menikah.

Kata coba-coba kembali membakar rasa marah dan kecewa Arcelia. Kecewa pada dirinya sendiri karena telah menerima Karan.

"kamu bilang coba-coba? Si*l! Kau pikir aku ini apa! Dasar laki-laki sinting! Aku benar-benar menyesal telah mengagumi makhluk sepertimu!" teriak Arcelia sembari melempari Karan dengan semua bantal yang ada termasuk bantal sofa.

"Mengagumiku lalu mencintai adikku?" gumam Karan sinis, namun Arcelia tidak dapat mendengarnya.

"Aku tidak mau tau. Besok kita bercerai, terserah mau membuat alasan apa. Yang penting ceraikan aku!"

"Tidak akan pernah. Apa yang sudah menjadi milikku, maka akan selamanya tetap menjadi milikku!" Karan berucap dengan tegas. Kilatan amarah, dendam dan sungguh-sungguh terlihat pada mata minimalis laki-laki itu.

Hal itu membuat Arcelia bergidik ngeri, aura Karan pun ikut berubah. Mengerikan.

"Mari merevisi surat kesepakatan itu," lanjut Karan.

"Tidak mau! Ini adalah jaminan hidupku," tegas Arcelia.

'Tidak boleh gentar apa lagi terlihat takut.'

Sejenak Karan terdiam memikirkan sesuatu. "Baiklah kalau begitu lepaskan, aku. Ini sudah pagi," kata Karan usai melirik jam yang tergantung di dinding. Pukul setengah lima pagi.

Mendapat persetujuan yang mudah, menimbulkan rasa curiga bagi Arcelia. Gadis itu meningkatkan kewaspadaannya.

"Tidak. Matahari belum terbit itu tidak bisa menjamin."

Menghembuskan napas lelah. Karan melirik kertas yang masih di pegang oleh Arcelia. "Kau sudah memiliki itu. Untuk apa takut?"

"Entah." Arcelia menyimpan kertas itu. Lalu melangkah memasuki kamar mandi meninggalkan Karan.

Usai mandi dengan rambut yang basah, Arcelia hendak keluar dari kamar.

"Arcelia, sampai kapan kamu akan mengikatku seperti ini?"

"Tunggu sebentar, aku akan menunjukkan baktiku sebagai seorang istri." Tentu saja bakti untuk pertahanan diri, lanjutnya dalam hati.

Usai mengatakan itu. Arcelia keluar dari kamar.

"Sebenarnya apa tujuannya mau menikah denganku? Alasan satu-satunya adalah harta, tapi dilihat dari sikapnya itu sedikit membuatku ragu," gumam Karan.

Arcelia tengah berkutat di dapur, menyiapkan sesuatu untuk Karan.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" 

Menoleh kebelakang, Arcelia mendapati, Mona. Ibu mertuanya, menatap penuh selidik padanya. Seakan Arcelia adalah pencuri.

"Membuat sarapan untuk Karan, Ma," jawab Arcelia dengan senyum tipis.

"Sepagi ini?" Tanyanya sinis.

"Iya, apa salahnya sarapan lebih pagi?"

Mona melipat kedua tangannya di depan dada, dagunya terangkat menatap Arcelia dengan angkuh. "Setiap pagi kami sarapan bersama, apa kamu mau mengubah kebiasaan itu? Kamu baru jadi menantu seharusnya mengikuti aturan di rumah ini, bukanya tidak sopan begini." Mona berucap dengan nada sinis.

Menarik napas dalam lalu menghembuskan secara perlahan. Arcelia masih menampilkan senyum manis. Pertama, dia mendapat suami jahanam dan dibonusi ibu mertua model Valak. Sungguh apes sekali.

"Bukan seperti itu, kami pengantin baru. Jadi mohon pengertiannya, ya, Ma. Eh, Mama 'kan udah pengantin kadaluarsa, jadi mungkin lupa, ya. Bagaimana indahnya pengantin baru yang butuh banyak energi." 

Energi untuk bertarung menyelamatkan diri. 'Keluarga tidak beres, kesopanan tidak diperlukan di keluarga ini.'

Mendapat jawaban seperti itu, bibir Mona reflek terbuka antara kaget dan geram akan keberanian Arcelia.

Arcelia melanjutkan kegiatannya, dengan sengaja gadis itu memotong-motong udang dengan gerakan brutal. Yang mana membuat Mona takut.

"Karan benar-benar salah memilih istri!" Mona menggerutu sembari meninggalkan dapur.

"Di sini akulah yang paling sial masuk ke dalam kandang kalian para manusia jelmaan!" Sewot Arcelia sembari melempar pisau karena kesal.

Selesai menyiapkan sarapan, Arcelia lantas membawanya menuju kamar. Di depan pintu, gadis itu terdiam, menyiapkan mental untuk menghadapi suami jahanamnya.

"Tenang, mari kita bermain permainan bertahan hidup."

Arcelia membuka pintu, terlihat Karan masih di posisi yang sama, tergeletak di atas karpet.

"Lepaskan aku, Arcelia." Suara Karan terdengar sekali sedang menahan marah.

Arcelia tersenyum, gadis itu menghampiri Karan sembari membawa nampan berisi nasi goreng dan minuman.

"Aku tau kamu pasti lelah dan lapar. Ayo makan dulu." Satu sendok nasi goreng, Arcelia arahkan pada bibir Karan.

Tentu saja Karan merasa curiga, laki-laki itu melengos. "Dari pada nasi goreng, aku lebih ingin memakanmu," sewotnya.

Arcelia terkekeh, ia lalu membelokkan sendok itu pada mulutnya sendiri. "Tidak ada racun di dalamnya. Lihat, aku berani memakannya. Ini murni sisi kemanusiaanku sebagai istri yang ingin berbakti. Ayo makan."

Melihat Arcelia yang memakan beberapa suap, dapat mengurangi rasa curiga Karan. Pada akhirnya laki-laki itu menerima setiap suapan hingga nasi goreng buatan Arcelia habis.

Tersenyum senang, Arcelia kemudian menepuk-nepuk kepala Karan secara pelan layaknya memperlakukan hewan peliharaan. Hal itu tentu sangat menguji emosi Karan, membuatnya merasa begitu dipermainkan.

"Arcelia, lepaskan aku. Aku sudah menahan ingin buang air kecil dari semalam," kata Karan dengan suara datar.

"Baiklah-baiklah."

Usai terlepas, Karan segera masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Arcelia membuka setiap tirai serta jendela.

"Arcelia, perjuanganmu dimulai. Bukan hanya suami jahanam yang harus dihadapi tapi juga mertua Valak," gumamnya.

Arcelia memejamkan mata, menghirup udara pagi yang menyegarkan. Namun saat akan menghembuskan napas, ia tercekat. Merasakan ada tangan yang melingkar di perutnya serta hembusan nafas yang menerpa kulit lehernya.

"Kena kau, istri durhaka. Kau pikir karena ada perjanjian itu aku tidak berani melakukannya? Salah, ini adalah hak 'ku. Kau akan habis saat ini juga." Karan menyeringai devil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status