Biantoro langsung mengangkat Rumi, lalu membaringkan Rumi di atas tempat tidurnya, dan menutup tubuh Rumi rapat-rapat dengan selimut nya, tapi Rumi terlihat masih menggigil kedinginan juga.Biantoro akhirnya menghubungi pelayan untuk membawakan dirinya minuman hangat, untuk Rumi dan juga sarapan pagi ke kamar. Biantoro mengusap tangan Rumi dengan telapak tangannya biar Rumi merasa hangat.Bibir Rumi terlihat sangat pucat, mungkin ini karena dia kedinginan sepanjang malam, batin Biantoro. Biantoro jadi merasa sedikit bersalah melihat Rumi seperti sekarang, namun rasa itu segera dia tepis, ketika suara pintu kamarnya di ketuk dari luar."Masuk!" "Ini sarapan dan minuman hangatnya," ucap pelayan sambil melihat ke arah Rumi yang masih tertidur dengan bibir pucat."Pasti dia tidak tidur semalaman, habis di gempur oleh Tuan muda," batin pelayan itu, tersenyum dalam hati, ingat saat dia dulu menjadi pengantin baru. Diapun sampai sakit esok harinya."Pergilah!" Ucap Biantoro pada pelayannya,
Rumi menatap Biantoro, ada sesuatu yang ingin dia tanyakan. Namun entah mengapa rasanya sulit sekali membuka mulutnya, melihat wajah Biantoro yang dingin."Dengar. Seminggu lagi, kita akan mengadakan pesta pernikahan, nenek yang akan mempersiapkannya.""Bagaimana kita mengadakan pesta pernikahan, menikah saja belum." Protes Rumi."Kita ke KUA besok, kita menikah di sana secara diam-diam." Jawab Biantoro."Apa aku bisa menolak?" Tanya Rumi pelan.Biantoro mengangkat wajahnya, lalu menatap Rumi dengan dingin dan tatapan yang menusuk."Dengar kamu yang minta agar aku membawamu. Sekarang kamu harus menjalani konsekuensinya ikut dengan ku, dengan menikah denganku!" Ucap Biantoro dengan tegas."Ta_tapi!" "Tidak ada tapi-tapian. Lagi pula kita menikah hanya akan menikah kontrak saja!" Lanjut Biantoro."Menikah kontrak?""Iya, kita akan menikah hanya dalam jangka setahun saja, aku hanya ingin membuat nenek bahagia, dia sedang sakit!" Rumi terdiam mendengar itu, apa tidak masalah jika dia
"Kita, akan kehilangan warisan ayah, jika kakak belum menikah juga, saat itu," lanjut Siska.Rumi terdiam, lalu dia tersenyum dalam hati, sepertinya dia tidak perlu khawatir tentang hal itu, toh sekarang dia sudah menikah. Jadi dia tidak akan kehilangan warisan.Rumi berlagak tidak memperdulikan ucapan Siska barusan, dengan mengambil sesuatu yang dia perlukan dari dalam laci mejanya yang terkunci, setelah itu Rumi keluar lagi dari sana, meninggalkan Siska."Kakak mau kemana? Aku harus apa sekarang?" Teriak Siska, dengan wajah bingung."Tinggal saja di rumah itu, toh uang saku kamu tetap utuh selamanya," jawab Rumi."Tapi kakak, aku takut sendirian di rumah itu." melas Siska. Tingkah Siska ini benar-benar membuat Rumi muak."Minta saja Alex menemanimu, bukankah kamu suka padanya." Sarkas Rumi. Siska seketika mematung mendengar itu."Apa maksud kakak! Aku menyukai ka Alex karena dia baik, kakak jangan salah paham!" Protes Siska."Rumi!" Suara Alex terdengar jelas di telinga Rumi. Satu p
Hari ini Rumi berniat memberikan undangan pada Siska, undangan pesta pernikahan nya dengan Biantoro. Biantoro mengantarnya Samapi rumah, namun dia tidak ikut masuk, karena dia harus segera pergi ke kantor untuk rapat.Biantoro kesal, karena neneknya menyuruhnya untuk mengosongkan waktu sekitar seminggu setelah pernikahan, karena dia sudah memesan tempat untuk nya dan Rumi berbulan madu katanya. Rencana neneknya itu, berimbas pada Biantoro yang harus sibuk, dengan menyelesaikan pekerjaan yang sudah dia jadwalkan minggu depan, di kerjakan Minggu ini juga.Rumi yang kini berdiri di depan pintu rumahnya, menatap rumah tersebut untuk beberapa saat. Rumah yang selalu menjadi tempat dia kembali dari manapun dia berada, rumah yang banyak mengandung kenangan manis yang sekarang telah hilang berganti kenangan buruk yang di sebabkan oleh perbuatan Siska dan Alex. Rumah ini merupakan peninggalan ayahnya, yang ingin dia rawat selamanya, namun sekarang sepertinya keinginan itu sirna, karena bayang
