Alaistar kini duduk bersimpuh di lantai sambil terus menunduk. Ia sangat takut sekarang. Ia bahkan tidak berani menatap kedua orang tuanya yang duduk di sofa, melihatnya dengan rasa kecewa dan amarah yang sulit dibendung. Alasan lain adalah karena mamanya tidak berhenti menangis sejak tadi dan Alaistar sangat tidak tega melihatnya.
"Katakan pada kami, siapa pacar gay mu?!" bentak Papa Alaistar
"Alaistar enggak berpacaran dengan cowok, Pa," jawab Alaistar takut-takut
"Lalu apa maksudmu mengatakan kalau kamu itu gay?!"
Terlalu banyak emosi yang ingin meluap, Alaistar bahkan tidak sadar ketika dirinya menangis. "Alaistar... Alaistar suka sama cowok, Pa." ujarnya sambil sesenggukan. Perasaan lelah, kesal, marah, sedih, dan bingung berkumpul menjadi satu. Selama ini, Alaistar tidak pernah berpikir bahwa dirinya adalah seorang penyuka sesama jenis. Bahkan saat ini pun, ia masih ragu dan terus menerka-nerka tentang perasaannya. Namun yang ia yakini sekarang adal
Layaknya rutinitas Ariana, Ryan, dan Yovan di hari sabtu, ketiganya kini sedang menikmati hari libur di ruang tamu rumah si kembar. Ariana bermain gitar sambil bersenandung, sedangkan Ryan dan Yovan asyik bermain game. Ketika ronde ketiga game mereka selesai, Ryan dan Yovan bermaksud istirahat sejenak dan membeli camilan saat suara notifikasi ponsel Ryan berbunyi.Yovan meraih ponsel kekasihnya itu dan mengernyit ketika membaca chat yang masuk dari nomor tidak dikenal. "Hai Ryan, gue Alaistar. Salam Kenal." Jarinya menekan layar, mencoba melihat foto profil orang asing tersebut lalu berdecak. Foto profil cowok itu hanya berupa siluet hitam saja. Akan tetapi, dilihat dari nama dan siluet tersebut, sudah jelas bahwa orang ini adalah laki-laki."Ryan! Siapa cowok ini? Untuk apa dia mengajak lo berkenalan?! Lo pernah bertemu dia sebelumnya?" bentak Yovan. Cowok itu sangat murka. Berani-beraninya ada orang asing yang mencoba mendekati kekasih tamp
Ryan memandang ke luar jendela kelas, kedua matanya menangkap sosok Kavin yang tengah berlari sekuat tenaga menuju gerbang sekolah yang sebentar lagi tertutup. Satu menit lagi bel masuk berbunyi. Tidak biasanya Kavin terlambat ke sekolah. Biasanya, Kavin akan selalu berangkat jauh lebih awal agar dapat mengantar Ariana ke sekolah, setelahnya baru cowok itu beralih menuju SMA Pelita Bangsa. Namun sayangnya, hari ini Kavin terlambat bangun tidur. Ia bahkan tidak sempat menjemput Ariana hingga akhirnya harus merelakan gadis itu berangkat sekolah tanpa dirinya.Kavin masuk ke kelas dalam keadaan keringat bercucuran, rambut lepek, dan napas yang terengah-engah. Tubuh Kavin memang tidak bugar, ia jarang berolahraga dan lebih suka menghabiskan waktunya untuk bermain game dan menonton film. Cowok itu melemparkan tubuhnya ke kursi dan menatap Ryan yang duduk di sebelahnya masih dengan napas terengah-engah.“Adik lo…. Udah.. berangkat?” tanya Kavin
Yovan, Ryan, dan Kavin lebih suka berangkat dan pulang sekolah menggunakan bus. Mereka memang terbiasa dengan gaya hidup sederhana dan mandiri, terlepas dari kekayaan orang tua mereka. Sepanjang perjalanan pulang, Ryan dan Yovan sibuk bertanding game, sedangkan Kavin berbincang dengan kekasihnya melalui telfon. Hari itu adalah hari Jumat dan mereka bermaksud mampir ke sekolah Ariana dan mengajaknya kuliner malam. Ariana ada ekskul musik hari itu, sehingga harus pulang terlambat.Hari mulai gelap, Ryan, Yovan, dan Kavin memilih menunggu Ariana di depan ruang latihan musik. Ketiganya duduk selonjoran di lantai dan masih tetap fokus dengan kegiatan mereka masing-masing. Volume suara panggilan di ponsel Kavin cukup keras walaupun cowok itu tidak menggunakan mode speaker, sehingga sejak tadi Ryan dan Yovan seolah menguping pembicaraan pasangan kekasih itu.“Memangn
“Lain kali kita order makanan via online aja deh. Gue enggak suka banget kalau ada paparazi kayak tadi,” keluh Yovan ketika mengingat insiden yang ia alami saat di restoran tadi. Cowok itu menghempaskan tubuhnya ke sofa besar di ruang tamu Si Kembar. Mereka baru saja pulang dari acara kuliner malam mereka yang melelahkan sekaligus mengenyangkan.Ariana menatap Yovan dengan bingung. “Paparazi? Kapan ada Paparazi?” Gadis itu kini berbaring di sofa panjang, dan meletakkan kedua kakinya di atas paha Ryan.“Sewaktu kamu pergi ke toilet,” jawabnya.Ariana terkekeh pelan. “Namanya juga makan bareng sama selebgram. Pasti ada aja yang begitu.”Yovan mendengus. Cowok itu senang atas kepopulerannya di media sosial, ia juga senang karena banyak orang yang menyukai permainan gitarnya yang ia posting di sana. Namun, ia merasa risih jika ada orang asing yang mengusik kehidupan pribadinya.Jauh sebe
