Akademi Artemis tidak pernah berubah. Tempat ini tetap dilindungi dari mata manusia. Dianggap sebagai akademi elit dari anak-anak orang kaya. Kenyataannya, bila memasuki gerbang super tinggi dari besi itu, mereka akan disuguhi hutan luas sejumlah makhluk supernatural yang menjadi penduduknya.
Aku sampai saat matahari telah terbenam. Penjaga gerbang—seorang vampir yang bekerja dengan upah kantung darah dan beberapa uang—membuka gerbang sembari tersenyum ramah. Vampir lelaki itu bernama James, aku sudah mengenalnya sejak aku masih pelatihan di sini. Vampir memiliki kemampuan ‘pengaruh’ yang lebih baik daripada makhluk lain—kecuali Malaikat Maut, tentu saja—sehingga mereka ditempatkan di gerbang untuk menghalau para manusia atau membutakan matanya dari kenyataan. Pada siang hari mereka hanya duduk diam di kantornya dan membiarkan penjaga manusia menarik mereka masuk sebelum dipengaruhi. Ketika matahari menghilang, James melakukan tugasnya seor
“Itu akan menghancurkan semuanya?”Elena tidak menjawab. Dia menyesap tehnya perlahan, setelah meletakkan cangkir tehnya perlahan, dia berkata muram, “Aku tahu. Berita baiknya, rencana mereka tidak berjalan baik. Mereka tidak tahu bagaimana cara merobek gerbang kematian. Berita buruknya ....” Elana menatapku dalam-dalam, menunggu responsku. Aku mengangguk. “Ada orang yang berkata tahu caranya. Aku tak yakin itu benar.”Aku menghela napas perlahan. “Lelaki itu, dia tahu sesuatu, dia pasti merencanakan sesuatu. Setelah mengetahui hal ini, kupikir, mereka berhubungan.”“Menurutmu orang yang mengakut tahu caranya itu, orang yang sama dengan yang bertanggung jawab atas kasus Gadis Rembulan dan Rubah Api yang baru saja kau selesaikan?”“Benar,” kataku. “Orang itu memiliki energi yang aneh. Dia terasa seperti manusia, tetapi dia bisa membuka gerbang Negeri Orang Mati, dan seperti
“Kau pasti bercanda!”Grace merengek tidak terima. Tiga hari berlalu sejak aku sampai dan semua laporanku sudah selesai. Sehingga aku harus kembali ke Black Stone. Kota itu sedang dalam masalah. Kami sepakat untuk meninggalkan masalah kota itu padaku. Kami tidak bisa membiarkan orang lain mengetahui masalah di sana.“Aku akan kemari lagi nanti, Grace.”Aku memasukkan keranjang makan siang yang disiapkan Alreen dan menutup pintu mobil.“Kau berjanji begitu padaku setahun lalu dan lihatlah, kau baru sampai sekarang dan hanya untuk melapor!” pekiknya kekanak-kanakan. “Kenapa kau tidak membiarkanku ikut denganmu?”Sebelah alisku terangkat. “Pelatihanmu belum selesai, kan?”Grace melipat tangannya dan menunjukkan ekspresi cemberut. “Setahun lagi selesai.”Kalau aku meninggalkannya dengan kekagumannya padaku begitu saja, dia pasti akan mendapat masalah cepat atau
Begitu kelas berakhir, kami memutuskan untuk menghabiskan waktu di cafe terdekat. Naomi menceritakan tentang Bibinya yang terlibat dalam rencana Angela. Dia berencana menggunakan Audrey untuk mengumpulkan jiwa-jiwa, tetapi Naomi segera menyembunyikan Audrey. Bibinya menghilang begitu saja, tetapi Naomi curiga dia ingin mengambil Audrey kembali. Dia meminta Pemburu Artemis yang dikirim Elena untuk menjaganya dan aku akan mengonfirmasi hal itu nanti.Naomi juga meminta maaf tentang ucapannya saat pertama kali bertemu. Aku tidak pernah merasa tersinggung, tetapi cukup sulit meyakinkan Naomi tentang itu. Naomi juga berjanji akan berlatih lebih baik dan membantunya melindungi kota ini dari para serigala.“Meskipun aku tidak setuju dengan Angela, tetapi kaumku lah yang membuat masalah ini. Jadi, kuputuskan untuk bertanggung jawab. Aku mendatangi desa serigala itu.”Aku tersedak cola yang kuminum dan rasanya mengerikan.“Apa yang kau lakukan?&r
Kalau aku boleh berkomentar, Alpha mereka begitu mempesona. Sekalipun dia mungkin seusiaku—sekitar lima puluh tahun—tetapi wibawa dan ketampanannya masih tersisa seolah dia baru meninggalkan masa remaja kemarin. Tubuhnya tinggi tegap dengan pakaian khas pemburu dengan celana jeans belel lusuh. Bahkan dengan penampilan seperti itu pun, tidak mampu menghilangkan kesan luar biasa yang dia pancarkan. Rambutnya coklat terang panjang dan berjangkut. Lehernya sepeti batang kayu yang kuat dan lengannya bisa meremukkanku dengan pelukan.Aku telah bertemu banyak sekali Alpha serigala, tetapi tidak pernah bertemu sesuatu yang se-overwhelming ini. Untuk ukuran kelompok serigala kecil, lelaki ini jelas terlalu berlebihan. Bahkan tanpa berubah pun pasti sulit menghadapinya. Namun, aku telah belajar, terintimidasi bukanlah hal pertama yang diperlukan. Untuk itu, aku tersenyum penuh percaya diri.“Senang bertemu Anda. Saya Hydenia. Anda pas
