"Kamu akan jadi asisten pribadi bos saya, kebetulan beliau memang orang sibuk, jadi butuh orang lain yang bisa membantunya untuk mengurus apapun tentang keperluannya, nah sampai disini, apa masih ada yang mau ditanyain lagi, Mit?"
Pria maskulin yang duduk di samping Bianca menjelaskan dengan sabar segala pertanyaan yang di lontarkan si gadis mata sipit.
Tadi Billy sudah menjelaskan secara terperinci. Dari tugas sambai gambaran sifat bos, tetapi Mita belum puas sehingga banyak tanya untuk memperjelas semuanya.
Tidak malu bertanya dan mudah penasaran. Kombinasi yang bagus menurut Billy untuk bekerja dengan bosnya.
"Oh ya soal gaji, saya kira sih cukup besar, satu bulan dua belas juta, gimana?"
Dua belas juta?
Yang benar saja, itu besar sekali wahai Kak Billy!
Bahkan Mita belum mampu menutup mulutnya yang terbuka. Reaksi atas pernyataan satu bulan dua belas juta.
Gila, dengan penghasilan segitu, Mita bisa mengumpulkan uang untuk membeli motor baru atau membantu membiayai sekolah Hansel dan membelikan beberapa jenis batu akik yang diicar Bapak, juga bisa membelikan alat-alat masak buat Ibu.
Mita termangu sebentar, dia membayangkan seberapa kaya dia dengan gaji bulanan dua belas juta.
"Tugas spesifiknya nanti Pak Vano yang menjelaskan, untuk gambaran sedikit lebihnya seperti yang sudah saya jelaskan tadi."
"Gimana Mit, mau di coba dulu kan?" Bianca yang sedari tadi diam menyadarkan temannya yang malah terbengong. "Lumayan tuh, gajinya besar loh," katanya sekali lagi.
Mita mengerjapkan mata sipitnya sekali lagi. Sadar bahwa ini bukanlah mimpi.
"Iya, mau bangetlah nyoba. Tapi kata Kak Billy nanti ada interview sama Pak Vano nya langsung ya?" Mita berganti melirik pria maskulin di depannya.
Billy pun mengangguk. "Benar, bagaimana pun kan kamu akan kerja sama Pak Vano, beliau pasti mau mengenal dulu sama bakal asistennya."
"Nggak galak kan kak?" Mita mencicit pelan. Dia jadi negatif thinking dengan gaji sebulan dua belas juta. Apa tugasnya sangat berat? Atau apakah harus menghadapi bos crewet, galak dan kejam?
Tapi bagaimanapun dua belas juta itu sungguh menggiurkan. Oke, hilangkan segala pikiran negatif. Selagi bekerja dengan batas norma dan tidak melanggar kepercayaan, seberat apapun akan Mita jalani.
Dia sudah bertekat.
"Nggak galak, tapi bisa di bilang disiplin, kamu harus cekatan."
Kalau hanya seperti itu bisa di atur. Mita pun mengangguk dengan puas. Sebentar lagi dia akan bekerja. Kenyataan yang membuatnya gembira.
"Soal cekatan, saya orangnya cekatan kok Kak, jadi saya ambil ya, saya akan ikut interview dengan Pak Vano besok."
Billy tersenyum puas, begitupun Bianca. Gadis anggun itu merasa senang temannya akan mendapatkan pekerjaan. Tidak tanggung-tanggung, yaitu sebagai asisten CEO dengan gaji yang besar.
Kalau ada yang tanya, mengapa Bianca nggak mengambilnya ketika ditawari lebih dulu oleh Billy. Tentu jawabannya dia masih terkontrak dengan perusahaan tempatnya bekerja. Dan satu lagi, CEO nya masih muda seusia Billy. Menjadi asisten berarti harus selalu berdekatan dengan bos. Bianca takut oleng dan menghianati tunangannya.
Sedangkan Mita jomblo. Jika pun oleng, gadis sipit itu nggak akan menghianati siapa-siapa. Malah bagus, kisah romansa ala drama What's Wrong with Secretary Kim yang dia tonton menjadi nyata.
