Ellen dan ibunya telah masuk ke kamar masing-masing. Sedangkan ayah masih duduk termenung di sofa ruang keluarga. Masih teringat ucapan putrinya tadi. Dulu dia begitu menyayangi sang putri. Namun, sejak kepergian sang istri dia jadi membenci Yaya.Apa lagi setelah dia menikah lagi dengan mantan kekasihnya dulu, Maura. Mereka dulu pernah berpacaran."Maafkan Ayah, melihatmu seperti aku melihat ibumu hidup kembali, Yaya. Itulah alasannya ayah selalu menghindari kamu. Sedih dan benci bercampur jadi satu. Ibumu meninggal karena ingin menjemputmu ke sekolah. Sehingga dalam pikiran ini, kau lah penyebab kematian ibumu," gumam Ayah dalam hatinya.Ayah Yaya menghisap rokoknya kembali.Saat dia sedang termenung, dia melihat Yaya keluar dari kamarnya dengan menyeret tas koper. Pandangannya tajam, menatap sang putri tanpa kedip.Saat Yaya makin dekat dengannya, pria itu berdiri. Kali ini Yaya yang menatap tajam pada sang ayah."Mau kemana kamu? Ini sudah malam!" ucap Ayah dengan suara sedikit le
"Ibu, apa kabar? Tak baik marah-marah. Bukankah ini hari bahagia putri Ibu!" ucap Yaya sambil tersenyum.Ibu Maura mengepalkan jari tangannya mendengar ucapan anak tirinya itu. Ya selalu saja mengucapkan kata-kata yang membuatnya emosi."Pergilah kau dari rumah ini! Bukankah kau sendiri yang minggat, kenapa kembali di saat Ellen menikah. Jika tidak berkeinginan mengganggu pernikahan Ellen, buat apa kau datang lagi?" Ibu masih mengajukan pertanyaan yang sama."Bu, aku datang hanya ingin mengambil motorku. Di mana Ibu letakan. Aku ingin membawanya. Setelah itu aku akan pergi," jawab Yaya."Motormu sudah tak ada," balas Ibu Maura.Mata Yaya melotot mendengar jawaban dari ibu tirinya. Apa lagi yang mereka lakukan pada motor miliknya. Mana STNK motor ada di bawah jok."Maksud Ibu apa? Aku tak paham!" seru Yaya.Walau dia sudah bisa menebak apa yang telah mereka lakukan pada motornya, tetap saja dia ingin mendengar langsung dari bibir ibu tirinya itu. Gaya yakin semua yang dilakukan atas ke
Para tamu undangan yang terdiri dari tetangga masih menyicipi hidangan sehingga waktu untuk Yaya bicara masih panjang. Mungkin mereka pikir, Yaya hanya sekedar mengobrol dengan keluarganya saja. Tapi, tak sedikit yang memandang dengan tatapan heran. Mereka tahu jika Rian adalah tunangan Yaya, tapi yang dinikahi adiknya. Yang menjadi pertanyaan, kenapa gadis itu tak tampak sedih. Banyak yang ingin tahu kebenarannya. Yaya menyalami ayah dan ibunya. Berhadapan dengan sang ayah, air matanya tak bisa lagi dibendung. Bukan karena sedih, tapi kecewa. Pria yang seharusnya jadi cinta pertamanya tapi justru orang yang paling banyak menorehkan luka. Jika cinta pertamamu tidak bisa lagi memberikan kenyamanan, untuk apa masih bertahan. Anak hanya ingin menjaga kewarasannya. Jangan sampai dia nekat bunuh diri. "Ayah, aku pamit. Terima kasih atas semua yang pernah kau lakukan untukku. Baik itu kebahagiaan atau pun luka yang kau beri. Bagimu mungkin aku bukan putri yang baik, yang bisa kau bangg
