Share

5. Kenapa Harus Cinta?

"Ini rumahmu?" tanya Ayyara saat dirinya dan Kieran sudah sampai di depan sebuah rumah mewah.

Ini pertama kalinya Ayyara berada di sana. Dia baru tahu, jika Kieran ternyata memiliki rumah pribadi.

Kieran mengangguk, mengiyakan pertanyaan sang istri. Dia mulai membuka pintu utama rumah itu, lalu masuk lebih dulu, meninggalkan Ayyara yang masih menatap rumahnya dengan takjub.

"Untuk apa kamu memiliki rumah sebesar ini, sedangkan kamu belum mempunyai istri?" tanya Ayyara yang masih belum sadar jika laki-laki itu sudah masuk lebih dulu.

Namun, pertanyaan Ayyara barusan masih sempat Kieran dengar. Membuat laki-laki itu menghentikan langkahnya setelah beberapa senti melewati pintu utama. Dia menoleh, menatap Ayyara yang masih berdiri di depan pintu masuk.

"Kamu tidak ingin masuk?"

Ayyara tersadar, dia menarik kopernya, lalu bergegas memasuki rumah itu. Mengikuti Kieran.

"Aku sengaja membangun rumah ini lebih dulu, sebelum aku menikah. Dan aku sudah berjanji, akan menempati pertama kalinya bersama istriku nanti. Dan sekarang, karena aku sudah resmi menikah denganmu, maka akan kubawa kamu tinggal di sini."

Kieran tersenyum tulus. Sejak pertama kali bertemu Ayyara, dia memang berharap, semoga perempuan itu yang bisa menemaninya tinggal di rumah ini selamanya. Walau seakan tidak mungkin. Namun kenyataannya, justru itu akhirnya terjadi.

Ayyara menghela nafas pelan, setelah mendengar penjelasan Kieran barusan.

"Seharusnya, kamu tinggal di sini bersama perempuan yang kamu cintai. Apa tidak masalah, jika aku ikut berada di sini?"

Senyum Kieran perlahan memudar. Dia kembali tersadar jika istrinya itu sampai saat ini belum mengetahui tentang perasaannya selama ini. Kieran menghentikan langkahnya tepat saat mereka sampai ruang tengah. Dia kemudian menatap Ayyara dengan sorot serius.

"Ayyara, sepertinya ada satu hal yang seharusnya aku katakan sejak awal padamu."

Ayyara mengernyit, penasaran. "Apa?"

Kieran menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Jujur, dia masih ragu. Namun menurutnya itu lebih baik dia ungkapkan secepat mungkin pada Ayyara. Karena perempuan itu juga sudah menjadi istrinya, Kieran pikir tak perlu lagi menyembunyikan perasaannya pada Ayyara.

"Aku menyukaimu."

Ayyara mengernyit tak paham. "Apa maksudmu?"

"Aku menyukaimu," jawab Kieran sekali lagi.

Dia menatap perempuan itu cukup dalam, seakan mengisyaratkan bahwa ucapannya barusan memang tulus dari hatinya. Kieran ingin Ayyara mempercayainya.

"Sejak pertama kita bertemu, aku sudah mencintaimu. Aku kagum dengan kecantikanmu, aku menyukai caramu berbicaramu, dan aku menyukai sifatmu. Semua yang ada pada dirimu, aku menyukainya. Tapi aku tidak sempat menyatakan semua itu, karena sebelumnya kita tidak begitu akrab dan kamu juga menjadi kekasih laki-laki lain. Itu juga yang membuatku beberapa kali ragu untuk mendekatimu. Dan aku sebenarnya juga tidak ingin menghancurkan hubungan orang. Tapi, saat mama dan papa tiba-tiba menjodohkanku dengamu, aku rasa itu kesempatan bagus untukku, untuk berusaha memilikimu. Maka dari itu, aku menolak saat kamu memintaku untuk membatalkan perjodohan ini."

Ayyara diam sesaat, mencerna semua pernyataan laki-laki itu barusan. Kieran mencintainya secara diam-diam? Ayyara menggeleng pelan, berusaha tak mempercayai semua itu.

"Kenapa kamu mencintaiku?"

"Aku tidak tahu, kenapa aku bisa mencintaimu. Jika cinta itu bisa diarahkan untuk jatuh ke siapa, aku juga tidak akan memilihmu Ayyara. Aku juga tersiksa, mencintai perempuan yang sudah jelas sudah memiliki kekasih. Aku juga ingin berhenti untuk tidak mencintaimu lagi, tapi, itu sangat sulit."

"Dan, sekarang kamu menerima perjodohan ini? Itu artinya kamu telah memilih menghancurkan hubunganku dengan Bagas, walau awalnya kamu tidak ingin menjadi penghancur hubungan orang!"

Ayyara tersenyum sinis. Dia tidak peduli dengan apa yang Kieran rasakan padanya. Dia tidak peduli dengan rasa cinta Kieran padanya. Karena yang ada di hati Ayyara saat ini, itu hanya ada satu nama laki-laki yang tidak bisa dia hapus, yaitu Bagas.

"Jika kamu mencintaiku, seharusnya batalkan saja perjodohan ini! Seharusnya kamu merelakan aku dengan Bagas. Seharusnya, kamu membiarkan perempuan yang kamu cintai ini bahagia dengan laki-laki pilihannya!"

"Lalu bagaimana denganku?" tanya Kieran menghentikan kalimat Ayyara.