***
Dan pada pukul 21.15 WIB Mita sampai di rumahnya setelah izin pulang lebih dulu kepada Billy dan Bianca. Dia tentu nggak mau mengganggu momen malam minggu duo B itu. Sadar diri saja, merasa nggak ada lagi obrolan yang sangat penting jadi gadis mata sipit itu undur diri.
Biarlah sisa malam minggu Billy dan Bianca serta pasangan sejoli lainnya habiskan. Sedangkan Mita mau mempersiapkan segala keperluan interview besok minggu pukul sepuluh pagi.
Rok span dibawah lutut dan kemeja lengan panjang polos, sepertinya sudah cukup.
Jadi, Mita dengan kegaduhannya mulai membuka lemari pakaian miliknya untuk mencari pakaian yang dibutuhkan.
Ibu sudah tidur, Hansel dan Bapak masih berada di ruang tengah. Setelah serasa cukup dan sudah menemukan semua perlengkapan yang dibutuhkan. Mita kemudian keluar kamar menemui Hansel.
Adiknya itu sedang menonton acara tv bersama Bapak. Dia pun mendekat. "Dek, gue mau minjem laptop lo bentar."
Dulu Mita juga memiliki laptop tapi sudah rusak, karena waktu itu Bapak membelikan secara second. Nanti kalau sudah mendapatkan gaji, dia bakal beli laptop sendiri.
Namun bukannya Hansel yang menoleh, laki-laki usia empat puluh tujuh tahun yang hanya memakai singlet dan bersarung ria yang menoleh.
"Jadi gimana tadi, Mbak?" Bapak bertanya. Wajahnya teduh dengan sorot mata yang lembut. Bapak adalah tipe pria ideal bagi Mita. Penyayang, dekat dengan anak-anaknya, sabar dan bijaksana. "Sini duduk dulu." Bapak kembali berkata.
Mita akhirnya mendekat. Mau tidak mau dia akan mengobrol dulu dengan Bapaknya.
"Emang mau buat apa minjem laptop Hansel?"
"Mau buat surat lamaran sama benerin cv Pak, buat interview besok."
"Hari minggu?" Hansel ikut nimbrung. "Lo mau kerja apa Mbak? Emang nggak libur ya perusahaannya?"
Ditanya demikian Mita akhirnya menjelaskan tentang pekerjaan yang akan dia ambil. Sebagai asisten pribadi CEO dengan gaji yang cukup besar. Dia nggak menyebutkan jumlah gaji secara spesifik hanya bilang gajinya besar.
Mita cukup percaya diri ketika bercerita, seolah akan benar diterima.
Soalnya Kak Billy bilang. "Saya yakin sih kamu akan diterima, nanti saya kirim alamat lengkapnya ya."
Jadi atas dasar ucapan Billy, Mita semakin percaya diri bahwa dia tidak akan di tolak. Seenggaknya ada bekingan orang dalam.
