Abimanyu membawa Keiza ke tempat jamuan. Awalnya gadis itu tidak berminat ikut ke jamuan orang dewasa yang mungkin akan menjemukan baginya karena pembahasan yang pasti hanya berputar di masalah bisnis dan sejenisnya.
Sayangnya di rumah sedang sepi karena ditinggalkan kedua orang tuanya yang sedang honeymoon ke Maladewa, untuk yang kesekian kalinya. Sehingga membuat Keiza memilih untuk menyusul kakaknya juga. "Halo, Cantik! Aduh adik gemes tumben-tumbenan mau ikut ke jamuan makan malam?" goda Eldi yang sudah bergabung di tempat Frans dan Abimanyu tadi duduk.Eldi si Dokter Bedah sekaligus penanggung jawab IGD Medica Center memang paling suka menggoda adiknya Abimanyu. Keiza sendiri juga suka menanggapinya dengan menistakan Eldi layaknya kakak sendiri. "Iya dong. Kan adik gemes mau ketemu sama Om Eldi," kekeh Keiza menuai gelak tawa puas di bibir Frans yang mendengarnya. "Sembarangan! Suka gak ada rem ya itu bibir kalau udah nistain aku! Kakakmu aja dipanggil Oppa mesra banget, giliran aku dipanggil Om! Gini-gini umurku sama kakakmu sama tau!" protes Eldi yang hanya dibalas gelak tawa oleh Keiza. "Wajah gak ada tulisan umurnya, Om," balas Keiza lagi masih belum puas mengerjai teman kakaknya. "Maksudnya wajahku kelihatan tua gitu?" cecar Eldi lagi. "Sudah, terima nasib aja lah, Di. Mukamu memang gak bisa bohong!" ledek Frans ikut-ikutan membantu Keiza dalam menjadikan Eldi sebagai bahan bulan-bulanan. Eldi mendengus karena merasa kalah dengan tim yang tidak seimbang. 'Dua lawan satu. Sungguh tidak adil,' rutuknya dalam hati. Beruntung Abimanyu cukup peka karena tidak lama kemudian menginterupsi untuk adiknya tidak melanjutkan candaan yang menjurus ke body shaming. "I'm just kidding, Oppa!" "Tetap saja tidak boleh bercanda dengan body shaming." "Iya, Oppa yang bawel!" "Hm, minta maaf dulu." "Minta maaf, Kak Eldi. Keiza cuma bercanda saja tadi," ucap Keiza dengan tulus. "Kakak tau kok. Dan sama sekali tidak masalah jika itu kamu, Adik gemes!" Suasana di jamuan kembali meriah dengan obrolan yang ternyata tidak seperti bayangan Keiza di awal. Teman-teman dari kakaknya tidak hanya membahas masalah pekerjaan dan bisnis. Mereka juga mengajak Keiza berbincang hingga gadis kecil itu bisa menikmati suasana jamuan tanpa canggung. Berbeda suasana dengan di sebuah apartemen yang baru saja dimasuki oleh dua orang pria dewasa. Hari sudah menampilkan wajah tegang sejak di hotel tempat jamuan. Berita yang dibawa Jodi ternyata cukup mengganggu suasana hatinya. "Kenapa dia bisa kabur sebelum dieksekusi? Bukankah harusnya dia baru keluar dari penjara besok?" "Sepertinya istri sopir truk itu memakai sebagian uang pemberian kita untuk menyuap petugas sipir supaya bisa mengeluarkannya hari ini. Itu pun sepertinya karena mereka tahu hari ini kamu sedang sibuk karena ada acara." "Maksud kamu, mereka tahu dengan rencana lanjutan kita?" "Ku rasa begitu," jawab Jodi apa adanya. Mereka sedang membicarakan sopir truk yang membantu mereka menyingkirkan kedua orang tua Ghea dengan kecelakaan lalu lintas yang sudah diatur oleh mereka. Rencananya, mereka akan menyingkirkan sopir truk itu untuk selamanya setelah besok dinyatakan bebas dari penjara. Sayangnya sebelum rencana itu berjalan lancar, si sopir justru sudah lebih dulu kabur yang diduga dibantu oleh istrinya. "Kemana mereka pergi?" tanya Hari lagi. "Penang." "Penang? Kenapa ke sana?" "Sepertinya mereka ingin menghabiskan uang pemberian kita untuk pengobatan putrinya yang sakit keras."Hari kembali mengangguk paham. "Artinya kecil kemungkinan mereka akan kembali dan menampakkan wajahnya di depan kita. Aku rasa dia tidak akan membongkar kejahatan