Yaya menyeret kopernya menuju ruang tunggu. Hanya satu tas koper berisi pakaian kerja yang dia bawa. Tak ingin nanti saat mengambil pakaian di rumah ayahnya, akan ada drama lagi. Beruntung tabungannya kembali setelah dia meminta uang yang terlanjur di setor buat penyewaan pelaminan dan tenda. Saat sedang termenung, Yaya mendengar ponselnya berdering. Dia lalu mengambilnya dari dalam tas. Terlihat ada pesan masuk dari Rian. Dia membukanya. Entah di mana pria itu, sehingga bisa mengirim pesan."Ana, dari lubuk hatiku terdalam, aku mohon maaf. Mungkin kata maaf ini tak cukup untuk mengobati luka hati yang aku torehkan, tapi sebenarnya aku tak pernah bermaksud menyakiti hatimu. Aku merindukan setiap momen yang kita habiskan bersama. Aku merindukan sentuharımu, tapi menyakitkan karena aku tidak bisa bersamamu, karena akulah penyebab rasa sakit mu. Aku benar-benar minta maaf."Pesan pertama dari Rian. Ternyata itu terkirim dua jam yang lalu. Dan dibawahnya, ada pesan lain."Sayang, aku tel
Satu tahun telah berlaluTak terasa telah satu tahun Yaya bekerja di kantor pusat perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Tak ada kesulitan berarti yang dia temukan. Dengan keramahan dirinya, banyak karyawan yang langsung menyukai.Yaya juga tak segan bertanya jika ada yang salah. Dia langsung dapat teman akrab bernama Laras. Mereka tinggal di satu kamar kost yang sama. Tepatnya rumah untuk karyawan single yang disediakan perusahaan."Yaya, nanti makan siang di kafe depan kantor yuk! Bosan kalau di kantin terus, ajak Laras pagi ini."Ras, mikirin makan melulu. Baru aja nyampe. Belum mulai kerja, dah mikirin makan siang" jawab Yaya."Harus dong, kan moto hidupku, "hidup untuk makan" ucap Laras sambil tertawa.Kedua gadis itu lalu tertawa. Walau sambil becanda, mereka tetap melakukan pekerjaan. Sehingga tak ada pekerjaan yang terbengkalai.Yaya dan Laras telah menjadi teman baik sejak dia bekerja di kantor ini. Setiap hari, mereka selalu menyempatkan diri untuk pergi makan siang bersama.
"Siapa kamu? Kenapa ada di kamar mandi wanita?" tanya Yaya dengan suara penuh penekanan.Yaya menurunkan bajunya. Bukannya takut, pria itu justru tersenyum simpul mendemgar pertanyaan gadis itu.Melihat pria itu tersenyum, Yaya menjadi geram. Tangannya terkepal menahan amarah."Kenapa tersenyum? Dasar Oom-oom mesum! Pasti sengaja masuk kamar mandi perempuan untuk melihat gadis-gadis yang ke kamar mandi!" ujar Yaya dengan ketus.Pria itu masih diam, tak ada suara. Dia hanya menaik turunkan alisnya dan mengangkat bahunya, seperti mengatakan ketidak peduliannya. Pria itu lalu berjalan menuju pintu keluar.Yaya yang merasa belum puas menegur pria itu tak terima saat melihat dia ingin pergi. Cepat-cepat menahan dengan memegang pergelangan tangannya."Mau lari kemana, Om? Kamu harus dipertemukan dengan pihak keamanan. Jelaskan di pos jaga tujuan dan maksud kamu masuk ke kamar mandi wanita!" ucap yaya dengan penuh keyakinan."Kamu yang harus ke pos jaga! Masuk ke kamar mandi pria, pasti ingi
"Ternyata atasan kita adalah pria yang aku maki-maki di kamar mandi tadi" ucap Yaya pelan, tapi masih dapat di dengar dengan jelas. "Apa???" tanya Laras dengan suara keras. Dan lagi-lagi mereka menjadi pusat perhatian karyawan lainnya. Laras menutup mulutnya agar tak bersuara keras lagi. Dia lalu memandangi wajah Yaya dengan tampang memelas. "Mimpi apa kamu semalam? Kenapa sial banget hari ini?" tanya Laras dengan suara pelan takut ada karyawan lain mendengarnya. Yaya masih diam terpaku. Merenungi nasib sial dirinya hari ini. Kenapa juga dia salah masuk kamar mandi, pikir Yaya. Dia takut karena kesalahan ini dirinya akan di pecat. "Entahlah, kenapa aku ceroboh banget. Semua emang salahku sih" ucap Yaya menyalahkan dirinya. Laras mengelus punggung sahabatnya itu. Sebenarnya dia ingin tertawa melihat wajah Ana yang gugup dan pucat, karena kesalahan dia masuk kamar mandi. "Jadi kenapa kamu di panggil tadi? Apa untuk memarahi kamu saja?" tanya Laras. Yaya menepuk jidatnya. Baru sad
