Share

Dua :: Candaan Lorong Kelas

Masih jam kosong, seluruh siswa-siswi XI - IPS 5 itu sibuk sendiri. Beberapa dari mereka, ada yang berkumpul untuk membahas gosip. Ada juga yang memang mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru piket.

Begitu juga dengan Karyn dan ketiga temannya. Secara kebetulan, mereka disatukan di tahun ini. Veronica, si gadis ambisius itu sudah selesai mengerjakan tugas yang diberikan.

Sedangkan, Fania si gadis berambut hitam lebat dan panjang. Ia juga menjabat sebagai sekretaris di kelas, bahkan salah satu teman Karyn sejak lama. Namun, mereka baru dekat saat SMA, tepatnya kelas sepuluh. Gadis itu sibuk membaca cerita lewat platform di ponselnya.

Satu lagi, Adeline. Gadis yang tingkat bucinnya tidak beda jauh dari Karyn. Hanya saja, Zain—kekasih Adeline—tidak posesif dan cemburuan seperti Ronald. Adeline sibuk streaming YouTube. Ia menontoni beberapa Music Video idol kesukaannya.

Dari keempat gadis itu, hanya Veronica yang mengerjakan tugas. Karyn sedang mengerjakannya tugas itu, namun ia tidak meminjam tugas Veronica karena tidak akan dipinjamkan. Sedangkan keduanya—Fania dan Adeline—menunggu jawaban dari Karyn.

“Ryn, udah selesai?” tanya Fania yang duduk di sebelah kirinya. Gadis berambut hitam itu mendempetkan posisi duduknya dengan Karyn. “Gue punya rekomendasi bacaan menarik buat lo.”

Karyn berdecak. Ia tahu, Fania ingin meminjam tugasnya. “Gue enggak bisa disogok, Fan. Lagian, kalau mau pinjam, ntar gue kasih.”

“Gue juga, Ryn. Jangan kasih ke Fania aja, sih. Bagi-bagi sama gue, ntar kalau double date, gue yang bayar.”

Karyn menggelengkan kepalanya, ia sudah terbiasa dengan hal itu. “Lanjutin sama HP kalian, kalau udah, gue kasih.”

Saranghae, Karyn.” Adeline memberikan heart sign ke arah Karyn yang berada di serong kanan belakangnya.

Karyn bergidik ngeri. Adeline memang salah satu temannya yang paling dekat karena saat kelas 1 SMA, mereka memiliki hobi yang sama. Bahkan, di pertengahan semester dua, mereka sama-sama menjalin hubungan dengan lelaki cukup populer di sekolah.

Beberapa menit kemudian, Karyn selesai dengan tugas itu. Ia segera memberikannya pada Adeline dan Fania. Sedangkan Veronica tidak bersama mereka. Gadis itu tengah berkumpul bersama beberapa anak ambisius di kelasnya juga.

“Tadi pagi, lo enggak pergi sama si Ronald, Ryn?” tanya Adeline. Kali ini, ia mengubah posisi duduknya mendekat ke arah Fania. Sehingga, posisi gadis itu berada di tengah-tengah meja Fania dan Karyn.

Karyn menyenderkan punggungnya pada punggung kursi. Kemudian, melipat tangannya di depan dada. “Enggak.”

“Tumben? Biasanya harus bareng,” sahut Adeline yang fokusnya pada buku tulis. “Gue lihat Ronald datang sendiri, gue kira lo enggak masuk.”

“Karyn enggak masuk itu pasti ngomong sama kita, Del. Lagian, enggak selamanya dia harus sama Ronald terus,” sahut Fania ketus.

“Lo lupa, Fan?” pekik Adeline. “Sejak kapan Ronald pergi sendiri kalau enggak kepepet?”

“Iya, dia pergi sendiri karena kepepet Adeline sayang ....” Karyn langsung menimpal. “Dia kesiangan, dan gue enggak mau terlambat. Apalagi, kantin kalau jam tujuh kurang, pasti udah ramai.”

