Peraturan kerja tambahan :
1. Datang ke rumah setiap hari senin sampai jum'at tepat pukul 6.00 WIB.
2. Menyiapkan keperluan dan kebutuhan Bos.
3. Tidak ada bantahan perihal pekerjaan.
4. Tidak ada kata terlambat.
5. Jika diperlukan, ikut dalam perjalanan bisnis baik ke luar kota maupun luar negeri.
6. Bersikap profesional.
7. Asisten bisa mendapatkan bonus jika ada pekerjaan tambahan di luar kerja.
Catatan :
Hal apa saja yang dibutuhkan Bos, bisa dipertanyakan dengan Bik Muti dan Billy. Lebih bagus untuk inisiatif sendiri.
》》》
Mita mendengus setelah membaca kembali peraturan yang di tulis tangan oleh Pak Vano siang tadi.
Inisiatif sendiri?
Gila aja, nanti kalau ada yang salah dinyinyirin lagi.
Pak Vano itu sepertinya tipikal bos yang ribet, suka menindas anak buahnya. Tapi ya bagaimana, masih untung Mita dapat diterima dengan lapang dada. Bahkan ketika kopi buatannya kepah
Keesokan hari, pagi menjelang. Masih petang sebab baru pukul lima dini hari. Jika biasanya Mita bangun pukul enam, kali ini dia terpaksa mengatur alarm nya untuk berbunyi jam lima dini hari. Lalu bersiap-siap mau berangkat bekerja. Demi apa, nggak ada pekerja kantoran yang berangkat pagi-pagi buta seperti dirinya. Jam setengah enam, ketika matahari belum nampak, yang biasanya warga Jakarta umumnya sedang bergumul dengan selimutnya, tetapi Mita sudah mengendarai motor scoopy fi sporty miliknya menuju rumah bos. Jika bukan karna gajinya yang besar. Gadis mata sipit itu nggak akan menerima tawaran kerja, apalagi bosnya itu CEO muda, tuan muda kaya seperti Vano. Bukannya apa-apa, Mita sudah bertekat untuk bekerja secara profesional. Tetapi Vano ada saja permintaannya. Tadi malam, Vano menghubungi jika dia harus datang sewaktu subuh, kemudian menghubungi lagi jam lima harus berangkat dari rumah dan terakhir menghubungi terserah mau berangkat jam berapa yan
Dalam hidup Mita, nilai akademik dan peringkat teratas adalah hal yang terpenting. Dia belum pernah berpengalaman dekat dengan pria. Bahkan bisa dibilang anti dengan hubungan percintaan. Karena baginya dulu, cinta atau pacaran sungguhlah mengganggu. Dia nggak ingin merusak nilainya hanya karena sibuk memikirkan pria. Tetapi ketika umur menginjak lebih dewasa, terlebih ketika lulus kuliah. Batinnya mulai menjerit ketika teman-temannya pamer pacar maupun gebetan atau seenggaknya cerita-cerita tentang pria yang disukai, cerita tentang tipe pria hingga keuwuan mendapatkan perhatian pasangan. Lalu apa, Mita nggak pernah ada pengalaman suka dengan pria lebih dari kagum. Kekagumannya hanya sebatas, wah dia tampan, wah dia keren. Dia pun nggak pernah ada pengalaman memperhatikan setiap inci tubuh seorang pria. Hansel dan Bapak nggak termasuk, karena Mita juga nggak pernah memperhatikan sampai terkagum-kagum melihat otot-otot yang menonjol. Tetapi sekarang, ke
"MITA!" Suara menggelegar yang berasal dari dalam kamar mandi mengagetkan seseorang yang sedang berjongkok menyender di tembok sembari memainkan ponsel. Bahkan sangking terkagetnya ponselnya langsung terjatuh di atas karpet. Reaksi lainnya, dia langsung berdiri setelah mengambil ponsel android butut merk samsung versi lama, seirama dengan Vano yang muncul dari balik pintu kamar yang tadinya tertutup. Raut wajahnya kesal memandang gadis muda dengan mata sipitnya itu. Salah apa lagi Mita coba. "Ada apa pak?" tanyanya dengan raut yang bingung. "Kamu pikir saya mau menghadiri pemakaman, sampai kamu pilih semua pakaian kerja warna hitam?" Vano sangat sinis membuat gadis muda itu menggaruk belakang kepalanya yang nggak gatal. Jadi karena masalah baju? Beruntung tadi Mita nggak sampai jantungan. "Emm ... saya kira Pak Vano sukanya warna hitam." "Sotoy!" Setelah itu pintu dihadapan Mita tertutup dengan keras. Lagi-lagi me
"Mita," suara pelan seorang laki-laki menyusup di gendang telinga orang yang dipanggil. Mita mendongak, jelas sekali matanya mengantuk. Di depannya seorang pria berambut klimis tersenyum menatapnya. Billy, pacar Bianca temannya. Segera Mita membalas senyum manis itu. "Ada apa kak?" tanyanya. Dia melirik sekilas ke meja kerja Vano yang berjarak nggak jauh dari meja kerjanya. Mita dan Vano berada di ruangan yang sama, hanya saja terdapat sekat kecil agar Vano nggak begitu melihat apa yang sedang di lakukan Mita. Seperti beberapa menit yang lalu sebelum Billy menghampirinya. Gadis mata sipit itu dengan mati-matian menahan rasa kantuk yang mendera. Bagaimana enggak, Vano dengan khidmat bekerja tanpa bisa diganggu gugat. Jadilah Mita berdiam diri di mejanya, bahkan dia nggak berani menimbulkan suara yang mana bisa saja membuat Bosnya mengamuk. Tapi untungnya Vano nggak melihat Mita yang menelungkupkan kepalanya di atas meja tadi. "Mau bikin kopi nggak?" Bi