Kieran mulai geram, sorotnya perlahan berubah seakan menahan perih. Bisa-bisanya perempuan itu sama sekali tak mempedulikan apa yang dia rasakan, setelah Kieran panjang lebar mengungkapkan perasaannya pada Ayyara. Kieran tak habis pikir.

"Apa dengan melihat perempuan yang aku cintai bersama dengan laki-laki pilihannya, aku juga akan bahagia?"

"Sekarang sebaliknya. Apa setelah menikah dengan perempuan yang kamu cintai, tapi dia tidak mencintaimu, itu bisa membuatmu bahagia?"

Kieran tak menjawab. Matanya sudah mulai merah, berusaha menahan amarah. Apa yang dikatakan Ayyara tidak salah. Dia tidak berhak marah pada perempuan itu. Memang, yang sebenarnya salah adalah dirinya. Seharusnya Kieran tidak perlu mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya pada Ayyara, karena hal itu justru membuat semuanya jadi kacau.

Hati Kieran sakit, juga karena ulahnya sendiri. Kieran tak akan pernah menyalahkan Ayyara tentang ini. Karena dia sadar, sejak awal memang dirinya yang telah melakukan kesalahan. Kieran mengangguk, membenarkan apa yang Ayyara katakan barusan.

"Tapi setidaknya, aku bisa memilikimu. Itu mungkin bisa membuatku bahagia."

Ayyara menggeleng tak terima. "Kamu mungkin bahagia, tapi tidak denganku!"

Kieran menunduk sesaat, berusaha menenangkan hatinya yang begitu perih. Jika dia terus menjawab, perdebatan justru semakin panjang, dan membuat hatinya semakin terluka. Kali ini Kieran akhirnya diam, menyudahi perdebatannya dengan sang istri. Dia memilih berbalik, dan melangkah meninggalkan Ayyara.

Kieran mulai menjauh darinya. Ayyara hanya diam sambil menatapnya kesal. Dia sangat tak setuju jika Kieran mencintainya.

"Jika dia tidak mencintaiku. Perjodohan ini pasti tidak akan terlaksana sampai sini. Seharusnya, aku dan Bagas bisa menikah. Kenapa cinta mas Kieran harus jatuh padaku? Kamu mencintai orang yang salah, mas!""

***

Ayyara menyalakan layar ponselnya. Dia melihat jam sudah menunjukan pukul tiga sore.

Saat ini, dia sedang duduk di sofa ruang tengah. Memeluk perutnya yang mulai keroncongan, menahan lapar. Sesaat, dia melirik ke arah pintu kamar yang tak terlalu jauh dari sana.

Sejak berdebat dengannya tadi, Kieran langsung masuk ke kamar dan tidak keluar lagi. Seakan tak mempedulikan keberadaan Ayyara di sana. Ayyara bingung, apa yang harus dia lakukan?

Dia menatap koper di sampingnya sesaat. Tidak mungkin di dalam sana ada makanan. Yang Ayyara bawa dari hotel hanya pakaiannya saja.

"Ah, aku sangat lapar. Apa tidak ada makanan di rumah sebesar ini?"

Ayyara mulai mengedarkan pandangannya. Dia ingin beranjak dari tempat duduknya. Namun, dia tidak tahu, di mana arah dapur? Rumah itu terlalu luas, dan banyak ruang. Yang Ayyara takutkan, jika dia masuk ke salah satu ruang itu, dia tidak ingat jalan keluarnya lagi. Jadi Ayyara mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat duduknya saat ini. Dan memilih untuk memeluk perutnya dengan erat, berharap itu bisa meringankan rasa laparnya saat ini.

Ding Dong ...

Tersentak. Pandangan Ayyara kini mengarah pada pintu utama yang terlihat cukup jauh dari tempatnya duduk saat ini.

"Apakah ada tamu?"

Dia menoleh ke arah kamar Kieran. Laki-laki itu masih tidak keluar. Siapa yang akan membukakan pintu untuk tamu itu?

Ding Dong ...

Bel rumah itu kembali berbunyi. Dengan ragu, Ayyara akhirnya mulai berdiri. Dengan was-was dia berjalan menuju pintu utama.

Tidak mungkin orang jahat. Ini masih sore, orang jahat tidak mungkin berani melakukan aksinya di saat hari masih terang seperti ini. Itu yang ada dipikiran Ayyara saat ini. Perempuan itu berusaha menenangkan dirinya sesaat, sebelum akhirnya pintu utama dia buka.

"Selamat sore, bu. Pesanan makanan, atas nama pak Kieran Bimantara." Seorang laki-laki berseragam pengantar makanan, menyodorkan sebuah paper bag berisi beberapa makanan kepada Ayyara.

Ayyara sempat kaget saat pengantar makanan itu mengatakan Kieran yang memesan makanan itu. Apa Kieran tahu jika dirinya saat ini sedang lapar?

Setelah menerima pesanan makanan itu. Ayyara kembali ke ruang tengah, mengeluarkan isi paper bag itu ke atas meja. Perutnya seketika semakin keroncongan saat mencium aroma lezat makanan itu.

"Sepertinya ini sangat enak."

Sekali lagi, Ayyara melirik ke arah pintu kamar sang suami. Dia berucap pelan, "apa dia tahu makanan yang dia pesan sudah datang? Apa aku harus memanggilnya? Tidak perlu, lebih baik aku makan saja semuanya. Salah dia sendiri, tidak mau keluar kamar. Dia pikir, aku akan khawatir, dan akan memanggilnya untuk keluar? Mau dia kelaparan sekalipun di dalam sana, aku tidak akan peduli."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status