POV Zaki
"Mas Zaki, Lita?" Dengan wajah tertegun, ia menatap kami berdua. Aku dan Lita hanya terdiam, ada rasa gemetar dalam dada ini. Namun, ada rasa api cemburu saat melihat laki-laki yang bernama Gilang bersama Ana. Ternyata, laki-laki yang memberikan fasilitas untuk Ana itu adalah Pak Gilang.
"Silahkan duduk!" Pak Gilang mempersilahkan kami duduk. Memang tidak terlalu tua juga wajahnya. Aku semakin panas melihat Ana kini duduk di sampingnya.
"Maaf, Pak. Ada apa kami diundang ke sini?" tanya Lita keheranan. Kemudian Pak Gilang mengeluarkan sebuah laptop dan membuka layarnya.
"Laptop? Untuk apa?" tanyaku.
"Saya akan memutar video, kalian simak, ya!" tukas Pak Gilang dengan senyuman disertai lesung pipi di sebelah kirinya. Aku pun mengerenyitkan dahi dan menatap wajah Lita, tanda keheranan dengan sikap Pak Gilang yang akan mempertontonkan pada kami sebuah video. Entahlah, video apa yang akan kami lihat?
POV Ana
Saat aku menoleh ke arah belakang, alangkah terkejutnya kumelihat sosok dua orang yang jelas-jelas keduanya pernah hadir dalam hidupku.
Lita, sahabat jalanan yang pernah menjadi teman di saat aku sedang bosan di rumah. Sedangkan Mas Zaki, ternyata dia suamiku, ia datang bersama Lita, dan yang membuatku keheranan adalah jas yang ia kenakan. Persis sekali dengan apa yang papa cirikan tadi di rumah sakit. Namun, kenapa bisa-bisanya ia menukar dengan orang yang aku temui tadi di rumah sakit. Sambil melamun dan mengingat kejadian di rumah sakit, aku pun duduk di hadapan mereka.
Aku memang heran dengan kedatangan mereka berdua, tapi untuk Pak Gilang, sepertinya ia santai melihat ini semua. Mereka seperti sudah saling kenal sebelumnya.
Aku terdiam, Lita pun sama, apalagi dengan Mas Zaki, ia hanya menatapku sinis dan terkadang melihat ke arah Pak Gilang. Kemudian, Pak Gilang meminta kami semua menyaksikan sebuah video yang telah Pak Gilang sediakan di laptop.
"Sudah bisa dimulai?" tanya Pak Gilang sekali lagi.
"Pasti ini video perselingkuhan kalian, kan?" Mas Zaki masih menuduhku selingkuh. Dadaku jadi bergemuruh mendengar ucapannya. Apalagi ia bicara seperti itu sambil berdiri.
"Mas, bisa tenang, nggak?" tanya Lita. Astaga, sesaknya napas ini mendengar wanita lain menenangkan suamiku di hadapan persis.
Tiba-tiba ponsel Mas Zaki berdering, ia mengangkat teleponnya tapi agak menjauh dari kami. Setelah itu, ia kembali ke meja. Namun, menggandeng Lita untuk pergi.
"Ayo, Lita, kita pergi dari sini! Untuk apa menyaksikan video tidak penting, paling mereka ingin memamerkan kemesraannya!" ajak Mas Zaki dengan menggenggam lengan Lita yang mulus. Aku juga heran dengan tubuh Lita, ia mulus tak seperti dulu saat berada di jalanan. Apakah ia sama sepertiku? Hanya pura-pura melarat di hadapan orang lain?
"Tunggu dulu! Kita simak video yang Pak Gilang akan tunjukkan, ya!" sahut Lita.
"Kamu mau ikut denganku, atau tetap di sini?" sentak Mas Zaki pada Lita. Kemudian mereka pun pergi, entahlah ada apa dengan mereka sebenarnya. Perut Lita yang buncit itu membuat mereka tak bisa berjalan dengan cepat. Aku mengikuti langkah mereka yang lambat, ternyata mereka berjalan ke arah mobil Mas Zaki yang tadi terparkir di rumah sakit. Astaga, Mas Zaki mengantarkan Lita ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan?
Aku menghela napas dalam-dalam, berharap ini hanya teka-teki, bukan kenyataan pahit yang akan aku teguk saat ini.
"Mbak Ana, kamu baik-baik saja?" tanya Pak Gilang yang ternyata ada di belakangku.
"Nggak, Pak." Aku pun kembali ke meja makan. Pak Gilang pun turut mengikuti langkah kaki ini.
"Sebaiknya Mbak makan dulu, makanannya sudah tersedia!" ajak Pak Gilang.
"Pak, bisa minta tolong dijelaskan, dari mana Pak Gilang kenal dengan Lita dan Mas Zaki?" tanyaku penasaran. Kemudian, Pak Gilang membuka laptop itu kembali.
"Oke, Mbak. Saya putar video ini di hadapan Mbak. Agar terjawab sudah semua pertanyaan-pertanyaan Mbak selama ini."