Chapter 6Itu kacau sekali. Aku tahu bahwa pertarungan perebutan tahta itu brutal, tetapi membunuh saingannya dan bahkan adiknya sendiri, jelas melanggar aturan. Samuel tahu hal itu, karena itulah dia sangat malu mengakuinya. Tidak mengherankan memang.Ceritanya terhenti ketika salah satu anak gadisnya memberikan minuman. Aku hanya mengangguk tanpa melirik dua kali dan mendesak Samuel menceritakan kelanjutannya. Aku tidak memerlukan pengalih perhatian lain. Gadis itu segera pergi begitu meletakkan sepiring biskuit.“Putraku, Sean, bukan kandidat sempurna,” ceritanya sedikit ragu. “Untuk seorang Werewolf dia bukan pemimpin yang baik, tetapi bloodline itu membuatnya menjadi kandidat Alpha. Aku harus mengakuinya, tetapi tidak ada satu pun dari kami yang menginginkannya menjadi Alpha. Dia terlalu kekanak-kanakan dan egois. Dia merendahkan orang lain dan menganggap dirinya tinggi karena akan menjadi Alpha.
Daniel memacu kendaraannya dengan lambat. Kami ingin menikmati perjalanan ini, setidaknya kita tahu sesuatu. Bila sesuatu terjadi, aku memiliki gambaran siapa yang memilikinya. Namun, Mate, huh. Seharusnya aku memikirkan hal ini juga. Cinta bisa menjadi alasan yang tak masuk akal hingga seseorang mampu membunuh manusia lainnya. “Apa Mate memang sepenting itu untuk para serigala?” Daniel membiarkan mobil menyalipnya dan dia lagi-lagi menurunkan kecepatan. Lagipula, bannya yang penuh lumpur membuatnya kesulitan berkendara dengan kecepatan tinggi. “Aku tahu, bila orang yang kita cintai terbunuh tetaplah menyakitkan, tetapi apa itu bisa membuatnya melakukan hal semengerikan itu?” Aku menopang dagu dan menatap jalanan. “Begitulah Mate,” jawabku pelan. “Mereka memiliki hubungan yang lebih rumit. Seperti hubungan sehidup semati. Aku sering bertemu mereka membunuh orang atau membantai karena kesedihannya. Kesedihan karena kehilangan pasangan bagi s
Kami sampai di rumah Naomi ketika matahari hampir tenggelam. Lampu rumahnya masih belum dinyalakan, sehingga Naomi menjadi lebih dewasa. Dia bahkan turun dari mobil Daniel sebelum benar-benar berhenti. Ketegangan itu membuatku ikut turun. “Ada apa?” kataku sembari mengikutinya. “Kei tidak pernah lupa menyalakan lampu,” katanya tegang. Dia berjalan cepat ke pintu, sementara Daniel tertatih-tatih mengikuti kami. Aku terdiam, bau yang familier itu tercium samar. Sehingga aku segera berbalik. “Panggil bantuan Daniel. Ambulan!” Daniel mengerjap tegang, kemudian mengangguk dan kembali ke mobilnya. Dia meninggalkan ponselnya di sana. Naomi telah sampai di pintunya, tetapi aku menahan tangannya. Aku menggeleng. Wajahnya pucat, tangannya mulai gemetar, dia tahu apa yang mungkin saja terjadi. Melihat kepanikan di mata Naomi, aku tidak bisa menahannya terlalu lama. Di dalam rumah, aku tidak bisa menggunakan pedang panjang ataupun
Luc baru menurunkanku ketika kami sampai di rumah Naomi. Sudah ada banyak sekali polisi dan ambulan yang datang. Begitupula para penonton penasaran dan aku bisa melihat beberapa wajah familier yang kulihat di sekolah. Berita lokal mencoba mencari keterangan dengan keras kepala dan mulai menyangkut pautkan pembakaran manusia yang menurut laporan pelakunya tidak ditemukan. Para petugas mencoba menghalau mereka dan memastikan mereka tetap berdiri di belakang garis polisi, tetapi mereka tetap kewalahan.Begitu kami sampai, salah satu petugas ambulan menghampiri kami dan memberikan selimut padaku. Rupanya tubuhku dipenuhi luka gores dan tampak menyedihkan di mata mereka. Terutama dengan baju penuh lumpur dan sepatu yang rusak. Di sisi lain, Luc menolak selimut itu. Dia tidak terlihat luka di mana pun dan cara berjalannya pun masih tegap, tidak tertatih-tatih sepertiku.“Berikan saja padanya, aku datang tepat waktu saat orang-orang itu melarikan diri,” k