Semua teman-teman Karyn sudah mengenal karakter Ronald seperti apa. Mereka juga sudah tahu tingkat bucin kedua kekasih itu bagaimana. Bahkan, Fania sudah muak dengan semua sikap Ronald pada sahabatnya itu.

Entah karena apa, yang pasti Fania benar-benar tidak suka jika Karyn berhubungan dengan Ronald.

“Kurang-kurangin jadi budak cinta Ronald, Ryn.” Fania kembali memperingati, kali ini nada bicaranya terdengar dingin.

“Lo suka sama Ronald?” tanya Karyn penuh selidik. Ia bingung mengapa Fania terus melarangnya, bahkan terlihat jelas bahwa sahabatnya itu tidak suka dengan Ronald.

“Amit-amit sama cowok toxic kayak dia.” Fania mendelik sebal.

Karyn terkekeh. Ia hanya bercanda, namun di balik candaan itu, ia juga penasaran alasan apa yang membuat Fania sangat membenci Ronald.

“Ini apaan, black and blue, kok, babak belur?” pelik Fania saat tengah menyalin tugas milik Karyn.

Karyn berdecak kesal. “Itu idiom, Bodoh!” ketusnya.

“Oh idiom ....” Fania manggut-manggut. “Si Ronald gue bikin black and blue mantap, tuh,” sambungnya.

“Fan, udah, deh.” Adeline langsung memperingati.

Karena tidak ingin bertambah kesal, bertambah dosa, Fania memilih mengalah saja. Mungkin, ia akan membahasnya nanti.

  • -•

Berbeda dengan Karyn yang diam di kelas, Ronald tidak. Lelaki itu memang tidak bisa diam di kelas jika ada tugas yang diberikan.

Kali ini, Ronald tengah bersama teman-temannya di lorong jelas. Lelaki itu sibuk memainkan sosial media di ponsel Karyn. Itu sudah menjadi kebiasaan dirinya juga, yaitu meminjam ponsel kekasihnya.

“Enak banget jadi si Ronald. Ceweknya sabar tingkat dewa,” celetuk Tristan, salah satu teman Ronald.

Ronald bersama keempat temannya, yakni Davin, Julian, Zain, dan Tristan. Kelima lelaki populer itu juga memiliki teman perempuan yang berbeda kelas dengannya.

Ya, sebenarnya mereka tidak satu kelas. Hanya Ronald, Davin, dan Tristan yang satu kelas. Sedangkan Zain dan Julian berada di kelas XI - IPS 4.

“Bau-bau akan ditikung,” kompor Julian cukup keras.

“Kompor banget, Ju,” sahut Zain ketus.

Julian hanya terkekeh pelan, sedangkan yang dikompori hanya diam. Sebenarnya, Davin sudah lama berteman dengan Karyn, ia tahu bagaimana sikap Karyn dan seberapa sayangnya gadis itu pada temannya.

“Kapan putus, Nald?” tanya Tristan yang berada di sebelah Ronald. Nadanya terdengar tidak bersalah.

Ronald langsung menoleh, tatapannya menajam saat Tristan bertanya seperti itu. “Mati lo sama gue,” sahutnya.

“Serius gue nanya,” sahut Trisal. “Kalau putus, gue deketin.”

“Apa kabar sama si Davin, ya? Dia udah dari lama suka sama cewek lo, Nald. Eh, Karyn klepek-klepeknya sama cowok kayak lo,” ujar Julian tidak habis pikir.

Davin memang sudah lama menyukai Karyn. Namun, lelaki itu tidak mengatakan pada Karyn. Mereka sudah bersahabat sejak lama, dan Davin tidak ingin persahabatan mereka hancur hanya karena perasaannya.

“Lo suka sama Karyn, Vin?” tanya Ronald penuh selidik.

Entahlah, Julian merasa bahwa dirinya salah karena asal bicara. Seharusnya, ia tidak mengatakan hal itu.

"Enggak, Nald. Gue bercanda, elah." Julian langsung mencari-cari alasan agar Ronald tidak membahas hal itu.