Yovan dan Ryan yang duduk di kursi depan tak henti-hentinya menghela napas berat, mencoba menenangkan diri mereka dan menahan amarah yang sejak tadi ingin membuncah keluar. Tak lama dari itu, Ariana muncul dan bermaksud untuk duduk di kursi tengah seperti semula, namun dibuat terkejut ketika menemukan sosok Sisca yang sedang duduk anteng di sana sembari memeluk erat lengan Kavin.“Hai Ari. Lo mau duduk di sini? Kayaknya enggak akan muat deh, bagaimana kalau lo duduk di kursi belakang aja?” tanya Sisca.Ariana dibuat speechless dengan perkataan Sisca barusan. Ia refleks melirik ke arah kursi belakang yang setengah bagiannya sudah penuh dengan barang bawaan mereka yang tak muat di bagasi. Ia memang akan muat untuk duduk di sana, tapi… apa gadis ini sudah gila?‘Cewek ini benar-benar,’ batinnya. Ia sangat ingin meneriaki Sisca, namun masih merasa tak enak dengan Kavin. Ia takut akan menyakiti perasaan Kavin jika ia melakukan
Ariana terbangun di tengah malam. Gadis itu susah tidur. Ia menyesal karena tertidur sepanjang perjalanannya tadi. Alhasil ia jadi tidak mengantuk sekarang. Ariana melirik ke arah Ryan, cowok itu sudah tertidur lelap. Bahkan Ariana bisa mendengar samar-samar dengkuran Ryan. Tak ingin mengganggu sang kakak, gadis itu pun meraih gitarnya dan beranjak menuju halaman belakang. Tak lupa ia membawa Cloudy untuk menemaninya. Ariana sangat menyukai bermain gitar di bawah bintang-bintang seperti ini. Menenangkan, menurutnya.Malam sudah menunjukkan pukul 3 pagi dan udara kini menjadi sangat dingin. Ariana mengeratkan sweater yang ia kenakan dan duduk di sebuah bangku panjang. Ariana mendongak ke langit. Malam ini, langit begitu cerah sehingga gadis itu bisa melihat kilauan bintang-bintang dengan sangat jelas. Ariana sangat menyukai bermain gitar di bawah bintang-bintang seperti ini. Menenangkan, menurutnya.Ariana masih asyik bersenandung dan tidak sadar ketika k
Keesokkan harinya, Ryan, Ariana, Yovan, Kavin, dan Sisca bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Ryan dan Yovan sibuk memasukkan barang bawaan mereka ke bagasi, sedangkan Ariana masih mengemas barang-barangnya di kamar. Gadis itu terlambat bangun, padahal Ryan sudah berkali-kali mengguncang tubuh sang adik, tetapi tak ada respon. Ariana tidur layaknya orang pingsan. Hampir saja Ryan memanggil ambulance kalau saja adik kesayangannya itu tak kunjung bangun. Sebelum pergi ke parkiran depan, Ryan berpesan pada Ariana untuk menelfonnya jika gadis itu sudah selesai mengemas barang-barang agar Ryan bisa membawakan ransel gadis itu ke mobil. Akan tetapi, Ariana berinisiatif untuk membawa ransel itu sendiri, berikut dengan sebuah kotak berukuran besar berisi camilannya untuk ia konsumsi selama perjalanan pulang. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan hati-hati saat menuruni tangga. Akan tetapi, Kavin yang kebetulan baru keluar dari toilet pun buru-buru menahan tangan A
Sepulangnya Ryan, Ariana, dan Yovan dari Bandung, mereka kembali bersantai menikmati hari minggu yang tersisa di rumah si kembar. Sedangkan Kavin langsung mengantarkan Sisca pulang. Ryan dan Yovan tidak berniat menanyakan lebih jauh tentang permasalahan antara adik kesayangan mereka itu dengan Kavin. Raut wajah Ariana memancarkan perasaan sedih yang ditutupi dengan ekspresi dingin dari gadis itu. Ryan tidak ingin membuat adiknya lebih sedih lagi dengan kembali membahas apa yang sudah terjadi. Akan ada waktu di mana Ariana dapat bercerita padanya, yaitu saat gadis itu sudah bisa berdamai dengan suasana hatinya kini. Cowok itu memilih untuk membelikan Ariana berbagai jenis camilan yang disukai gadis itu, berharap bisa sedikit menghibur hati Ariana. Yovan yang dari awal memang tidak mengetahui perihal perasaan Ariana pada Kavin pun tidak memiliki petunjuk sedikit pun mengenai apa yang terjadi. Ia hanya menduga bahwa Ariana dan Kavin bertengkar hebat dan Ariana m