Wajah Ardan semakin memerah menahan amarah yang sudah ada di ubun-ubun kepalanya, tapi kenapa harus marah bukankah yang dikatakan oleh Rayhan memang benar? Ardan tidak menyukai Aluna dan ingin segera mengakhiri pernikahannya. Wanita yang tidak sempurna bagi Ardan tapi terlihat sempurna di mata Rayhan.Pria tampan itu memutuskan untuk tidur di kamarnya, dia sudah malas pulang ke apartemen miliknya sendiri. Padahal di sana Delia sudah siap menyambut sang kekasih dengan caranya sendiri. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam tetapi Ardan belum bisa menutup matanya, dia masih terniang-niang ucapan Rayhan. Merasa gerah dia pun keluar dari kamar dan menuruni anak tangga. Pria tampan itu pergi ke dapur. Rasa tenggorokan yang terasa kering sehingga dirinya mengambil botol minuman dingin di dalam kulkas, lalu meminumnya. Setelah selesai, Ardan bermaksud untuk pergi ke kamar Aluna, tapi dia terkejut karena pintu kamar istrinya berbunyi. Dengan cepat Ardan bersembunyi di bawah tangga d
Wanita paru baya itu terdiam sesaat lalu menatap lekat wajah putrinya itu. “Jika dia tidak menepati janjinya maka kita harus menyingkirkan dia,” jawab Bu Rini tegas. “Maksud Mama? Dengan melenyapkan dia?” tanya Sari meyakinkan agar tidak salah terka.Bu Rini tersenyum kecil membuat mata Sari melotot. “Aku nggak mau terlibat lebih jauh hanya karena harta warisan Papa kita sampai melakukan hal itu, aku enggak mau ikutan, Ma,” pinta Sari menggelengkan kepalanya dengan cepat.“Sayang, bukan kita yang akan melakukannya tapi kita akan mencari orang lain yang harus kita korbankan, mungkin keluarga kita sendiri atau orang lain? Kamu jangan berpikir macam-macam ini hanya perumpamaan saja dan mudah-mudahan Aluna menepatinya janjinya sehingga kita tidak perlu melakukan hal itu, kan?” jelas Bu Rini panjang lebar. Wanita paru baya itu menyentuh pipi halus Sari dan setelah itu pergi meninggalkan putrinya sendiri. Sari masih berdiri mematung sembari mencerna setiap perkataan ibunya. Dia sangat ta
“Tu—Tuan Ardin?” sapa Mbok Asih terkejut. Pria paru baya itu tersenyum memperlihatkan deretan gigi yang masih terlihat putih dan rapi diusianya yang sudah menginjak hampir enam puluh tahun itu. “Siapa Mbok?” teriak Bu Rini dari ruang meja makan.Tuan Ardin menyuruh Mbok Asih diam. Mbok Asih mengangguk pelan tanda mengerti apa yang diinginkan oleh majikannya. Lalu segera mengambil koper besar milik majikannya itu. Tuan Ardin pun segera melangkah masuk dan menemui mereka yang sedang menikmati sarapan pagi.“Lun, cepetan ambil sayurnya lama amat sih, jangan sampai kesabaran saya habis deh, apa perlu kamu pakai sepatu roda?” ejek Bu Rini sembari terkekeh diikuti oleh Sari. Sedangkan Ardan masih tetap diam tanpa membela Aluna.Langkah tegap sudah hampir terdengar tapi mereka belum menyadari siapa yang datang. Bahkan pria paru baya itu sangat mendengar jelas apa yang dikatakan oleh istrinya tersebut. “Assalamualaikum,” sapa Tuan Ardin. Mereka kompak menoleh dengan raut wajah yang b
Pria paru baya itu menatap lekat wajah putranya. Seperti bercermin pada dirinya sendiri baik wajah dan sikapnya hampir sama saat dia masih berumur seperti Ardan. Ambisi dan keras kepala dan teledor.“Kamu tidak perlu khawatir dengan klien penting itu karena Papa sudah menyuruh Rayhan untuk mewakilkan kamu nanti,” sahut Tuan Ardin membuat mata Ardan melototi papanya sendiri. “Apa yang Papa lakukan, kenapa Papa lebih percaya dengan orang lain daripada Ardan, dia memang sahabat Ardan tapi tetap saja dia itu orang lain,” bantahnya dengan nada suara sedikit tinggi.“Turunkan nada bicaramu Ardan, seharusnya kamu introspeksi diri, selama Papa tinggalkan setahun lebih kenapa perusahaan kita mengalami kemunduran dan banyak pengeluaran yang aneh? Dengar Ardan meskipun Papa tidak seratus persen memegang perusahaan lagi bukan berarti Papa lepas tangan dengan perusahaan yang sudah membuat Papa seperti ini, perusahaan kita itu adalah hidup kita dan kita bisa makan dari sana dan kamu hampir saja .