Davin melirik sekilas ke arah Julian, begitu juga dengan Ronald. "Emang kenapa? Gue salah kalau suka sama dia?"

"Salah, sih, enggak. Tapi, ya ...." Ronald tersenyum sinis. "Tahu diri aja. Jangan jadi orang ketiga dalam hubungan gue sama Karyn, gitu aja."

"Gue masih tahu diri kali, santai aja," sahut Davin.

Ronald manggut-manggut. "Bagus kalau gitu, lo tahu diri, kan?" Nada bicaranya sudah terdengar semakin kesal. Ia hanya takut jika terjadi sesuatu yang tidak-tidak.

"Eh, udah-udah." Zain langsung mencairkan suasana yang ia rasa sedikit tegang. "Lo, sih, Ju. Mulutnya ember banget, najis."

"Ya, maaf. Kelepasan, Zain," sahut Julian yang memang merasa bersalah. "Tapi, kan, emang be—"

"Ju! Gue lempar lo ke bawah juga, sekarang!" potong Tristan. "Suasana jadi enggak enak tahu, gara-gara lo."

"Gue rasa orang ketiga enggak dari Karyn, tapi dari lo," ujar Davin cukup tegas. "Gue cuma nebak aja."

"Maksud lo, Vin?" Pertanyaan ini berasal dari Zain dan Julian yang penasaran.

Davin menatap kedua temannya itu. "Kalau dari Karyn, udah dari dulu gue jadian sama dia. Ya, kasarnya yang jadian sama Karyn sekarang gue, bukan si Ronald," ujarnya.

"Eh, bener juga," timpal Tristan. "Dulu waktu sama Brandon, itu dari si Brandon, anjir. Tapi emang dari si Karyn juga. Secara enggak langsung, si Claudia tuh temen deket Karyn, kan. Terus, si Claudia deket-deket sama Brandon."

"Eh, gimana, sih, ceritanya, Vin? Kenapa si Karyn bisa putus sama Brandon? Orang bilang karena si Claudia." Tristan jadi bingung sendiri. Ia tidak tahu jelasnya, hanya dengar dari orang-orang saja. "Padahal mereka goals banget, anjir."

"Ehem!" Ronald sengaja batuk. "Kalo goals, enggak akan berakhir, Tolol!"

Davin menggelengkan kepalanya. "Tanya aja sama orangnya, elah. Lagian, ada Ronald, ntar mikirnya aneh-aneh lagi."

Setelahnya, mereka membahas hal lain. Memang apa yang dikatakan Davin benar, tidak pantas membahas masa lalu seseorang, apalagi seseorang itu sudah memiliki kekasih baru. Ditambah, kekasihnya adalah temannya sendiri.

Tidak lama kemudian, bel pertanda istirahat berbunyi. Beberapa murid XI - IPS 5 sudah keluar. Begitu juga dengan Karyn yang keluar kelas bersaman dengan buku di tangannya.

Sepertinya, itu adalah kebiasaan Karyn. Membawa buku sebelum dan setelah istirahat. Tujuannya adalah agar meja di kelas gadis itu kosong karena Karyn tidak mungkin memasukkan bukunya ke tas.

"Eh, ada Karyn ...." Julian langsung melirik ke sebelah kiri—tempat pintu kelas berada.

Karyn tersenyum singkat ke arah Julian yang berada di hadapan Ronald. Sedangkan Ronald bersandar pada loker, dan ia berada di antara Tristan dan Davin.

"Eh, permisi, dong. Gue mau ke loker," ujar Karyn.

Saat mendengar permintaan Karyn, Davin, Julian, dan Zain langsung berdiri. Sedangkan Ronald dan Tristan masih pada posisinya.

"Lo berdua enggak mau berdiri?" tanya Fania ketus. "Mau modusin temen gue, ya?"

"Cemburu, ya, kamu, Fan?" Tristan langsung menjahili. "Enggak dapat Karyn, tapi dapat kamu juga udah enggak pa-pa, kok."

