Share

BAB 8 : Hangout membawa Bahagia

Saat ini Aruna dan Sari sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Mereka memasuki beberapa gerai yang memampang discount 50% pada setiap produk. Dan, sasaran empuk dari discount tersebut mayoritas mengenai wanita muda sampai wanita paruh baya. Dari produk kecantikan, accesories, serta baju. Dan gerai-gerai tersebut bagaikan sebuah magnet yang mampu menyedot pengunjung.

Tampak beberapa lelaki dari pasangan wanita yang berada disisinya, menenteng tas belanja. Ada pula yang ikut bersama menemani berbelanja, dan ada pula yang menunggu di luar gerai dengan memandang lalu lalang orang yang berjalan dari berbagai aktivitas.

Kalau kita berada di lantai tiga atau empat pada sebuah pusat perbelanjaan, akan terlihat mobilitas dari wanita-wanita itu berbelanja. Dan biasanya mereka menghabiskan waktu hingga berjam-jam hanya untuk mengunjungi beberapa gerai dan balik kembali pada gerai yang sama demi untuk mendapatkan discount yang lebih banyak, walaupun itu hanya seribu rupiah!

Dan memang demikianlah keunikan wanita. Mereka akan senang jika mendapatkan barang bagus dengan harga lebih murah dari biasanya, walaupun mereka harus mengelilingi gedung di pusat perbelanjaan tersebut.

“Sari, istirahat dulu yukk, kaki gue pegal banget. Dan ini udah kelima toko kita masuki, tapi enggak ada barang yang sesuai dengan keinginan lo.,” ucap Aruna, berhenti pada sebuah kursi panjang berbahan batu kali.

“He..he..he..he.., capek yaa.., anggap aja olahraga. Kan kita nggak pernah olahraga. Tapi.., ayo kita beli minuman di gerai yang terkenal itu, “Ajak Sari, dan menarik tangan Aruna yang sudah mager (males gerak) di kursi yang terasa adem, karena terbuat dari batu kali yang di pipihkan.

Mereka pun berjalan menuju gerai minuman yang terkenal itu. Dan mereka antre untuk bisa memesan minuman disana, ada sekitar empat orang di depan mereka. Kemudian di sela-sela menunggu, mereka pun berbincang – bincang.

“Aruna.., lo jangan jual mahal begitulah sama pak Lukman. Susah tau cari lelaki yang serius sama kita. Udah hajar aja.., mumpung dia masih mengejar lo. Sebelum dia pindah ke lain hati,” ucap Sari dengan nada suara pelan, karena mereka berada dalam antrean.

“Ya nanti kita bicara lagi.., udah maju lo, sisa satu orang lagi,” jawab Aruna, meminta Sari maju ke depan. Karena saat ia berbicara wajahnya menghadap ke arah Aruna, jadi ia tidak bisa tau kalau orang yang berada di depannya telah maju ke depan.

Sesampai di depan counter mereka masing- masing memesan minuman. Sari memesan Buble Chocolate, sedangkan Aruna memilih Buble Greentea. Kemudian, Sari membayar ke dua minuman tersebut lalu mereka mencari tempat duduk yang berada di sudut ruang itu, langsung berhadapan dengan kaca yang menempel pada bagian gerai tersebut.

“Gimana Runa..? Lo tolak itu pak Lukman? Kalau dia suka sama gue, udah gue libaslah.., gue tinggalin tuh pacar gue yang lama, He..he..he..he,” Sari nyerocos sambil meregangkan kakinya yang teras pegal.

“Napa kaki lo, pegal?” tanya Aruna saat melihat kaki rekan kerjanya di selonjorkan. Dan dibalas oleh senyuman Sari.

Sari melihat ke arah Aruna dengan serius, dan mangut-mangut. Kemudian dia tersenyum kecil ke arah Aruna yang juga menatap netra rekannya dengan kebingungan.

“Kenapa lo liat gue seperti itu? Apa ada riasan wajah gue yang berlepotan?” tanya Aruna sambil mengeluarkan ponselnya dan melihat wajahnya lewat aplikasi photo yang ada disana.

“Runa.. Runa.., gue kagak ngerti, napa sih.., lo tunda-tunda jawaban dari pak Lukman yang mau sama lo, apalagi jadi istrinya. Kalau ada lelaki yang serius, bilang mau merried sama gue, langsung gue bilang mau sama tuh laki, walaupun enggak se’tajir pak Lukman, yang penting niat baiknya. Coba sekarang lo cerita sama gue, napa lo enggak kasih jawaban ke dia,” ucap Sari, dengan geregetan pada Aruna.

“Masalahnya__.” Ucapan Aruna terhenti, kala seorang pramusaji minuman Buble telah berada di samping meja mereka dan menaruh kedua minuman yang mereka pesan di meja tersebut. Lalu pramusaji itu berkata, “Selamat menikmati, kak.”