kita dengan sembarangan. Bukankah secara tidak langsung, kita sudah membantu pengobatan putrinya?" "Benar. Dan lagi, dengan membongkar kejadian yang sesungguhnya, sama saja dia kembali menyerahkan diri ke jeruji besi. Dia bisa ditahan sebentar karena bantuan kita dan karena dianggap tidak sengaja karena lalai. Tapi kalau dia mengatakan yang sebenarnya, jelas sama saja dia sedang bunuh diri, karena pembunuhan berencana hukumannya tidak main-main.""Kamu benar. Orang normal pada umumnya sudah pasti tidak akan mengungkit kesalahannya yang sudah menghilangkan nyawa orang lain. Kalau begitu, kita biarkan saja mereka pergi jauh sejauh-jauhnya. Pastikan saja mereka tidak pernah menginjakkan kaki ke Indonesia lagi. Kalau perlu biar mereka sampai mati dengan putrinya di negeri orang." Wajah tegang Hari sudah mulai melentur. Kekhawatirannya saat mengetahui sopir truk yang menjadi saksi kunci dari kejahatannya kabur sudah mulai mereda. "Aku akan melakukannya dengan baik. Tenang saja." Hari mengulas senyum senang. Asistennya itu memang sangat bisa diandalkan. Apapun yang Hari butuhkan akan dengan rapi diselesaikan oleh Jodi tanpa kesalahan. Waktu Hari dalam sehari juga lebih banyak dihabiskan bersama Jodi. Kemana Hari pergi, pasti Jodi akan ikut dibawanya. Hari membawa Ghea hanya pada saat ada jamuan seperti tadi. Untuk urusan lain seperti perjalanan bisnis atau bertemu makan bersama klien lebih banyak Jodi yang menemani. "Baguslah. Aku bisa tidur nyenyak malam ini," sahut Hari dengan sangat lega. "Kamu yakin mau tidur malam ini?" Pertanyaan dengan seringai dari sang asisten sukses membuat Hari menarik sudut bibir ke atas. Dia seakan paham dengan kode yang dikatakan asistennya secara tersirat. Karena setelahnya, Hari pun menanyakan sesuatu secara implisit. "Bagaimana dengan produk baru yang dikirim? Apakah penjualan barang 'lainnya' lancar tanpa kendala?" "Tentu saja lancar seperti biasanya. Bahkan permintaan selanjutnya dipastikan akan melonjak pesat karena 'barang' kita sudah menembus pasaran di London. Aku juga sudah membawa sampel 'barangnya'. Tidakkah kamu mau mencobanya bersamaku? Ia bisa membuatmu tahan lama," bisik Jodi di akhir kalimatnya. Seringai miring terlihat jelas menghiasi wajah tegas Hari Hardana. Tawa renyah dari pria di sampingnya membuat tenggorokan kering dan mereka mulai menuang minuman memabukkan yang sudah tersedia di atas meja. Sedangkan di rumahnya sendiri, masih ada Ghea yang baru selesai mandi setelah berendam cukup lama di bathtub. Sejak perjalanan dari hotel, Ghea sudah membulatkan tekad untuk memanjakan diri setiap tidak ada Hari di rumah itu. Dia tidak bisa berharap dibahagiakan oleh orang lain bahkan suaminya sendiri. Jika dia ingin bahagia, maka dia harus berusaha sendiri. Dan memanjakan tubuhnya dengan berendam di air hangat dalam suasana yang tenang bisa menjadi salah satu caranya. "Aku yakin Mas Hari akan pulang dini hari lagi dan dalam keadaan mabuk seperti biasanya. Lebih baik aku mulai membiasakan untuk tidak perlu lagi menunggu apalagi menyambutnya. Ya. Kurasa itu pilihan paling baik untuk saat ini. Toh dia sendiri yang memintaku untuk tidak mempedulikan urusannya di luar rumah," gumam Ghea sambil mengeringkan rambut dengan hair dryer sebelum kemudian pergi tidur.Seperti dugaan Ghea di awal, suaminya kembali pulang dini hari dalam kondisi setengah sadar karena mabuk. Bahkan sejak membuka pintu kamar, Hari sudah meracau sendiri dengan suara yang samar dan sesekali menabrak pegangan sofa karena penglihatannya yang kabur. Ghea sudah ingin beranjak dan membantu, tapi lekas diurungkan karena ingat kejadian terakhir yang membuatnya kembali menjadi pelampiasan emosi suaminya. 