Share

Serangan kembali

Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.

Part: 6.

***

Senyum yang terukir, kini sontak menghilang. Aku menatap Nyonya Jelita dengan bimbang. 

Seandainya Tuan Abraham yang memberitahukan keberadaanku, maka tentunya saat ini Tuan Abraham ada di sini bersama Nyonya Jelita.

Akan tetapi, ke manakah gerangan lelaki penyelamat itu?

"Nyonya," lirihku bergetar.

Plak!

Tiba-tiba sebuah tamparan kembali mendarat ke wajahku. Hal ini mengingatkan aku akan momen pertama kali bertemu Nyonya Jelita. Dirinya juga menamparku waktu itu.

"Hey! Siapa kamu? Beraninya menyakiti Nyonya Luka!" hardik Mili berlari ke arahku.

"Benar! Mungkin wanita ini bosan hidup bebas. Kalau sampai Tuan Abraham tahu, maka tamatlah riwayatmu," sambung Mini.

Aku menelan ludah getir mendengar cercaan kedua asisten rumah tangga yang ditugaskan Tuan Abrahan ini. Mereka ternyata tak mengenal Nyonya Jelita.

"Silakan mengadu pada majikan kalian! Saya pastikan kalian berdua yang akan segera dipecat," ujar Nyonya Jelita tersenyum sinis.

"Maafkan mereka, Nyonya. Sebenarnya ada masalah apa hingga Nyonya menamparku?" tanyaku.

Mili dan Mini sontak saling melempar pandangan saat aku menyebut istri dari Tuan Abraham dengan sebutan Nyonya.

"Jangan pura-pura lugu, Luka! Tempat sebagus dan semahal ini diberikan suami saya untukmu, lengkap dengan asisten rumah tangga. Apa artinya ini semua, Luka? Kau pasti sudah merayunya. Kau memang pel*cur murahan!" 

Kedua lututku mendadak lemas menerima cibiran tajam dari Nyonya Jelita. Statusku seolah kembali diingatkan.

Hatiku hancur, baru saja semalam aku berpikir hidupku akan segera bersinar. Karena telah terlepas dari lembah penuh dosa itu.

"Aku tidak merayu Tuan Abraham, Nyonya. Aku juga tidak menyangka, kalau Tuan Abraham akan menemukanku di sana, dan membawa aku keluar. Aku sama sekali tidak merayunya," paparku dengan linangan air mata.

Mili dan Mini sudah tak bersuara. Keduanya tampak pucat setelah tahu Nyonya Jelita adalah istri dari majikannya.

"Kamu pikir saya percaya? Kau adalah wanita penghibur, Luka! Sudah menjadi kebiasaanmu merayu para lelaki agar terjebak dalam kelembutanmu yang fana."

"Kamu salah, Jelita. Luka tidak merayu saya. Justru saya memang mencarinya selama setahun terakhir ini. Bukankah saya pernah mengatakan padamu? Kenapa kamu bersikap begini pada Luka?" sambung Tuan Abraham yang muncul entah dari arah mana.

Suasana menegang. Aku takut Tuan Abraham dan Nyonya Jelita berselisih paham karena aku.

"Saya tidak menyangka kalau Mas menyimpan duri di tempat yang tersembunyi," ujar Nyonya Jelita.

"Apa maksudmu, Jelita? Apa salah jika saya melindungi dia yang lemah?"

"Tidak, Mas. Namun, sejak setahun terakhir ini, aku memperhatikan sikapmu jauh berubah. Mas sering melamun, bahkan rela membayar mahal pesuruh Mas, hanya untuk menemukan Luka."

"Itu wajar, Jelita. Luka hilang di apartemen milik kita. Sebagai sesama wanita, harusnya kau mengerti."

"Saya sangat mengerti, Mas. Pesona wanita murahan ini telah membuat Mas susah tidur dengan tenang, bukan?" 

Tuan Abraham bergeming sesaat. Detik berikutnya ia memberi arahan agar Mili dan Mini membawa aku ke dalam. 

Aku akhirnya menurut, dan masuk ke kamarku.

"Saya percaya, Nyonya Luka orang baik. Jangan menangis lagi, Nyonya. Bunga-bunga di taman bisa layu melihat kesedihan primadonanya ini," ucap Mini lembut menenangkan aku.

"Terima kasih, tapi aku memang tak sesuci kalian. Aku pernah hina dan akan terus terhina," sahutku dengan linangan air mata yang tak berkesudahan.

"Tidak ada manusia suci tanpa dosa, Nyonya. Kalau pun Nyonya pernah hina, itu bukanlah masalah. Surga nantinya akan dihuni bagi pendosa yang bertaubat dan menetap di jalanNya. Saya mendukung niat baik Tuan Abraham. Nyonya juga harus menghargainya," ujar Mili pula.