Suasana kembali hening, tidak ada perdebatan setelah itu. Kini Ardan sedikit mengetahui kalau Aluna ikut berperan penting dalam perusahaan papanya. Sikap Ardan masih terlihat dingin. Aluna bisa melihatnya dia pun tidak ingin meminta lebih agar suaminya berubah. Tuan Ardin pun tidak ingin terlalu mencampuri urusan rumah tangga mereka meskipun beliau ingin melihat Ardan lebih bersikap lembut kepada istrinya sendiri. Bu Rini dan Sari tidak bisa lagi terlalu mengganggu Aluna karena kepala rumah tangganya pun sudah kembali ke rumah besar itu. ***Sepanjang jalan menuju kantor pria tampan itu terlihat masih kesal. Selain kenyataan nya Aluna berperan juga dalam perusahaan.“Kenapa sih Papa lebih percaya dengan orang lain daripada anaknya sendiri? Aluna dan Rayhan pasti menertawakan aku karena sangat bodoh. Ah sial!” hardiknya sembari memukul-mukul setir pengemudi.Lima belas menit berlalu akhirnya dia pun sampai di kantor. Gedung yang menjulang tinggi sudah memanjakan matanya. Ardan mend
Aluna berjalan pelan, meskipun para karyawan tunduk dan hormat, pasti di pikiran mereka berbeda. Aluna membalas senyuman mereka dengan ikhlas. “Perlu saya bantu Bu Aluna?” tanya Bella sekretaris Ardan saat mereka berpapasan dengan wanita cantik itu. “Oh tidak terima kasih saya bisa sendiri kok,” tolaknya dengan halus. Aluna ingin masuk ke lift tapi dicegah oleh Bella. Mereka pun akhirnya di dalam satu lift.“Sudah jangan formal di sini tidak ada orang, katakan apakah Delia sering ke sini?” tanya Aluna saat mereka sudah didalam lift. “Capek tahu nggak kerja sama suami elo itu, suka buat jadwal sendiri kalau Tuan Ardin tahu anaknya suka-suka gitu habis loh dia kena omel, untung aja Pak Rayhan yang selalu menggantikan posisi suami elo itu, tahunya memberi perintah dan mengomel, tapi semua pekerjaan malah elo yang hendel, dia itu sadar nggak sih kalau selama ini bukan dia yang kerja tapi elo, kapan dia itu sadar dengan tanggung jawabnya di perusahaan kalau selama ini elo terus yang he
“Papa tahu kamu mau pergi ke mana? Bertemu dengan mantan kekasih kamu, kan?” “Dia bukan mantan Pa, dia masih kekasih Ardan,” sahut “Oh ya? Jadi selama hampir dua tahun ini kamu menikah dengan Aluna tapi tetap berhubungan dengan wanita penggoda itu? Pantas saja perusahaan yang kamu pegang tidak ada kemajuan karena otakmu sudah pernah dengan nama wanita itu! Sangat keterlaluan sekali! Bahkan kamu mengajak dia tinggal di rumah kita?” Tuan Ardin menatap nyalang putranya. Baginya Ardan memang belum bisa mandiri dia harus bekerja lebih ekstra untuk bisa dimakan mampu berdiri dikakinya sendiri. Tuan Ardin semakin ragu jika semua harta warisannya langsung dilimpahkan oleh Ardan maka dia akan memberikannya kepada Delia. “Papa yang ingin Ardan menikah dengan Aluna, bukan keinginan Ardan. Papa tahu, kan kalau Ardan sangat mencintai Delia? Dia sangat berbeda Pa, hari-hari bersama Delia itu penuh warna tapi dengan wanita cacat itu seperti tidak ada kehidupan!” protes Ardan lebih terang-teranga
Sudah puas dimanjakan oleh Ardi, Delia pun segera membersihkan dirinya sekaligus kamar yang mereka gunakan untuk memadu kasih. Dia takut jika sewaktu-waktu Ardan muncul dan melihatnya sedang bersama pria lain apalagi jika Ardan tahu kalau selingkuhannya adalah Omnya sendiri. “Cepat kamu pergi dari sini Mas, aku tidak mau ada masalah dengan Ardan, apalagi jika melihatmu di sini, meskipun dia dalam pengawasan Om Ardin pastinya dia mempunyai seribu cara untuk bisa keluar. Kita belum bisa mendapatkan apa yang kita inginkan jadi kita harus bermain cantik saat ini, benar, kan?” Delia memberi usul karena dia ingin semuanya tampak sempurna. “Mas Ardin sudah kembali dia ingin mempunyai pewaris dari Aluna dan sampai sekarang pun Aluna dan Ardan belum melakukan malam pertama dan ini kesempatan kamu untuk bisa meraih hati si tua bangka itu. Apakah kamu yakin sudah telat seminggu ini?” tanya Ardi memastikan. “Ya tinggal seminggu lagi aku akan mengecek apakah benar aku hamil atau tidak. Lagi