'Abaikan saja, Ghea! Anggap saja kamu gak lihat dia pulang. Biar saja dia anggap kamu sudah tidur. Itu lebih baik daripada bertingkah bodoh hanya untuk memperlihatkan diri yang tidak dihargai suamimu itu,' batin Ghea dalam hatinya. Ghea kembali memejamkan mata tanpa mengubah posisi tidur. Langkah suaminya terdengar semakin dekat. Suara random yang keluar dari mulutnya juga makin terdengar jelas. Meski apa yang dikatakan oleh Hari sama sekali tidak dimengerti oleh Ghea. "Huhh, cewek gak ada guna ini sudah tidur ternyata! Baguslah, daripad
Hari merasa gamang. Dia seperti ingat jika semalam sudah berbicara terlalu banyak tentang rahasia kejahatannya. Tapi Hari tidak bisa mengingat dengan jelas, apakah itu sungguhan diucapkan lidahnya, atau hanya dalam mimpi dan khayalannya saja. Untuk itu, Hari memilih bertanya langsung pada yang bersangkutan. Meskipun saat melihat sikap Ghea yang masih baik padanya, Hari merasa Ghea masih tidak tahu apa-apa tentang kejadian dibalik kematian orang tuanya. Apalagi jawaban dari yang ditanya memang mendukung asumsinya. "Semalam? Bukankah aku sudah bilang kalau semalam aku tidur nyenyak sampai tidak tahu kapan kamu pulang. Dan aku pun baru bangun beberapa saat yang lalu dan tidak mendengar kamu berkata apapun, selain dengkuran halus." Hari terlihat lega. Kemudian menerima minuman yang diulurkan istrinya dan meminta Ghea untuk melepaskan sepatu yang masih membungkus telapak kakinya. Ghea mendengus dalam hati namun tetap melakukan tugasnya. Hari pun me
Ghea berjingkat saking terkejutnya. Waktu sudah hampir tengah hari dan Ghea baru selesai memasak setelah seharian membersihkan seluruh bagian dalam maupun luar rumah yang seharusnya dikerjakan Mak Ijah. Tapi karena mendapatkan tugas lain untuk mengantar lukisan ke Galeri, jadilah Ghea yang menggantikan tugas bersih-bersihnya. "Kamu mau minta izin apa, Ghe?" ulang Hari karena istrinya hanya diam dan terlihat gusar. Ghea memutar cepat otaknya supaya menemukan alasan bagus untuk membujuk suaminya. Ghea bisa merasakan mood suaminya cukup baik setelah cukup istirahat sejak semalam. Ghea berharap kali ini dia beruntung bisa membujuk suaminya, tentu saja dengan bumbu alasan yang akan memberikan untung kepadanya. "izin untuk melamar pekerjaan di Medica Center, Mas," ucap Ghea takut-takut. "Tidak!" tegas Hari menolak secara langsung. "Kamu tidak aku izinkan bekerja dimanapun. Tetap di rumah dan menurut dengan apa yang aku
"Kenapa kamu buang-buang uang kita buat nyuap sipir segala sih, Ma? Padahal cuma selisih satu hari aja sama hari kebebasan aku yang seharusnya hari ini baru bebas." "Karena selisih satu hari itu yang membedakan nasib nyawamu hari ini, Pa." "Maksudnya?" Alea akhirnya menceritakan kenapa dirinya merelakan sebagian uangnya untuk menyuap anggota sipir supaya bisa membebaskan suaminya selisih satu hari dari yang seharusnya. Itu semua karena kemarin lusa, saat hendak menjenguk suaminya di tahanan, tanpa sengaja Alea mendengar sendiri Jodi mendapatkan instruksi dari Hari untuk menyingkirkan Sanjaya begitu keluar dari penjara. Hari ingin menghilangkan saksi kunci tentang kejadian kecelakaan yang menewaskan seorang pengusaha di bidang Farmasi yang cukup besar di Indonesia itu. Sanjaya sempat terkejut, tapi dia tidak heran setelah melihat sendiri seperti apa kejamnya Hari kepada nyawa orang lain. Sanjaya merasa beruntung ka
