Share

4

“Saya pamit masuk dulu, ya.” Aku berucap. Aku sudah merindukan kamar kami, aku ingin segera masuk ke sana sebab di sana masih ada aroma tubuh suamiku meskipun kini jasadnya telah terkubur di dalam tanah.

 Kurebahkan tubuhku memandangi langit-langit kamar. Rasa lelah mendera saat punggungku menyentuh tempat tidurku dan Mas Farhan. Kusapukan tanganku ke arah samping. Terasa dingin, dan mungkin selamanya tempat tidur ini akan terasa dingin karena tak akan ada lagi kehangatan suamiku setelah ini. Kembali kupejamkan mataku saat kilasan-kilasan kejadian tadi pagi kembali melintas di kepalaku.

Sekitar satu jam setelah pamitan Mas Farhan yang menurutku sedikit aneh, ibu mengetuk kamarku dengan ketukan yang tak biasa. Saat itu aku masih berbaring sambil memijat-mijat pinggangku yang terasa pegal.

“Ada apa, Bu?” tanyaku saat membuka pintu. Tatapan ibu saat itu semakin aneh, wajah rentanya pun terlihat pucat.

“I-itu ... suamimi, Nak. Suamimu!”

“Ada apa, Bu? Ada apa dengan Mas Farhan?”

“Suamimu, Nak. Suamimu! Ibu ... ibu baru saja menerima kabar bahwa Farhan kecelakaan dan sekarang sedang dilarikan ke rumah sakit.”

“Apa, Bu?? Mas Farhan kecelakaan? Tapi ... tapi bagaimana bisa. Bukankah ... bukankah ia ....” Aku belum sempat meneruskan kalimatku ketika gawaiku berdering.

Fahry memanggil. Aku melirik ibu sekilas, wajah wanita renta itu masih terlihat panik.

Dengan kepanikan yang sama aku segera menjawab telepon dari Fahry, bahkan lupa mengucapkan salam.

[Apa yang terjadi, Fahry! Di mana suamiku! Di mana Mas Farhan!] seruku di telepon.

[Mbak ... Jadi Mbak Tania sudah dengar beritanya? Mas Farhan ... Mas Farhan kecelakaan, Mbak. Ini aku lagi di rumah sakit.]

[Di rumah sakit mana, Fahri? Aku mau ke sana!]

[J-jangan, Mbak. Mbak Tania enggak usah datang ke sini. Mbak Tania dan juga Ibu. Kalian ... kalian tunggu di rumah aja. Ini ... ini aku sedang mengurus kepulangan Mas Farhan.]

Aku menangkap rasa panik, gugup, sedih dan berbagai perasaan lainnya dari suara Fahry. Apa katanya tadi? Menyiapkan kepulangan Mas Farhan? Apa itu berarti Mas Farhan baik-baik saja? Ada sedikit harapan dalam khayalku.

[P-pulang? Apa Mas Farhan baik-baik saya, Ry? Apa ia sudah boleh langsung pulang dan tak perlu menjalani perawatan?] Kuselipkan seuntai doa mengiringi tanyaku.

[Bu-bukan, Mbak. Mas Farhan ... Mas Farhan meninggal dalam kecelakaan tadi. Aku sedang mengurus pemulangan jenazah Mas Farhan ....]

Suara Fahry masih terdengar, ia belum mengakhiri telepon. Namun kakiku sudah tak sanggup lagi menopang tubuhku. Gawaiku bahkan telah terlepas dari genggaman. Apa yang dikatakan Fahry barusan membuat dadaku seolah dihantam palu godam. Hancur berkeping-keping.

“M-Mas Farhan.”

Aku masih mendengar suaraku menggumam sebelum akhirnya semua menjadi gelap!

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status