Aku memeluk mereka berdua. Bagiku, Mili dan Mini bukan sekedar bekerja di sini. Hadir mereka bagaikan saudara yang diberikan Allah untukku.

Aku semakin larut dalam isak tangis, ketika mengenang setahun belakangan ini aku sudah tak pernah menyebut nama-Nya dalam kalimatku. 

.

Hampir satu jam berlalu.

Tuan Abraham mengetuk pintu kamarku.

"Maafkan aku, Tuan. Kehadiranku selalu membuat susah Tuan saja," ucapku tertunduk sedih.

"Jangan katakan hal itu, Luka. Justru hadirmu mengubah hidup saya. Jelita selama ini tak pernah marah ataupun cemburu. Dia selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Sejak kau ada, saya merasa Jelita takut kehilangan diri saya. Hadirmu membawa bahagia, Luka. Terima kasih," papar Tuan Abraham.

Entahlah, seperti ada yang berdesir ngilu di dalam hatiku saat mendengar kalimat manis yang terucap dari lelaki penyelamat hidupku ini.

"Aku merasa tidak enak, Tuan. Nyonya Jelita sangat murka melihat keberadaanku di sini."

"Saya akan menjelaskannya. Sekarang, saya permisi dulu, Luka."

Tuan Abraham berlalu. Sementara aku masih terpaku. 

Bagaimanakah akhir dari masa depanku?

Aku sudah tak mau kembali ke lubang yang sama. Aku menjadi takut lagi saat ini.

-

-

Hari berlalu, kedua penjaga di depan ada yang menyerang. Mili dan Mini mengupayakan perlindungan untukku.

Dari balik jendela kaca, aku melihat sekelompok laki-laki berseragam hitam mengeroyok dua penjaga yang ditugaskan Tuan Abraham.

"Siapa mereka, Nyonya? Kenapa mereka menyerang rumah ini?" tanya Mili panik.

Aku menggeleng tak mengerti. Namun, terlihat ada Mami Mery dan Mami Asni keluar dari mobil yang terparkir di depan.

Ternyata mereka orang-orang yang mencari keberadaanku.

"Gawat. Mereka akan menangkapku lagi," ucapku gelisah.

Keringat dingin mulai bercucuran. Hatiku resah, pikiranku gundah.

"Nyonya, lihatlah! Ada Nyonya Jelita juga di sana," ujar Mili menunjuk ke arah luar.

Mataku membesar menyaksikan Nyonya Jelita sedang berpangku tangan. Ia tampak tertawa lepas bersama dengan Mami Mery, dan Mami Asni. 

Langkah mereka perlahan mendekat ke arah pintu. Aku semakin dilanda kebimbangan.

"Hubungi Tuan Abraham!" perintah Mili pada Adiknya Mini.

Aku sudah gemetar. Gagang pintu berputar-putar. Gedoran keras pun sudah terdengar. 

Sebentar lagi sepertinya akan didobrak paksa.

"Nyonya bersembunyilah. Kami berdua akan menghadapi mereka. Tuan Abraham sedang tidak bisa dihubungi sekarang. Saya yakin, istrinya telah mengatur semua ini," papar Mili.

Aku mengangguk sembari mencari tempat persembunyian yang aman.

Aku berjalan penuh hati-hati keluar lewat pintu samping yang terhubung dengan kolam renang.

Terdengar suara riuh telah terjadi di dalam. Aku mengintip dari celah tembok dengan kedua kaki yang gemetar.

"Mana wanita munafik itu?" tanya Nyonya Jelita, terdengar begitu lantang.

Mili dan Mini entah menjawab apa. Aku tak bisa menangkap suara mereka dengan jelas.

Dentuman barang yang dihamburkan saja yang terdengar bising, hingga membuat aku merinding.

Tak percaya, tapi nyata. Nyonya Jelita bekerjasama untuk memulangkan aku ke tempat hina itu.

Derap kaki mulai mengarah ke tempat persembunyian. Aku tidak aman, jika berdiam diri di balik tembok samping halaman.

Tak ada pilihan lain, akhirnya aku turun ke kolam renang. Menyelam aku dengan posisi tangan menekan hidung.

Semoga mereka segera pergi sebelum aku kehabisan napas di sini.

"Luka! Keluar kamu! Jangan harap kamu bisa lolos dari sini!" teriak mereka.

Aku sudah ketar-ketir menahan napas yang mulai melemah.

Entah berapa lama aku berada di bawah air yang dalamnya cukup untuk menewaskan seseorang. Untung saja dulu aku terlatih menyelam.

Namun, tetap saja aku tidak akan mampu bertahan lama.

Perlahan aku menyerah, tubuhku sudah terasa lemah. Hingga aku seolah terapung ke  permukaan.

Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi lagi.

Bersambung.

Kira-kira Luka kembali dibawa oleh tangan-tangan hitam itu gak ya?

Ikuti terus kisah ini manteman💞

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status