Sebelum melanjutkan perbincangan, mereka langsung menikmati minuman Buble tersebut. Kemudian, Aruna berkata pada rekan kantornya, “Sar.., lo tau kan tanggung jawab gue sama adik-adik gue yang masih sekolah. Gue cuma takut, kalau gue nikah dan laki gue melarang bantu biaya sekolah, uang jajan mereka, gimana nasib mereka? Lo kan enggak pernah ngerasain seperti apa yang gue rasa.”

Ada perasaan haru pada hati Sari mendengar begitu besarnya tanggung jawab Aruna yang tidak pernah ia rasakan. Tetapi sebagai rekan kantor yang telah melewati kebersamaan dalam suka duka selama tiga tahun ini, membuat Sari memahami keterbatasan yang di miliki rekannya.

Lalu Sari sebagai orang yang punya sikap blak-blakan dalam memandang masalah langsung berkata, “ Yaa, lo kasih syarat sama pak Lukman, mengenai keberatan lo atas adik-adik. Kalau dia mau.., yaa di syukuri saja. Kalau enggak mau yaa enggak apa-apa. Lo kan enggak tuntut dia buat bertanggung jawab sama adik lo. Juga duit yang di pakai kan juga duit lo, dan kalau memang dia sayang sama lo, gue rasa semua Fine- Fine aja. Malah seharusnya dia bisa bantu pendidikan adik-adik lo. Itu juga kalau dia enggak PE..LIT!”

Aruna mendengarkan masukan dari Sari dengan menikmati minumannya. Ia juga mencerna percakapan yang terjadi dengan memikirkan langkah selanjutnya. Mengingat beratnya biaya pendidikan dari Arimbi, lalu setahun kemudian Arumi akan melanjutkan sekolah di SMA yang pastinya akan menambah bebannya terasa semakin berat.

Walaupun adik lelakinya, Aditya turut membantunya. Tetapi sampai kapan? Kelak saat Aditya yang telah mempunyai pacar dan berkeinginan untuk menikah, bagaimana dengan nasib adik-adiknya yang masih menempuh pendidikan?.

Tidak masalah jika kelak, pasangan hidup Aditya memaklumi keadaan keluarga mereka, tetapi jika tidak memaklumi, bagaimana jadinya? Dan itu adalah sekelumit dari permasalahan yang mungkin akan terjadi di dalam kehidupan Aruna dan keluarganya.

“Ok.., Makasih input nya, tapi ngomong-ngomong perut gue keroncongan, jadi lo traktir makan siang?” tanya Aruna setelah mantap dengan keputusan yang akan ia ambil.

“Ayoo, kita cari makanan, memang lo pengen makan apa?” Sari balik bertanya pada Aruna.

“Ehmm, steak aja yukk,” ajak Aruna yang telah berdiri dari kursi setelah menghabiskan sisa minumannya. Lalu, Sari pun menggandeng tangan Aruna berlalu dari tempat itu menuju sebuah resto yang menyajikan makanan steak.

Sampai di depan resto tersebut, mereka masuk ke dalam dan seorang pramusaji menghampiri mereka, memberikan daftar menu, lalu meninggalkan mereka dengan berkata, “Nama saya Wati, jika kakak sudah siap dengan pesanan bisa memanggil saya, Terima kasih.”

Mereka pun memilih jenis steak yang akan mereka makan. Setelah mereka memilih, Sari memanggil wanita yang bernama Wati dan mengatakan pesanannya, berikut minumannya. Saat mereka menunggu pesanan, terdengar suara nada bip pada ponsel Aruna. Dengan perasaan deg-deg’an Aruna membuka pesan pada ponselnya, dan terlihat Lukman mengirimkan pesan padanya.

“Hey.., siapa yang kirim pesan? Lukman yaa?” tanya Sari dengan kepo’an nya.

“Pak Lukman yang kirim pesan, Sar,” jawab Aruna dengan memperlihatkan isi pesan dari Lukman.

[Pesan masuk Lukman Nasabah : Adinda, bahagia sekali saya terima balasan dari adinda. Syukurlah Adinda memahami maksud dari hati saya. Saya ingin bertanya, apakah adinda sudah punya kekasih? Jika sudah, saya akan mundur dan tidak akan mengirim pesan kembali. Dan mohon abaikan saja surat saya yang waktu itu. Sudikah kiranya adinda menjawab pertanyaan saya, agar tidak terjadi salah paham antara kita semua.]

Sari yang ikut membaca pesan singkat dari Lukman, ikut terbawa suasana. Dengan wajah semeringah, ia berkata, “So Sweet, WOW! Romantis banget itu orang, aduuh Runa.., gue aja jadi terhanyut sama kata-katanya. Asli.., komplit itu laki. Udah tajir.., cakep.., sopan.., dan romantis banget..!”