Siska dengan kesal dan marah, masuk ke dalam kamarnya, dengan surat undangan pernikahan Rumi di tangannya. Siska sekali lagi membaca surat undangan itu. Surat undangan yang sangat unik dan cantik, pasti harganya mahal, pikir Siska."Beruntung sekali kakak ku itu. Aku masih penasaran bagaimana dia bisa kenal dengan Biantoro CEO terkenal itu?" Tanya Siska, lalu menatap kembali undangan itu. Tidak lama kemudian dengan kesal, Siska meremas surat undangan itu. Namun tidak lama, dia merapihkan surat undangan itu lagi."Rumi menikah dengan Biantoro, berarti ada kesempatan aku dekat dengan Biantoro juga," batin Siska sambil tersenyum dalam hatinya."Iya, aku benar. Aku pasti dengan mudah berada di dekat Biantoro nanti, kesempatan ku untuk lebih dekat dengan Biantoro lebih besar, karena aku yakin pernikahan mereka ini tidak akan pernah berlangsung lama, mana mungkin pria tajir seperti Biantoro jatuh cinta pada wanita cupu seperti Rumi," ucap Siska."Kakakku sayang, aku pasti datang di pesta pe
Biantoro segera berlari dan masuk ke dalam kamar, dia sesaat mencari Rumi di dalam kamarnya, memastikan jika Rumi benar-benar tidak ada di dalam kamarnya. Setelah merasa yakin Biantoro langsung meraih kunci mobil nya yang ada di atas meja, lalu segera berlari menuju mobilnya, dan segera keluar dari rumah itu, untuk kembali ke tempat di mana dia meninggal Rumi saat itu."Sial! Dia sudah tidak ada di sini!" Umpat Biantoro kesal setelah berputar-putar Rumi tidak juga dia temukan.Biantoro pun memegang handphone nya, hendak menelepon Rumi, namun tidak lama dia membanting handphonenya dengan keras, karena dia baru sadar jika dia tidak tahu nomer Rumi."Bodoh! Kemana juga dia pergi. Masa di tinggal begitu saja dia tidak pulang!" Omel Biantoro.Biantoro dengan kesal sekali lagi berputar mencari Rumi, namun Rumi belum juga di temukan. "Dasar wanita, memang merepotkan!" Teriak Biantoro.Biantoro dengan perasaan tidak karuan pulang, baru sekarang dia dibuat pusing oleh seseorang, bahkan hatiny
Rumi menahan rasa marahnya, dia memilih untuk meninggalkan Biantoro, rasanya percuma jika harus bertengkar dengannya."Eh! Tunggu. Kita belum selesai bicara." Teriak Biantoro.Rumi tidak memperdulikan teriakkan Biantoro, dia mempercepat langkahnya mendekati nenek. Hanya nenek yang bisa membungkam Biantoro.Benar saja di depan nenek, Biantoro tidak berkutik. Rumi tersenyum melihat wajah kaku Biantoro."Jangan pikir kamu bisa berlindung terus pada nenek," ucap Biantoro sinis.Rumi menoleh ke arah Biantoro mendengar itu, namun kemudian mencibir tidak perduli, membuat Biantoro kesal."Pernikahan kalian tinggal dua hari lagi, kalian harus hati-hati walaupun kalian sudah resmi menjadi suami istri, nenek ingin kalian baik-baik saja," ucap nenek tiba-tiba."Baik, nek." Ucap Rumi dan Biantoro bersamaan.Biantoro menarik Rumi agar mendekat padanya, lalu merangkul pinggang Rumi, dengan kuat di depan nenek sambil berkata."Aku akan pastikan, jika istriku ini tidak akan lari dari pernikahan nya, ne
Pesta pun akhirnya usai, rasa lelah pun mulai menyerang Rumi dan Biantoro, kedua nya kini sudah berada di dalam kamar yang sudah di rancang khusus untuk pengantin baru, kamar itu terlihat sangat indah.Namun kedua terlihat tidak bersemangat melihat hiasan-hiasan indah yang berada di dalam kamar itu, Rumi begitu masuk kamar, langsung menjatuhkan diri di atas sofa, karena dia tahu itu akan menjadi tempat tidur nya juga malam ini.Sedangkan Biantoro, langsung berbaring di atas tempat tidur, Biantoro melihat ke arah Rumi yang sedang duduk pasrah di atas sofa. Lalu tersenyum dalam hati, melihat Rumi yang terlihat begitu lelah."Tentu saja dia lelah, karena harus berdiri dalam jangka waktu lama, tadi dengan sepatu hak tingginya," ucap Biantoro dalam hatinya."Jadi wanita memang repot!" Umpat Biantoro dalam hatinya lagi.Biantoro melihat Rumi, melepaskan sepatu hak tingginya, dengan pelan sambil memijit pelan jari kakinya, mungkin karena dia merasa pegal karena sepatu itu. Setelah itu Biantor