Share

BAB 3 HARAPAN TAK SESUAI KENYATAAN

Pagi ini Alaska tampak sibuk, ia krasak-krusuk sendirian tak menentu yang membuat Azka menatapnya heran.

Bahkan Alaska yang kali ini tampak rapi entah kemana. Padahal ini masih terlalu pagi. 

"Ka, mau kemana pagi-pagi gini?" tanya Azka pada Alaska yang tak dapat menahan rasa penasarannya itu.

"Mau ke kampus,"

"Sekarang? Kok cepet banget?" tanya Azka lagi.

"Gue mau ke kampus Ka, gue mau ketemu sama Yesaya, karena hari ini dia pasti datang pagi. Gue khawatir dia kenapa-napa," pungkas Alaska lagi dengan terburu seraya memakai tali sepatunya yang bersiap akan berangkat.

"Yaelah Alaska Arlic, positif thinking aja kali. Siapa tau aja, semalam itu dia gak kabarin lo karena handphone-nya mati, atau baterainya lowbet, kan bisa aja, jangan nethink dulu dong," pungkas Azka yang berusaha menenangkan sahabatnya yang tampak amat gelisah pagi ini.

"Bukan itu masalahnya Azka, gue itu tau gimana pacar gue. Dia gak akan pernah ngebiarin baterai handphone-nya mati apalagi lowbet Azka,"

"Iya tapikan mungkin aja dia ketiduran, karena capek pulang Dinner, lo udah berfikiran buruk aja," tukas Azka lagi mencoba membuat Alaska tenang, tapi tetap saja pria itu dipenuhi dengan ketakutannya.

"Udah deh Ka, dari pada menerka-nerka yang belum pasti, mending gue temui langsung aja sama orangnya, gue mau berangkat dulu! Oh iya, lo nyusul ya, gue tunggu di kampus," teriak Alaska yang udah berlari duluan ke arah kuda besinya yang siap untuk membelah jalanan raya pagi ini.

'Emang dasar ya, kalo udah bucin susah banget dibilangin,' omong Azka, seraya memakan roti bakar bikinannya sendiri menikmati kesendiriannya saat ini, sebelum waktu kuliah.

Sementara Alaska? Ia tetap melajukan kuda besinya dengan cepat membelah jalanan raya berharap pagi ini tidak terjadi macet sama sekali, karena ia ingin bertemu dengan Yesaya yang gak ada kabar sama sekali dari semalam, padahal Alaska berpesan jika ia sudah sampai, beri kabar dan berharap jika gadis itu menghubunginya.

Tiga puluh menit berlalu ..

Akhirnya Alaska sampai di kampus. Sedangkan waktu masih menunjukkan pukul 06.45. Berbeda beberapa jam dengan jadwal kuliah Alaska yang akan berlangsung hari ini, tapi demi bertemu dengan Yesaya ia rela datang sepagi ini.

Udah datang buru-buru, tapi yang akan ditemui Alaska belum juga datang. Dan biasanya, Yesaya selalu datang pagi sebelum waktu kuliah berlangsung, untuk sekedar kumpul atau mungkin menikmati WiFi di kampus.

Dengan hati yang sabar, Alaska rela menunggu kekasihnya itu datang. Bahkan sampe setengah jam sekalipun. Ternyata benar saja, Yesaya akhirnya sampai saat tepat pukul 07.30 tapi ada yang ganjal dari penglihatan Alaska pagi ini.

Yesaya, turun dari sebuah mobil yang bukan miliknya, dan yang paling mencurigakan ada pria yang turun membukakan pintu mobil untuk gadis itu.

Deg ..

Hati Alaska bak dihujam sembilu yang harus membuat luka yang menganga lebar di relung hatinya. Tapi lagi-lagi pria itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja di hadapan kekasihnya dan pria yang tak ia kenali itu. Akan tetapi, ia masih menggunakan kepala dingin untuk tidak langsung berfikiran buruk. Alaska berjalan ke arah Yesaya dan berusaha dengan tenang menanyakan padanya siapa pria ini, dan kenapa semalam tidak bisa dihubungi.

Alaska berjalan mendekati keduanya, dengan langkah pasti namun dengan hati yang sedikit berkecamuk, jika harapannya tak sesuai dengan kenyataan.

Sontak wanita itu terkejut dan menatap Alaska dengan mata yang membulat.

“Hai,” sapa Alaska dengan pembawaannya yang tenang. 

"Ha-hai. Alaska kok kamu cepat banget datangnya?" jawab gadis itu gelagapan karena tidak nyangka jika Alaska datang pagi ini. Entah apa yang ada dalam benak wanita itu, ia masih berusaha untuk terlihat biasa meskipun dari sikap dan tingkahnya mudah dibaca bahwa ia tengah gelisah.