Di kediaman orang tua Yaya, tampak ayahnya sedang duduk termenung di ruang keluarga. Hari ini ayah Yaya tak masuk kerja karena merasa kurang enak badan.Di dalam kamar tampak Rian yang sedang bersiap-siap untuk kerja. Sejak menikah mereka memang tinggal bersama di rumah ayah kandungnya Yaya itu."Mas, ingat ya, aku mau kamu pinjam uang di koperasi. Aku mau beli gelang. Masa tetangga sebelah itu selalu meledekku, katanya ini karma bagiku karena merebut kamu dari Kak Yaya sehingga hidupku susah terus. Aku mau buktikan jika aku dan kamu bahagia." ucap Ellen.Rian menarik napas berat. Sejak menikah dengan Ellen, ada saja permintaan istrinya itu. Sehingga uang gajinya dari bulan ke bulan selalu saja kekurangan.Apa lagi anak mereka yang sejak lahir sudah menderita penyakit jantung bawaan sehingga harus berobat setiap saat. Beruntung tidak dalam tingkat yang parah. Hanya gejala ringan, tapi tetap saja anak mereka sering sakit dan kelelahan karena penyak
Yaya memandangi wajah atasannya dengan penuh tanda tanya. Heran melihat pria itu menepuk jidatnya."Pak, apa saya salah?" tanya Yaya dengan wajah heran."Cepat sarapan setelah itu ke ruangan saya. Hari ini kamu temani saya ke lokasi baru yang akan di bangun hotel!" ucap Bima.Joe masih tampak mengulum senyum, sehingga Yaya bertanya dengan kerlingan mata. Pria itu menjawab dengan mengangkat bahunya, memberi arti tak tahu, tapi senyum masih terus terpancar dari bibirnya."Pak, sekali lagi maaf. Atau Bapak bisa buka celana, biar saya cuci dan keringkan" ucap Yaya."Apa ...?" Joe dan Bima bertanya serempak. Terkejut dengan ucapan gadis itu."Kamu minta aku tanggalkan celana ku, dan itu berarti kamu menyuruh aku telanjang?" tanya Bima dengan nada tinggi.Beruntung mereka berada di lorong sehingga tak begitu menjadi pusat perhatian. Jalan ini menuju ke ruang kerja Yaya."Bukan, Pak. Bukan begitu maksud saya. Kalau Bapak punya celana ganti, atau ada lapisan celana pendek, biar saya cuci dan
Ellen berjalan mendekati ayah tirinya itu dan mengambil alih Tania. Wajahnya cemberut memandangi sang suami. Rian juga ikutan berdiri mengikuti istrinya."Aku pamit kerja," ucap Rian. Dia mengambil tas kerjanya. Pria itu tak sarapan karena istri atau ibu mertuanya jarang memasak atau menyiapkan sarapan. Dia hanya minum teh di kantor sebagai pengganjal perut menjelang makan siang. "Jadi selama ini kau terpaksa menikahi ku? Kau masih selalu ingat Kak Yaya, begitu Mas?" tanya Ellen.Dia meletakkan sang putri ke tempat tidur dan berdiri menghadap sang suami. Rian menarik napas dalam, tak tahu harus menjawab apa. Setiap hari ada saja bahan pertengkaran. Jika tak mengingat putrinya yang sakit-sakitan, Rian sudah minta pisah.Rian takut, jika dia minta pisah, anak mereka akan jadi korban. Sedangkan masih bersama saja, sang putri sering diabaikan."Aku tak mau bertengkar. Aku mau kerja, nanti bisa telat." jawab Rian.Seharusnya dia telah sampai di kantor. Ini saja sudah telat, tapi tadi dia
Di kediaman orang tua Yaya, tampak ayahnya sedang duduk termenung di ruang keluarga. Hari ini ayah Yaya tak masuk kerja karena merasa kurang enak badan.Di dalam kamar tampak Rian yang sedang bersiap-siap untuk kerja. Sejak menikah mereka memang tinggal bersama di rumah ayah kandungnya Yaya itu."Mas, ingat ya, aku mau kamu pinjam uang di koperasi. Aku mau beli gelang. Masa tetangga sebelah itu selalu meledekku, katanya ini karma bagiku karena merebut kamu dari Kak Yaya sehingga hidupku susah terus. Aku mau buktikan jika aku dan kamu bahagia." ucap Ellen.Rian menarik napas berat. Sejak menikah dengan Ellen, ada saja permintaan istrinya itu. Sehingga uang gajinya dari bulan ke bulan selalu saja kekurangan.Apa lagi anak mereka yang sejak lahir sudah menderita penyakit jantung bawaan sehingga harus berobat setiap saat. Beruntung tidak dalam tingkat yang parah. Hanya gejala ringan, tapi tetap saja anak mereka sering sakit dan kelelahan karena penyak
