"Aku tidak ingin pulang. Aku ikut kemana Anda pergi" ucap gadis itu dengan wajah memelas dan air mata yang masih menggenang. "HAH?" Rama yang bingung tidak tau harus membawa gadis itu kemana, akhirnya memilih untuk tetap meninggalkan acara pesta. Sebelum pergi dia mengabari Arya bahwa ada urusan mendesak yang membuatnya harus pergi lebih dulu. "Rama kenapa?" tanya Swastika yang mendapat bisikan mengenai kepulangan Rama. "Tidak tau. Katanya ada urusan mendesak" jawab Arya tidak peduli. Merekapun melanjutkan menikmati rangkaian acara lain dengan Abi yang sudah lebih dulu masuk kedalam kamar hotel. Arya sengaja memesan kamar hotel yang memang berada disatu lokasi dengan gedung tempat acara pernikahan Elena. Dia sudah menduga bahwa acara ini akan berlangsung hingga lebih dari tengah malam. Dia juga sudah memesan untuk yang lain termasuk Rama tapi karena dia sudah pulang lebih dulu, kamar itu hanya akan dihuni oleh David sementara Abi akan tetap bersama Ryan dan dua pengawal lain, da
Pagi harinya, saat semua keluarga tengah berkumpul untuk sarapan, Arya dan David masih belum menampakkan batang hidungnya. "Kemana Arya? Kenapa belum turun?" gerutu Mamih Ratna. "Dia tadi malam sedikit mabuk Mih, mungkin masih tidur" jawab Swastika. "Akan aku coba bangunkan Mih" sambungnya. "Ya sudah. Suruh dia cepat mandi dan sarapan" "Iya Mih" Swastikapun meninggalkan makanannya dan bergegas menuju kamar Arya. Setelah menanyakan pada para pengawal yang berjaga didepan kamar, Swastika segera masuk. Dan benar saja, Arya masih tertidur pulas diatas ranjang dengan kemeja, celana panjang dan kaos kaki yang sudah berserakan dimana-mana. Swastika memunguti semuanya dan meletakkannya didalam paperbag yang semula berisi pakaian bersih untuk Arya berganti baju. "Ayo bangun" Swastika mencoba menarik lengan Arya untuk mengeluarkannya dari dalam selimut. "Hhmm" "Ayo. Mamih menunggu dibawah" "Biarkan saja. Kepalaku pusing sekali" "Makanya jangan mabuk. Kakimu jugakan masih sakit kenapa
"Apa kabar Bapak Arya yang terhormat" ucap pria itu setelah melepas topi dan maskernya. Dengan masih memegang lengannya yang terluka. "Masih berani Anda menemui saya?" ucap Arya dengan tenang. "Kenapa saya harus takut? Saya tidak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah. Kalau ujungnya saya pasti akan masuk penjara, kenapa tidak sekalian saja saya mengirim Anda menghadap Tuhan Anda?" pria itu tertawa seolah bangga dengan apa yang dia katakan. "Psikopat. Tunggu saja. Sebentar lagi akan ada polisi yang datang" dan benar saja, tidak lama memang ada polisi yang datang kesana. "Biarkan saja. Saya tidak takut" pria itu masih terus tertawa. "Pak Bramanto, apa Anda yakin keluarga Anda sedang dalam keadaan baik-baik saja saat ini?" gertak Arya yang tentu saja langsung membuat Bramanto ciut. Apalagi saat melihat senyum mengerikan yang Arya berikan, sungguh membuat bulu kuduk meremang."Apa yang Anda tau tentang keluarga saya? Mereka sudah berada ditempat yang aman" ucap Bramanto dengan
"Bu, mbak Tika tidak ada didalam kamar" bisik perias dengan terbata dan sangat pelan. "APA? Jangan bercanda kamu. Acara sudah mau dimulai" jawab Bu Rudi. Ibunya Swastika yang saat ini sedang berada diantara keluarga Jamal. Dia langsung berdiri dan menarik tangan perias itu menjauh dari kerumunan. "Ta-tadi mbak Tika minta ditinggalkan sendiri setelah make up untuk menenangkan diri katanya" jelas perias itu dengan sangat ketakutan. "BODOH. Cepat cari" bentak Bu Rudi yang saat ini sudah seperti orang kesetanan. Mereka yang berada disana mencari keseluruh penjuru rumah dan sekitar rumah. Sementara itu, kondisi diluar sudah mulai riuh karena acara yang tak kunjung mulai. "Bagaimana Pak? Apa sudah bisa dimulai acaranya? Saya sudah ada jadwal lain satu jam lagi" ucap penghulu sambil melihat jam tangan yang ada ditangan kirinya. "Iya paman, mana calon istriku?" timpal Jamal. "Tunggu sebentat saya cek kedalam dulu ya Pak mungkin masih bersiap agar bisa tampil cantik maksimal dihari pern