"Najis!" ketus Fania.

"Ribut ntar jadian. Hati-hati lo, Fan," ujar Adeline.

"Iya, Fan. Ntar kayak Adeline sama Zain. Dulu, mereka berantem terus, eh, enggak tahunya jadian," ujar Tristan.

Fania mendelik. "Mimpi lo!"

Tiba-tiba, Ronald mengulurkan tangannya ke arah Karyn, seolah lelaki itu meminta agar Karyn membantunya berdiri. Ah, memang Ronald manja jika ada Karyn.

"Apa, nih? Ngajak kenalan lagi kali, ya?" tanya Julian polos.

Zain yang mendengarnya langsung berdecak kesal. "Ronald manja kalau ada Karyn," ujarnya sedikit berbisik.

"Gue dengar, ya, Zain!" ketus Ronald. "Gue bilang Adel, nih, tentang itu." Lelaki itu mengancamnya.

"Bilang aja. Kayak berani lo?" Zain menantang balik.

Ronald tidak akan berani karena hal itu memang menyangkut pada Karyn. Akhirnya, lelaki itu memilih mengabaikan Zain, dan tetap meminta Karyn membantunya berdiri.

"Bantuin gue berdiri, Yang," ujar Ronald yang masih mengulurkan tangannya ke atas.

"Gue bawa buku, lo enggak lihat, hah?" tanya Karyn kesal. "Berdiri sendiri, udah gede."

"Sini gue pegangin bukunya, Kar." Davin langsung sukarela mengambil buku yang dipegang Karyn.

"Enggak perlu, Dav." Karyn menahannya. "Cepet, Nald." Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Ronald.

Melihat Fania dan Veronica hanya diam saja, sedangkan Adeline sudah mengobrol dengan Zain, Karyn menoleh ke arah kedua temannya. Gadis itu meminta agar mereka duluan ke kantin daripada menjadi penonton di sana.

Ronald menerima genggaman tangan Karyn. Namun, lelaki itu pasti jahil. Ia tidak berpura-pura tidak memiliki tenaga, dan membuat Karyn berdecak kesal.

"Ck, Nald, aku mau ke kantin," ketus Karyn. "Cepet, deh."

"Iya-iya, Yang." Ronald terkekeh karena melihat wajah kekasihnya yang kesal. Ah, ingin rasanya ia memeluk, bahkan mencium pipi gadis itu sekarang juga.

Dengan sengaja, bahkan rasa jahil Ronald selalu saja muncul ketika bersama Karyn. Lelaki itu berdiri, namun ia berpura-pura bahwa dirinya tidak seimbang. Tujuannya agar memeluk Karyn.

Sayangnya, Karyn langsung menagannya dengan buku yang ia pegang di tangan kiri. Beberapa teman-temannya langsung bersorak.

"Modus, huuu!" Suara Julian paling kencang.

Tidak lama kemudian, Tristan mengulurkan tangannya ke arah Karyn. "Gue juga, Ryn. Bantuin," ujarnya.

Ronald langsung memukul kepala Tristan kesal. Itu yang dinamakan modus, dan orangnya adalah Tristan.

Akhirnya, Tristan memilih untuk berdiri. Setelahnya, Karyn langsung berjalan ke lokernya. Namun, ia lupa bahwa kunci loker itu ada di Veronica.

"Dav, ada kunci loker enggak?" tanya Karyn seraya menoleh ke arah Davin.

"Dav, dong." Julian mulai protes. "Panggilan apa, tuh? Spesial, ya, Ryn?" tanyanya. "Davin juga manggilnya 'Kar'."

Memang Karyn memanggil Davin dengan sebutan 'Dav' dan itu sudah sejak lama. Mungkin hanya dirinya yang memanggil Davin dengan sebutan itu.

Ronald baru sadar kalau kekasihnya memanggil Davin dengan sebutan berbeda. Ya, Ronald memang sangat sensitif jika soal Karyn.