"Ternyata atasan kita adalah pria yang aku maki-maki di kamar mandi tadi" ucap Yaya pelan, tapi masih dapat di dengar dengan jelas. "Apa???" tanya Laras dengan suara keras. Dan lagi-lagi mereka menjadi pusat perhatian karyawan lainnya. Laras menutup mulutnya agar tak bersuara keras lagi. Dia lalu memandangi wajah Yaya dengan tampang memelas. "Mimpi apa kamu semalam? Kenapa sial banget hari ini?" tanya Laras dengan suara pelan takut ada karyawan lain mendengarnya. Yaya masih diam terpaku. Merenungi nasib sial dirinya hari ini. Kenapa juga dia salah masuk kamar mandi, pikir Yaya. Dia takut karena kesalahan ini dirinya akan di pecat. "Entahlah, kenapa aku ceroboh banget. Semua emang salahku sih" ucap Yaya menyalahkan dirinya. Laras mengelus punggung sahabatnya itu. Sebenarnya dia ingin tertawa melihat wajah Ana yang gugup dan pucat, karena kesalahan dia masuk kamar mandi. "Jadi kenapa kamu di panggil tadi? Apa untuk memarahi kamu saja?" tanya Laras. Yaya menepuk jidatnya. Baru sad
"Siapa kamu? Kenapa ada di kamar mandi wanita?" tanya Yaya dengan suara penuh penekanan.Yaya menurunkan bajunya. Bukannya takut, pria itu justru tersenyum simpul mendemgar pertanyaan gadis itu.Melihat pria itu tersenyum, Yaya menjadi geram. Tangannya terkepal menahan amarah."Kenapa tersenyum? Dasar Oom-oom mesum! Pasti sengaja masuk kamar mandi perempuan untuk melihat gadis-gadis yang ke kamar mandi!" ujar Yaya dengan ketus.Pria itu masih diam, tak ada suara. Dia hanya menaik turunkan alisnya dan mengangkat bahunya, seperti mengatakan ketidak peduliannya. Pria itu lalu berjalan menuju pintu keluar.Yaya yang merasa belum puas menegur pria itu tak terima saat melihat dia ingin pergi. Cepat-cepat menahan dengan memegang pergelangan tangannya."Mau lari kemana, Om? Kamu harus dipertemukan dengan pihak keamanan. Jelaskan di pos jaga tujuan dan maksud kamu masuk ke kamar mandi wanita!" ucap yaya dengan penuh keyakinan."Kamu yang harus ke pos jaga! Masuk ke kamar mandi pria, pasti ingi
Satu tahun telah berlaluTak terasa telah satu tahun Yaya bekerja di kantor pusat perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Tak ada kesulitan berarti yang dia temukan. Dengan keramahan dirinya, banyak karyawan yang langsung menyukai.Yaya juga tak segan bertanya jika ada yang salah. Dia langsung dapat teman akrab bernama Laras. Mereka tinggal di satu kamar kost yang sama. Tepatnya rumah untuk karyawan single yang disediakan perusahaan."Yaya, nanti makan siang di kafe depan kantor yuk! Bosan kalau di kantin terus, ajak Laras pagi ini."Ras, mikirin makan melulu. Baru aja nyampe. Belum mulai kerja, dah mikirin makan siang" jawab Yaya."Harus dong, kan moto hidupku, "hidup untuk makan" ucap Laras sambil tertawa.Kedua gadis itu lalu tertawa. Walau sambil becanda, mereka tetap melakukan pekerjaan. Sehingga tak ada pekerjaan yang terbengkalai.Yaya dan Laras telah menjadi teman baik sejak dia bekerja di kantor ini. Setiap hari, mereka selalu menyempatkan diri untuk pergi makan siang bersama.