Melihat kelakuan rekannya yang begitu terpana dengan pesan singkat yang di kirim oleh Lukman, membuat hati Aruna juga ikut bahagia. Lalu ia bertanya pada Sari, “Sar.., gimana nih gue balasnya.”

“Permisi, kak.., ini pesanannya,” ucap pramusaji yang tiba-tiba sudah berada di depan matanya dan membawa nampan berisi dua steak yang mereka pesan.

“Ini steak Tenderloin nya, dan ini black pepper nya, jus sirsak satu dan jus alpukat satu, sudah lengkap ya kak.., pesanannya?” tanya pramusaji tersebut.

“Yaa.. udah. Terima kasih mbak,” jawab mereka bersamaan.

Setelah pramusaji itu berlalu, Sari langsung meraih ponsel milik Aruna, dan ia yang akan menjawab pesan yang di kirim oleh Lukman, tetapi Aruna meraih kembali ponselnya dan berkata, “Gue aja yang jawab.., lo tinggal kasih tau apa yang harus gue tulis.”

Dengan tersenyum, Sari meledek rekannya, “Cie.., Cie.., yang udah punya gebetan. He.. he.. he.., kita makan dulu aja laah, pak Lukman pasti dengan setia menunggu jawaban lo. He.. he.. he.”

Akhirnya mereka menikmati steak yang mereka pesan tanpa berkata sepatah kata pun. Setelah selesai, Aruna langsung membuka ponselnya dan mulai membalas pesan dari Lukman.

[Pesan keluar untuk Lukman : Untuk saat ini, saya enggak punya teman dekat.]

Pada saat Aruna mengirim pesan itu, rekan kantornya, tertawa terbahak-bahak saat membaca pesan yang di kirim ke pak Lukman, “Ha.. ha.. ha.., Runa.., Runa..”

Dan saat Sari tertawa, beberapa orang yang sedang menikmati steak dan menunggu steak, melihat kearah mereka berdua. Ada yang tersenyum, ada yang melihat dengan pandangan acuh tak acuh dan ada yang judes memandang mereka. Dan Aruna yang jadi bahan tertawaan dari Sari, matanya melotot ke arah rekan kantornya.

“Napa sih lo, kayak orang kesurupan, liat tuh semua orang pada liat kearah kita,” sungutnya, kesal melihat tingkah laku dari temannya.

Puas dengan tertawa lepasnya, Sari langsung meraih ponsel Aruna, “Begini cara menjawab pesan orang yang lagi jatuh cinta.”

[Pesan keluar untuk Lukman : Pak.., untuk kekasih atau teman dekat saya belum punya. Karena saya fokus mengurusi adik-adik saya yang masih pendidikan. Dan untuk sementara biarlah kita mengenal satu sama lain, jika kita sejalan, pastinya.., hubungan ini pun akan berlanjut, seperti perasaan bapak terhadap saya. Juga bapak belum mengenal saya sepenuhnya. Siapa saya dan keluarga saya.]

“Runa, coba lo baca itu pesan gue. Kalau lo merasa cocok dengan apa yang gue ketik, lo bisa kirim. Kalau enggak cocok, yaa lo apus aja,” ujar Sari sambil memberikan ponsel Aruna yang ia pegang kepadanya.

Terlihat Aruna membaca pesan yang telah diketik oleh rekannya, ia tersenyum kecil. Tergambar bahagia dari raut wajahnya. Lalu ia memberikan jempol pada Sari yang sedang memandang kepadanya. Aruna pun mengirimkan pesan singkat yang telah di ketik Sari ke pak Lukman.

“Terima kasih yaa Sar.., lo memang hebat kalau udah urusan seperti ini,” ujar Aruna dengan tersenyum manis.

“Makanya, jam terbang lo harus di tingkatin, masa jawab pesan model gitu aja nggak bisa. Ehmm, sebenarnya lo demen apa nggak sama dia?” tanya Sari dengan pandangan serius. Menatap netra Aruna dalam-dalam, seolah ia akan melahap bola mata Aruna.

“Hemm, enggak tau juga, soalnya gue harus kenal dia lebih dekat, kalau cuma dari luarnya, fisiknya, gue suka sama dia. Ingat! suka, bukan cinta.”

“Tapi gue rasa, lo bisa jatuh cinta sama dia. Gue yakin dia orangnya baik dan hmmm romantisnya itu yang bikin gue kok.., jadi suka dia juga yaa, Uhff.. Sorry gue terus terang nih,” ucap Sari menutup bibirnya dengan kedua tangannya sambil tersenyum lebar.

“Udah yuk, kita cabut dulu, nanti keburu sore,” ajak Aruna. Lalu Sari menuju kasir untuk membayar makanan dan minuman mereka. Kemudian, ia berjalan keluar resto itu, di ikuti oleh Aruna dari belakangnya.