"Gue emang manggilnya itu, ya, dari dulu. Lo mau dipanggil 'Lian' emangnya, Ju? Biar spesial." Karyn sedikit mendengus kesal.

Tristan langsung memukul kepala belakang Julian. "Nah, loh, rasain. Jadi cowok protes terus, sih!"

Davin langsung memberikan kunci lokernya pada Karyn dan langsung diterima gadis itu. Setelahnya, Karyn langsung membuka loker, dan kembali merapikan isi lokernya.

Karyn memang sangat rapi, meskipun itu hanya loker sementara, tapi ia benar-benar menata bukunya dengan rapi.

Tiba-tiba, Ronald berjalan mendekati Karyn. Lelaki itu mengunci kekasihnya dari belakang. Sedangkan teman-temannya yang melihat mereka begitu dekat, langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Jarak Ronald dan Karyn terlihat sangat dekat, bahkan tersisa beberapa senti saja. Kali ini, Ronald mendekatkan wajahnya pada telinga Karyn.

Dapat dipastikan, jika gadis itu menoleh ke arah kanan—tempat Ronald berada—mungkin hidung mereka sudah bersentuhan.

"Yang, tugas Inggrisnya udah? Biasa, dong." Napas mint khas Ronald sudah dapat Karyn rasakan.

Tubuh gadis itu merinding seketika, begitu juga dengan Ronald. Lelaki itu sengaja karena merindukan aroma cokelat dari rambut dan tubuh kekasihnya. Karyn memang candu untuk Ronald.

Karyn langsung menggeser tubuhnya ke arah kiri, namun terbentur tangan Ronald. Gadis itu memilih untuk mengalihkan wajahnya ke sebelah kiri.

"Mundur atau gue jambak rambut lo?" tegas Karyn. Ia tidak suka jika Ronald berdekatan dengan dirinya seperti ini. Masalahnya mereka ada di sekolah.

Ronald terkekeh, ia semakin mendekatkan wajahnya ke arah Karyn. "Boleh jambak, tapi sambil kiss, ya?" godanya.

"Adegan dewasa, jangan lihat, Del," ujar Julian saat Adeline melirik ke arah loker.

"Ryn, ayok!" Adeline mengabaikan perkataan Julian. "Mesra-mesraannya ntar aja, jangan di sekolah."

Refleks, Karyn menoleh ke arah Adeline. "Iya, sebentar, Del," sahutnya. "Ada di laci meja gue, Nald. Ambil aja," ujar gadis itu pada Ronald.

"Bener?" Kini Ronald melepaskan tangan kirinya dari loker. Namun, posisi mereka masih dekat.

Karyn bergumam. "Sebelum bel, harus udah selesai. Simpan di meja Fania bukunya, tapi buku gue sama buku lo jangan deketan, ya."

"Kenapa?"

"You know, lah, Babe."

"Ih, baper, Ryn ...." Ronald berlagak lebay, membuat Karyn bergidik ngeri.

Begitu juga dengan teman-temannya yang langsung mempraktikan gaya seseorang seolah ingin muntah.

"Jangan lupa diselesaiin tugasnya," ujar Karyn seraya memberikan kunci loker pada Davin. "Thanks, Dav."

Ronald langsung menarik lengan Karyn, kemudian membalikkan punggung tangannya, sehingga telapak tangannya berada di atas. "Makasih, ya. Nanti dibeliin kuotanya kalau habis," ujarnya.

Tiba-tiba, tawa Julian, Tristan, dan Zain pecah saat itu juga. "Kemaren malam mingguan aja masih dibayarin sama Karyn, so-soan beliin kuota. Eh, dianya juga enggak punya kuota," ujar Tristan.

"Biasanya, Karyn yang beliin Ronald pulsa sama kuota malah," timpal Julian.

Ronald langsung mendengus kesal. "Sirik aja, sih, lo yang enggak punya pacar."

Setelahnya, Karyn geleng-geleng kepala. Lalu, ia segera beranjak ke kantin bersama Adeline.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status