Yaya menyeret kopernya menuju ruang tunggu. Hanya satu tas koper berisi pakaian kerja yang dia bawa. Tak ingin nanti saat mengambil pakaian di rumah ayahnya, akan ada drama lagi. Beruntung tabungannya kembali setelah dia meminta uang yang terlanjur di setor buat penyewaan pelaminan dan tenda. Saat sedang termenung, Yaya mendengar ponselnya berdering. Dia lalu mengambilnya dari dalam tas. Terlihat ada pesan masuk dari Rian. Dia membukanya. Entah di mana pria itu, sehingga bisa mengirim pesan."Ana, dari lubuk hatiku terdalam, aku mohon maaf. Mungkin kata maaf ini tak cukup untuk mengobati luka hati yang aku torehkan, tapi sebenarnya aku tak pernah bermaksud menyakiti hatimu. Aku merindukan setiap momen yang kita habiskan bersama. Aku merindukan sentuharımu, tapi menyakitkan karena aku tidak bisa bersamamu, karena akulah penyebab rasa sakit mu. Aku benar-benar minta maaf."Pesan pertama dari Rian. Ternyata itu terkirim dua jam yang lalu. Dan dibawahnya, ada pesan lain."Sayang, aku tel
Para tamu undangan yang terdiri dari tetangga masih menyicipi hidangan sehingga waktu untuk Yaya bicara masih panjang. Mungkin mereka pikir, Yaya hanya sekedar mengobrol dengan keluarganya saja. Tapi, tak sedikit yang memandang dengan tatapan heran. Mereka tahu jika Rian adalah tunangan Yaya, tapi yang dinikahi adiknya. Yang menjadi pertanyaan, kenapa gadis itu tak tampak sedih. Banyak yang ingin tahu kebenarannya. Yaya menyalami ayah dan ibunya. Berhadapan dengan sang ayah, air matanya tak bisa lagi dibendung. Bukan karena sedih, tapi kecewa. Pria yang seharusnya jadi cinta pertamanya tapi justru orang yang paling banyak menorehkan luka. Jika cinta pertamamu tidak bisa lagi memberikan kenyamanan, untuk apa masih bertahan. Anak hanya ingin menjaga kewarasannya. Jangan sampai dia nekat bunuh diri. "Ayah, aku pamit. Terima kasih atas semua yang pernah kau lakukan untukku. Baik itu kebahagiaan atau pun luka yang kau beri. Bagimu mungkin aku bukan putri yang baik, yang bisa kau bangg
"Ibu, apa kabar? Tak baik marah-marah. Bukankah ini hari bahagia putri Ibu!" ucap Yaya sambil tersenyum.Ibu Maura mengepalkan jari tangannya mendengar ucapan anak tirinya itu. Ya selalu saja mengucapkan kata-kata yang membuatnya emosi."Pergilah kau dari rumah ini! Bukankah kau sendiri yang minggat, kenapa kembali di saat Ellen menikah. Jika tidak berkeinginan mengganggu pernikahan Ellen, buat apa kau datang lagi?" Ibu masih mengajukan pertanyaan yang sama."Bu, aku datang hanya ingin mengambil motorku. Di mana Ibu letakan. Aku ingin membawanya. Setelah itu aku akan pergi," jawab Yaya."Motormu sudah tak ada," balas Ibu Maura.Mata Yaya melotot mendengar jawaban dari ibu tirinya. Apa lagi yang mereka lakukan pada motor miliknya. Mana STNK motor ada di bawah jok."Maksud Ibu apa? Aku tak paham!" seru Yaya.Walau dia sudah bisa menebak apa yang telah mereka lakukan pada motornya, tetap saja dia ingin mendengar langsung dari bibir ibu tirinya itu. Gaya yakin semua yang dilakukan atas ke