"Tadi mau ketemu sama kamu makanya datang pagi. Semalam kok gak kasih kabar kalo udah di rumah?" tanya Alaska yang masih berusaha tenang, meskipun sebenarnya ia ingin berteriak, menangis, dan menampar pria yang ada di hadapannya itu.

"Iya, semalam itu aku ketiduran. Jadinya gak kabarin kamu," elak Yesaya yang masih terlihat canggung.

Dan tiba-tiba pria itu angkat suara.

"Ini siapa Yesaya?" tanya pria itu.

"Hah? Di-dia Alaska," jawab Yesaya, yang wajahnya semakin panik meskipun ia berusaha terlihat santai.   

"Oh iya kenalin aku Robi pacarnya Yesaya," tutur pria itu seraya mengulurkan tangannya pada Alaska. Sontak kalimat itu membuat sembilu menghujam jantung dan hatinya, tapi Alaska harus diam, karena ia tak ingin memperlihatkan kecewa dan lukanya di hadapan pria dan wanita yang ia cintai itu.

Deg!

"Pa-pacar?" ulang Alaska gugup.

"Iya pacar, emangnya Yesaya gak pernah cerita ya? Kita itu satu agensi, jadi cinlok deh, hahaha,” tutur pria itu dengan semringahnya pada Alaska yang hati dan jantungnya remuk redam. Bahkan kebenaran pun tak pernah dikatakan oleh Yesaya orang yang amat ia cintai. 

Apa Alaska salah? Terlalu berharap kepada manusia hingga akhirnya kecewa? 

Yesaya yang berada di hadapan Alaska hanya terdiam dan semakin gelisah.  

"Oh gitu, Iyah. Kalo gitu, gue pulang dulu ya, maaf ganggu kalian," tukas Alaska yang kemudian berjalan meninggalkan mereka berdua berlalu ke parkiran.

Ingin rasanya memberontak, berteriak, dan menangis tapi itu tak mungkin dilakukan oleh pria itu, yang hanya bisa ia lakukan saat ini adalah diam. Dalam diamnya Alaska berfikiran kenapa harus dia yang jatuh dalam kehidupan seperti ini. Kenapa bukan yang lain?

Hari ini adalah hari yang membuat Alaska kecewa. Harapan dan kenyataan tak seiras dengan yang iya bayangkan.

Alaska memutuskan untuk pulang ke kostnya dan tak ingin berada di kampus untuk saat ini, karena luka yang kali ini begitu terasa.

Perjalanan kembali ditempuh Alaska, tapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dengan rasa kecewa.

***

Brrrmmm...

Brrrmmm ...

Motor Alaska membuat Azka kepo dan bergegas keluar.

"Heh? Kok balik lagi? Bukannya tadi lo mau ketemu apa pacar lo itu?" tanya Azka setengah kepo.

"Udah ketemu," singkat Alaska yang masih membuang asap kendaraannya dengan suara gas motor yang amat mengganggu telinga.

"Lah terus kenapa wajah lecek amat dah?" -Azka.

"Karena lagi gak enak hati," ketus Langit yang turun dari motornya lalu masuk ke dalam rumah, namun satu hal yang membuat Azka penasaran mata Alaska yang sembab dan hidungnya yang memerah seperti habis nangis.

Apa jangan-jangan pacarnya berulah lagi? Pikir pria itu saat melihat sahabatnya yang galau.

"Hahaha Alaska, lo itu lucu banget yah! Pake nangis segala, baru kali ini deh gue liat cowok nangis. Pasti gara-gara pacar lo ya? Lembek amat lo, hahahaha," ledek Azka dengan tawa semringahnya, padahal ia hanya ingin membuat suasana cair, tapi nyatanya tanggap Alaska tetap dingin.

Alaska sontak menatap Azka dengan tajamnya, dan Azka harus tersentak diam. Ia tau jika kali ini, Alaska sedang marah. Tatapan Alaska padanya begitu tajam, setajam tatapan elang yang amat menusuk dan mengerikan.

Deg

"Hehehe, itu tatapannya biasa aja dong," elak Azka yang berhenti tertawa.

"Lo pikir ini lucu!" tegas Alaska lagi.

"I-iya enggak. Jangan gitu juga dong Ka, kan gu-gue gak maksud ledekin lo," gugup Azka yang gemetar menatap wajah tampan sahabatnya berubah menjadi tajam dan mengerikan tak seperti biasanya.

Namun dibalik itu, Azka juga curiga dengan pacar sahabatnya itu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status