"Ternyata benar kamu Swastika. Apa kabar? Kenapa kamu ada disini? Kamu kenapa?" tanya orang yang sedari tadi melihat kearahnya. "Elena. Kamu Elena kan? Kabarku baik. Kamu gimana?" ucap Swastika setelah mengingat teman sebangkunya disekolah dulu dan orang yang selalu membelanya saat anak-anak lain mengganggunya. "Kangen banget. Aku kehilangan kontak kamu setelah pindah kesini. Aku coba beberapa kali kirim pesan ke kamu lewat FB tapi tidak ada balasan sampai sekarang. Coba cari IG juga tidak ada" cecarnya panjang lebar. "Aku juga kangen banget. Maaf aku ganti nomor karena waktu itu kecopetan diangkot. Kalau FB & IG aku sudah tidak main begituan lagi. Pengen hidup didunia nyata" jawab Swastika diiringi tawa khasnya. "Kamu bisa saja. Kamu kenapa ada disini? Diatas kursi roda. Tadi aku juga lihat kamu pegang perut, Kamu hamil? Mana Suami kamu?" tanya Elena sambil celingukan. "Tanyanya satu-satulah. Bingung jawabnya" keluh Swastika yang kemudian tertawa. "Iya aku hamil. Kemarin sempat
Beberapa hari kemudian, lahirlah seorang bayi tampan yang diberi nama Abisatya Dewandaru. Swastika berharap, Abi akan menjadi anak yang jujur yang akan memberi kebahagiaan sesuai dengan arti dari nama yang diberikannya. Dia lahir satu minggu lebih awal dari tanggal HPL. Walau harus melahirkan tanpa didampingi suami, Swastika tetap tegar melewati semua prosesnya. Hanya Balin dan Elena yang tetap setia disampingnya.Abi tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan humoris. Dia tidak kekurangan kasih sayang walau tanpa kehadiran seorang ayah. Balin selalu meluangkan waktu untuk menemani dan mengajaknya bermain. Elena juga tidak mau kalah, setiap dia datang selalu membawakan mainan untuk Abi. Mereka sangat menyayangi Abi. Selama Swastika masih recovery, Balin dan Elena akan bergantian menjaga Abi. Tidak terasa waktu berlalu, saat ini Abi sudah memasuki usia tujuh tahun. Dan saat hari ulang tahunnya yang setiap tahun selalu dirayakan bersama Mama, Om Balin kesayangan dan Tante Elena cantik
Dia mengabaikan suara itu dan akhirnya mereka pulang. Disepanjang perjalanan, Abi terus berceloteh menceritakan tentang Oma Ratna. "Dia sudah kembali seperti dulu lagi" batin Swastika sambil terus menanggapi celotehan anaknya yang tidak ada hentinya itu. Beberapa bulan setelah pertemuan di rumah sakit, Oma Ratna masih sering mengunjungi Abi. Dia juga sering menawarkan diri untuk menjemput Abi saat Swastika sedang sibuk dengan apotek yang baru saja dibuka. Apotek Swastika berada tepat disebrang apartementnya, memudahkan dia untuk memantau Abi. Oma Ratna tiba-tiba mengajak Swastika dan Abi untuk makan malam dirumahnya pada sabtu malam. Di mempunyai rencana untuk mengenalkan Swastika pada anaknya. Aryasatya Gunawan. Yang sudah seperti bujang lapuk karena tidak segera menikah dan hanya suka one night stand bersama wanita sewaannya. "Rumah Oma besar sekali" puji Abi saat sudah masuk kedalam rumah Oma Ratna dan bersama dengan Swastika mereka dibawa kearea taman belakang rumah itu. "Sua
"A-Abi sudah bangun?" tanya Swastika yang kaget Abi sudah berada didepan pintu kamarnya yang tidak terlalu jauh dari dapur. "Tadi Mama bilang Papa Abi. Siapa Ma?" Abi balik bertanya pada Swastika yang terlihat salah tingkah saat ini. "Itu loh. Papanya Abimanyu temen kamu saat sekolah diSurabaya dulu" Elena mencoba mengubah topik pembicaraan. "Ahh.. Iya. Iya, kemarin Mama bertemu sama Papanya Abi. Abimanyu kebetulan dia ada rapat disini dan mampir keapotek Mama membeli obat" kilah Swastika meneruskan pembicaraan Elena. "Ohh. kirain Papanya Abi aku" ucap Abi yang sudah tidak tertarik dengan obrolan tentang Papanya Abimanyu. Setelah bersalaman dan memeluk Elena, Abi kembali kekamarnya dan melanjutkan tidurnya karena hari itu hari minggu jadi dia bebas untuk bangun siang. "Jadi ceritakan semuanya" pinta Elena yang sudah terlanjur penasaran. Swastikapun menceritakan kejadian semalam dengan menahan derai air matanya. Berhari-hari setelah kejadian itu, Swastika semakin memperketat jadw