Mita memandang rumah mewah minimalis di depannya. Dia telah mengendarai motor scoopy fi sporty nya menuju alamat yang tertera dari pesan Billy. Sekali lagi gadis sipit itu menatap keadaan rumah juga sekeliling komplek yang tampak sepi. Dia mengecek nomor rumah yang tertera di pagar dan mencocokkannya dengan pesan teks di ponselnya. Benar, sesuai alamat yang dikirimkan Billy. Namun entah mengapa gadis itu berdegup kencang. Dia pun menuruni motor scoopy fi sporty nya. Dengan masih menggunakan helm minions, gadis bermata sipit itu berjalan untuk menekan bel di pagar ujung gerbang. Cukup menekannya sekali saja, Mita menunggu dengan cemas. Sesungguhnya dia sangat gugup, apalagi ini adalah interview kerja pertamanya. Langsung ke CEO pula. Dan by the way, tadi malam Mita sempat searching tentang perusahaan tempat kerja Billy dan calon bosnya itu. Perusahaan tersebut berjalan di bidang industri minuman dan makanan kemasan dengan merk dagang yang sudah
"Kamu belum punya pengalaman kerja?" Vano membolak-balikkan berkas lamaran milik Mita. Tatapannya fokus dan meneliti."Belum pak." Mita menjawab pelan, dia meremas jemari dipangkuannya, gugup."Nggak pernah ikut organisasi juga?" Tatapan tajam itu kini beralih kearah Mita. Gadis mata sipit itu semakin gugup. Dia merapalkan mantra-mantra agar tidak gugup. Maka Mita pun mulai menghela nafas. Dia bertekat untuk lolos interview. Jangan gagal hanya karena gugup."Saya nggak ikut organisasi, pak. Tapi saya pernah memenangkan olimpiade.""Hem, oke bagus." Pak Vano mengangguk-anggukkan kepalanya. Mita bersungguh bahwa CEO muda itu sangat tampan. Dia bisa merasakan aura artis-artis tenar yang tampan dipuja-puja oleh banyak wanita. Sepertinya Pak Vano punya penggemar banyak dan sekarang Mita menjadi salah satu penggemarnya.Huaa!! Bu, Mita ketemu anak konglomerat!"Saya belum tau kenapa Billy merekomendasikan kamu." Pak Vano mulai menutup berkas milik
Peraturan kerja tambahan : 1. Datang ke rumah setiap hari senin sampai jum'at tepat pukul 6.00 WIB. 2. Menyiapkan keperluan dan kebutuhan Bos. 3. Tidak ada bantahan perihal pekerjaan. 4. Tidak ada kata terlambat. 5. Jika diperlukan, ikut dalam perjalanan bisnis baik ke luar kota maupun luar negeri. 6. Bersikap profesional. 7. Asisten bisa mendapatkan bonus jika ada pekerjaan tambahan di luar kerja. Catatan : Hal apa saja yang dibutuhkan Bos, bisa dipertanyakan dengan Bik Muti dan Billy. Lebih bagus untuk inisiatif sendiri. 》》》 Mita mendengus setelah membaca kembali peraturan yang di tulis tangan oleh Pak Vano siang tadi. Inisiatif sendiri? Gila aja, nanti kalau ada yang salah dinyinyirin lagi. Pak Vano itu sepertinya tipikal bos yang ribet, suka menindas anak buahnya. Tapi ya bagaimana, masih untung Mita dapat diterima dengan lapang dada. Bahkan ketika kopi buatannya kepah
Keesokan hari, pagi menjelang. Masih petang sebab baru pukul lima dini hari. Jika biasanya Mita bangun pukul enam, kali ini dia terpaksa mengatur alarm nya untuk berbunyi jam lima dini hari. Lalu bersiap-siap mau berangkat bekerja. Demi apa, nggak ada pekerja kantoran yang berangkat pagi-pagi buta seperti dirinya. Jam setengah enam, ketika matahari belum nampak, yang biasanya warga Jakarta umumnya sedang bergumul dengan selimutnya, tetapi Mita sudah mengendarai motor scoopy fi sporty miliknya menuju rumah bos. Jika bukan karna gajinya yang besar. Gadis mata sipit itu nggak akan menerima tawaran kerja, apalagi bosnya itu CEO muda, tuan muda kaya seperti Vano. Bukannya apa-apa, Mita sudah bertekat untuk bekerja secara profesional. Tetapi Vano ada saja permintaannya. Tadi malam, Vano menghubungi jika dia harus datang sewaktu subuh, kemudian menghubungi lagi jam lima harus berangkat dari rumah dan terakhir menghubungi terserah mau berangkat jam berapa yan