"Kamu jadi kerja di Medica Center?" tanya Hari begitu melihat istrinya sudah rapi saat menyiapkan sarapan di meja makan. "Jadi, Mas. Hari ini aku mulai tes buat penentuan dikasih posisi apa di kerjaan nanti." Hari terlihat tidak terlalu suka dengan keinginan Ghea bekerja di luar rumah. Masih ada rasa khawatir jika istrinya itu akan punya kesempatan untuk melawan. Meski Hari sendiri tahu jika dirinya masih punya senjata utama yang bisa digunakan untuk mengendalikan Ghea sehingga tidak mungkin berani macam-macam. Siapa lagi jika bukan mamanya yang masih menjadi pasien vegetatif, sejak selesai operasi pasca kecelakaan, yang bahkan dirawat di rumah sakit mana pun, Ghea tidak diberitahu. "Pakai kesempatan kerja yang aku kasih buat berguna bagi keluarga, Ghe! Awas aja kalau kamu gak berhasil dapetin persentase kerjasama buat Gauta Farma, lebih besar seperti yang kamu janjikan dalam waktu satu bulan ke depan. Saat itu juga aku akan suruh ka
"Aku belum terlambat kan?" tanya Ghea saat melihat Frans sudah menunggunya di lobby rumah sakit. Kejadian penuh haru bersama Mak Ijah hampir membuatnya lupa waktu. Beruntung dia sampai di rumah sakit tepat waktu sebelum waktu yang mengharuskannya masuk ke ruang tes dan interview tiba. "Belum kok. Masih ada sisa waktu 5 menit lagi. Biar aku antar kamu ke ruangannya." Ghea menghela napas lega mendengarnya. Mengambil napas panjang sambil mengelus dadanya sekilas sebelum kemudian merespon ajakan Frans."Makasih banyak ya Kak Frans." "Sama sekali tidak masalah, Ghe. Asal kamu jangan kaget kalau bakalan ada banyak tahapan yang diujikan dan ditanyakan," sesal Frans terlihat tidak enak mengatakannya. Frans terlihat khawatir, dan menjelaskan jika tahapan yang dijalani Ghea akan sedikit rumit dan mungkin juga menguras tenaga. Tapi Ghea memperlihatkan respon yang positif sekaligus membuat Frans tenang. "Jangan khawatir, Kak.
"Ya." Ghea memilih menjawab singkat karena Abimanyu sebelumnya mengatakan hanya tersisa satu pertanyaan lagi. Dia tidak berharap ada pertanyaan lanjutan setelah mendengar jawaban singkat tersebut. Meski nyatanya apa yang tidak diharapkan justru diperdengarkan. Abimanyu pun terkesiap karena Ghea menjawabnya dengan cepat. Dia pikir, Ghea akan kembali menyanggah atau bahkan tidak menjawabnya. Tapi ternyata perkiraannya salah. "Terus, kenapa kamu masih bertahan?""Bukankah kamu tadi bilang hanya tersisa satu pertanyaan saja? Dan aku sudah menjawabnya dengan gamblang. Bolehkah kalau saya tidak menjawab pertanyaan lanjutan yang harusnya sudah selesai ini?" Ghea memang tidak berniat menceritakan masalah pribadinya secara sembarangan. Siapapun tidak bisa dipercaya dengan mudah. Ghea memilih untuk berjaga-jaga dan menyimpan urusan personalnya untuk tetap terjaga. Daripada mengambil resiko yang bisa ditanggung sendiri."Kamu yakin tidak ingin menjawab pertanyaan dariku?" Ghea mengangguk yak
"Oppa!" Keiza berdiri dari duduknya dan terlihat sumringah melihat kedatangan kakak tirinya — Abimanyu."Hm, sudah lama nunggunya!" tanya Abimanyu basa-basi. "Tidak sama sekali. Tehku bahkan belum habis," jawab Keiza sambil memperlihatkan minuman dalam cup bertuliskan Teh Tarik Hanaang di dalam genggaman tangannya. Abimanyu melirik sekilas kemudian kembali berkomentar. "Jangan minum sambil berdiri, Jagiya!" "Aku tidak. Aku berdiri setelah kamu datang, Oppa. Saat minum tadi jelas aku masih duduk manis," jawab sang adik dengan disertai dengkusan lirih. "Hm. Mau berangkat sekarang?" Pertanyaan singkat Abimanyu dijawab anggukan kepala sang adik yang masih memakai seragam sekolah. Abimanyu memang menjemput Keiza di Educa Center tingkat atas. Yang meneleponnya beberapa saat yang lalu adalah sang adik yang mengatakan ingin menjemput kedua orang tua mereka di Bandara setelah berlibur ke Maladewa untuk acara honeymoon yang kesekian kalinya. "Sudah makan siang?" tanya Abimanyu lagi setel