Dulu Mita memang selalu mengesampingkan pengalaman dan lebih mengejar nilai akademik. Sehingga dia nggak pernah menikmati setiap momen waktu datang ke tempat yang baru. Tetapi sekarang nggak akan lagi. Gadis bermata sipit itu menatap takjub pada sekelilingnya yang terdapat alat-alat berat dengan fungsi yang berbeda-beda. Mesin-mesin itu beroprasi dengan otomatis dibantu beberapa orang yang mengaturnya. Dan setiap kali rombongan Mita berjalan melewati, para pekerja akan menoleh dan menunduk sesaat. Disaat-saat seperti itulah Mita berasa menjadi seorang yang penting. Oh ya, kembali lagi mengenai keadaan pabrik. Mita bersungguh, kali pertama masuk kedalam pabrik PT Miyora sangatlah mengesankan. Dia pertama kali bisa melihat mesin-mesin yang menampung produk-produk menuju mesin lainnya. Suara dengung dari beberapa mesin pun terdengar nyaring. Bahkan para pekerja sangat steril memakai perlengkapan seperti masker, sarung tangan hingga penutup kepala. Lagipula siapa
Lima belas menit telah berlalu, menandakan bahwa Mita sudah menahan lapar bermenit-menit lamanya sepulang dari pabrik. Gadis bermata sipit itu menatap kearah bosnya yang tengah fokus bekerja. Apa Pak Vano nggak istirahat ya? Tapi kan Mita ingin istirahat. Dia telah menyia-nyiakan waktu untuk menahan lapar. Lagian kenapa bosnya nggak peka juga sih. Sedetik kemudian Mita merutuki dirinya sendiri. Bos model Vano mana bisa peka, haduh. Maka dari itu dengan keberanian yang dipaksakan, Mita menghampiri meja Vano. Namun terlebih dahulu dia merapihkan rok span dan kemeja polosnya. "Pak Vano," panggil Mita pelan. "Hem." Hem lagi. "Apa Bapak mau dipesankan makanan?" Tanya gadis bermata sipit itu harap-harap cemas. Siapa tau dia akan disembur karena telah mengganggu fokus bosnya. Namun sorot mata tajam milik Vano menghujam saat laki-laki itu mendongak menatap Mita di depannya. Kan, kan, kayaknya salah lagi nih.
Mita melangkah gontai memasuki ruang tamu rumahnya. Hari sudah gelap, dia baru sampai di rumah pas dengan adzan magrib. Dirinya lelah betul, padahal masih hari pertama kerja. Bagaimana setahun kemudian? Entah bakal jadi apa gadis bermata sipit itu. Berangkat subuh-subuh, pulang magrib, ibarat apa coba, sudah kayak lagu Armada pergi pagi pulang pagi saja. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu. Memijit pelipis yang menjadi pusing akibat seharian bersama bos gila bernama Vano. "Baru pulang, Mbak?" tanya Bapak ketika akan melewati anak sulungnya. Ia sudah berpenampilan rapih akan ke masjid. Bersarung kotak-kotak, baju kokoh putih dan tak lupa peci hitam di kepala Bapak. Mita mendongakkan kepalanya. Jelas sekali raut lelah yang dia tampilkan. "Iya, pak," jawabnya pelan. "Langsung mandi Mbak, biar lebih segar." Setelah itu Bapak keluar dari pintu utama ruang tamu. Terdengar kehebohan Hansel di dalam. Seharian nggak bertemu ad
Pagi kembali menjelang, matahari pun belum menampakkan sinar cerahnya. Namun seorang gadis yang bekerja secara profesional sudah berada di kediaman Bos nya. Terkadang dia berpikir, apa asisten pribadi bekerja seperti ini? Harus datang ke rumah bos pagi-pagi buta, menyiapkan pakaian serta membantu menyiapkan sarapan. Bukankah tugas seperti itu terlalu berlebihan? Ya entahlah, Mita kali ini nggak mau mengeluh. Dia pagi ini juga cukup cekatan menyiapkan pakaian bosnya. Kali ini gadis itu nggak memilih serba hitam. Ada warna kalem agar bosnya makin tampan. Yaitu celana dan jas biru dongker, kemeja polos warna baby blue serta dasi bergaris biru putih. Sudah selesai menyiapkan pakaian, Mita langsung kembali menyiapkan dokumen serta alat elektronik yang akan dibawa bosnya. Dia masukkan semua itu ke dalam tas kerja milik Vano. Oke, sepertinya sudah selesai. Nggak akan ada celah Vano menyinyirnya lagi. Baiklah, Mita akan keluar sekarang. Dia pun berbal