Dalam hidup Mita, nilai akademik dan peringkat teratas adalah hal yang terpenting. Dia belum pernah berpengalaman dekat dengan pria. Bahkan bisa dibilang anti dengan hubungan percintaan. Karena baginya dulu, cinta atau pacaran sungguhlah mengganggu. Dia nggak ingin merusak nilainya hanya karena sibuk memikirkan pria. Tetapi ketika umur menginjak lebih dewasa, terlebih ketika lulus kuliah. Batinnya mulai menjerit ketika teman-temannya pamer pacar maupun gebetan atau seenggaknya cerita-cerita tentang pria yang disukai, cerita tentang tipe pria hingga keuwuan mendapatkan perhatian pasangan. Lalu apa, Mita nggak pernah ada pengalaman suka dengan pria lebih dari kagum. Kekagumannya hanya sebatas, wah dia tampan, wah dia keren. Dia pun nggak pernah ada pengalaman memperhatikan setiap inci tubuh seorang pria. Hansel dan Bapak nggak termasuk, karena Mita juga nggak pernah memperhatikan sampai terkagum-kagum melihat otot-otot yang menonjol. Tetapi sekarang, ke
"MITA!" Suara menggelegar yang berasal dari dalam kamar mandi mengagetkan seseorang yang sedang berjongkok menyender di tembok sembari memainkan ponsel. Bahkan sangking terkagetnya ponselnya langsung terjatuh di atas karpet. Reaksi lainnya, dia langsung berdiri setelah mengambil ponsel android butut merk samsung versi lama, seirama dengan Vano yang muncul dari balik pintu kamar yang tadinya tertutup. Raut wajahnya kesal memandang gadis muda dengan mata sipitnya itu. Salah apa lagi Mita coba. "Ada apa pak?" tanyanya dengan raut yang bingung. "Kamu pikir saya mau menghadiri pemakaman, sampai kamu pilih semua pakaian kerja warna hitam?" Vano sangat sinis membuat gadis muda itu menggaruk belakang kepalanya yang nggak gatal. Jadi karena masalah baju? Beruntung tadi Mita nggak sampai jantungan. "Emm ... saya kira Pak Vano sukanya warna hitam." "Sotoy!" Setelah itu pintu dihadapan Mita tertutup dengan keras. Lagi-lagi me
"Mita," suara pelan seorang laki-laki menyusup di gendang telinga orang yang dipanggil. Mita mendongak, jelas sekali matanya mengantuk. Di depannya seorang pria berambut klimis tersenyum menatapnya. Billy, pacar Bianca temannya. Segera Mita membalas senyum manis itu. "Ada apa kak?" tanyanya. Dia melirik sekilas ke meja kerja Vano yang berjarak nggak jauh dari meja kerjanya. Mita dan Vano berada di ruangan yang sama, hanya saja terdapat sekat kecil agar Vano nggak begitu melihat apa yang sedang di lakukan Mita. Seperti beberapa menit yang lalu sebelum Billy menghampirinya. Gadis mata sipit itu dengan mati-matian menahan rasa kantuk yang mendera. Bagaimana enggak, Vano dengan khidmat bekerja tanpa bisa diganggu gugat. Jadilah Mita berdiam diri di mejanya, bahkan dia nggak berani menimbulkan suara yang mana bisa saja membuat Bosnya mengamuk. Tapi untungnya Vano nggak melihat Mita yang menelungkupkan kepalanya di atas meja tadi. "Mau bikin kopi nggak?" Bi
Dulu Mita memang selalu mengesampingkan pengalaman dan lebih mengejar nilai akademik. Sehingga dia nggak pernah menikmati setiap momen waktu datang ke tempat yang baru. Tetapi sekarang nggak akan lagi. Gadis bermata sipit itu menatap takjub pada sekelilingnya yang terdapat alat-alat berat dengan fungsi yang berbeda-beda. Mesin-mesin itu beroprasi dengan otomatis dibantu beberapa orang yang mengaturnya. Dan setiap kali rombongan Mita berjalan melewati, para pekerja akan menoleh dan menunduk sesaat. Disaat-saat seperti itulah Mita berasa menjadi seorang yang penting. Oh ya, kembali lagi mengenai keadaan pabrik. Mita bersungguh, kali pertama masuk kedalam pabrik PT Miyora sangatlah mengesankan. Dia pertama kali bisa melihat mesin-mesin yang menampung produk-produk menuju mesin lainnya. Suara dengung dari beberapa mesin pun terdengar nyaring. Bahkan para pekerja sangat steril memakai perlengkapan seperti masker, sarung tangan hingga penutup kepala. Lagipula siapa