“Makasih untuk traktiran dan nasehatnya,” dengan tersenyum Aruna merangkul pundak Sari, berjalan melewati beberapa gerai pakaian. Dan Sari mulai memantau beberapa gerai yang memasang discount. Sementara Aruna hanya mengikuti saja arah Sari memuaskan hasrat belanjanya.

Puas dengan gerai yang satu, diikuti dengan gerai yang lainnya. Sampai akhirnya tiga kantong tas belanjaan Sari telah penuh dengan barang-barang discount. Dari baju, sepatu, hingga tas. Melihat hal itu Aruna hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan menasihati rekannya itu.

“Sar.., enggak kasihan apa sama duit, kok cuma lo buang buat beli barang-barang seperti itu. Harusnya kalau nggak butuh banget ya jangan dibeli. Apalagi gue tau, tas lo kan masih bagus. Kalau mengikuti model mah, nggak ada habisnya,” ujar Aruna memberikan nasihat pada rekan kantornya.

“Bener juga sih saran lo. Cuma yaa.., kalau gue udah ke Mal, pastinya seperti ini. Apalagi baru gajian, tapi gue memang lagi perlu barang ini, Runa..,” jawab Sari membela diri. Dan Aruna hanya tersenyum saja mendengar rekan kerjanya memberikan alasan. Dalam hati Aruna, ‘Untung aja gue enggak lapar mata kayak Sari.., kalau kayak dia, bisa-bisa adik-adik gue enggak ada yang sekolah.’

Selesai berbelanja, mereka pun ke basemen, tempat dimana mobil Sari di parkirkan. Lalu mereka pun masuk ke dalam mobil, dan Sari meletakan kantung belanjaannya di kursi belakang. Dan saat mereka di dalam mobil, terdengar ponsel Aruna berdering.

Seketika, wajah Aruna merona kala ia tahu, kalau yang menghubunginya adalah Lukman. Dan ia hanya memandangi ponselnya tanpa melakukan apa pun, sampai bunyi dering ponselnya terhenti. Sehingga membuat Sari berteriak padanya, “Jawablah.. Runaaa!”

Selesai Sari berteriak, ponsel Aruna berdering kembali. Sari meminta Aruna untuk menjawab telepon itu dan menyalakan loudspeaker-nya karena ia juga ingin mendengar percakapan mereka berdua. Lalu Aruna menjawab panggilan ponsel itu, di awali dengan kata, “ Ya, Hallo.”

“Maaf mengganggu, Adinda lagi dimana sekarang?” tanya Lukman, terdengar bahagia dari nada suaranya.

“Hemm, maaf pak, bisa enggak kalau bapak panggil nama saya aja, tanpa adinda?” tanyanya. Sementara Sari yang mendengar percakapan mereka cekikikan dengan menutup bibirnya.

“Baik kalau kamu maunya seperti itu, Aruna. Dan bisa saya minta kamu panggil saya dengan sebutan abang juga, jangan bapak seperti itu,” pinta Lukman. Itu membuat Sari temannya tersenyum disebelah Aruna.

Lalu mereka pun bercakap-cakap hal yang bersifat basa-basi semata. Lalu di akhir percakapan Lukman bertanya pada Aruna, “ Boleh abang ke rumah Aruna?”

“Ke rumah saya?___ Aruna terdiam sejenak, lalu kembali ia bicara, “ Tetapi, jangan dulu ke rumah, lebih baik.. hemm gimana yaa, soalnya saya kan belum kenal abang lebih dekat,” ungkap hati Aruna dengan sejujurnya.

“Oleh karena itu, abang ingin ke rumah Aruna, biar lebih dekat. Bukan lebih dekat dengan Aruna aja, tetapi dengan adik-adik Aruna juga,” ujar Lukman yang tetap bersikeras ingin berkunjung ke rumah Aruna.

“Ooh.. begitu, baiklah kalau memang abang ingin seperti itu,” Aruna menjawab permintaan Lukman. Lalu ia memberikan alamat rumahnya. Dan ia juga memberitahu Lukman, kalau ia sedang menemani rekan kantornya berbelanja, yang sudah Lukman kenal juga.

Setelah itu, mereka pun memutuskan pembicaraan. Sementara, Aruna merasa jantungnya berdebar dengan kencang, mengingat Lukman akan ke rumahnya. Tetapi dalam lubuk hati yang terdalam ia merasakan bahagia.

Berbeda dengan Sari yang langsung tancap gas mengantar Aruna pulang ke rumahnya, dengan terus meledeknya di sepanjang jalan menuju rumah Aruna.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
madehilda
lama-lama si Sari bisa ambil alih Lukman.. Ayoo pepet lukman
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status