Pertanyaan-pertanyaanku selama ini katanya? Aku terdiam sejenak, kemudian menyorot tepat di depan laptop. Mataku tertuju ke layar laptop yang ternyata adalah video pernikahan kedua mempelai. Aku pun semakin penasaran dengan sepasang mempelainya. Aku perhatikan ijab kabul yang mereka lakukan.
"Saudara Zami Ardian bin alm. Adi Suhirmat, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Lita Zafirah binti Farid Suntoso dengan mas kawin cincin berlian, tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Lita Zafirah binti Farid Suntoso dengan mas kawin tersebut, tunai!"
Pernikahan itu dilaksanakan 7 bulan lalu, itu artinya saat usia pernikahanku berumur 5 bulan. Astaga, aku benar-benar syok melihat ini. Jadi bunga mawar yang papa sengaja kirim itu agar aku mengetahui langsung bahwa Lita adalah maduku?
Aku menghela napas panjang, tak ada air mata yang tumpah untuknya. Ia memutar balikkan fakta bahwa aku tengah menyelingkuhinya. Namun, kenyataannya justru ia yang selingkuh. Malah sudah menikah dan akan memiliki anak.
"Mbak ... Mbak ...." tegur Pak Gilang. Ia mengejutkan dan membuyarkan lamunanku seketika.
"Sudah mengerti maksud saya mempertontonkan ini?" tanya Pak Gilang. Aku pun menganggukkan kepala.
"Baiklah, kalau begitu, untuk selanjutnya kita ke kantor polisi sekarang. Dengan bukti video ini, Mbak Ana bisa menjebloskan suami Mbak ke penjara. Menikah secara diam-diam tanpa persetujuan isteri sah," ajaknya. Aku pun menuruti ajakannya, ini karena hatiku sudah teramat sakit dibuatnya.
Aku dan Pak Gilang bergegas melaporkan Mas Zaki ke kantor polisi. Laki-laki yang pernah menyuntingku dengan cepat, ternyata ia tak lebih hidung belang yang tidak cukup dengan satu wanita saja.
Satu lagi yang masih belum terjawab. Lita, siapa dia sebenarnya? Kenapa ia melakukan ini semua terhadapku?
"Pak Gilang, kita bawa mobil terpisah saja, karena setelah dari kantor polisi, aku akan ke rumah Lita."
Aku yakin Lita sudah berada di rumahnya. Ini sudah lewat jam makan siang, biasanya Mas Zaki kembali ke bengkel untuk mengurusi karyawannya.
Kami telah tiba di kantor polisi, berbekal dengan bantuan video yang pernah Pak Gilang rekam saat itu, aku melaporkan perbuatan Mas Zaki terhadap pihak kepolisian.
Setelah selesai melaporkan perbuatan Mas Zaki, pihak kepolisian segera membuat surat penangkapan Mas Zaki secepatnya. Kemudian, aku pun bergegas ke rumah Lita. Ingin menanyakan perihal pernikahan mereka berdua. Aku ingin mendengar langsung dari mulutnya.
***
Hanya dalam waktu setengah jam, aku pun telah tiba tepat di depan rumah Lita. Mobilnya tidak ada di rumah, apakah ia pergi bersama Mas Zaki?"Argh ...." Aku kesal melihat mobil Lita tak berada di dalam garasinya. Usahaku untuk menyelidiki pernikahannya dengan Mas Zaki sia-sia.
Aku segera nyalakan mesin mobil kembali, tapi tiba-tiba papa menghubungiku. Dengan keadaan masih kesal dan emosi, aku pun mengangkat teleponnya.
"Ya, Pah."
"Nggak usah lemas gitu, sudahlah kamu pulang ke sini, ada kejutan untukmu wahai putriku." Seperti biasanya, ia selalu mengetahui gerak-gerikku meskipun melalui sambungan telepon. Ada kejutan apa lagi ini? Menyakitkan atau mengobati rasa sakit hati ini?
Bersambung
POV LitaTernyata Pak Gilang adalah selingkuhannya Ana. Astaga, kenapa Ana sampai nekat seperti itu hanya karena ingin hidup yang lebih layak?Mas Zaki tidak memberikan fasilitas kepada Ana dikarenakan Ana hanya anak jalanan. Berbeda denganku, anak dari pemilik PT. Keramik Jaya. Salahnya Mas Zaki kenapa ia menolak perjodohan itu? Kini, ia jadi terjebak cinta dua wanita. Tak mau melepaskan Ana, tapi tetap menginginkan aku juga.Sampai pada akhirnya, aku dan Ana dipertemukan saat pertemuan dengan Pak Gilang. Aku rasa Mas Zaki cemburu, makanya ia mengajakku buru-buru pergi dari restoran tersebut.Di sepanjang jalan, ia emosi dengan Ana. Aku tetap berusaha menenangkan Mas Zaki yang agak keras kepala."Argh ... kesel aku Lit, masa Ana memilih laki-laki semacam Pak Gilang?" tanyanya kesal."Loh, memang kenapa? Bukankah usiamu dengan Pak Gilang hanya beda 2 tahun? Kalau dibandingkan dengan Ana memang agak jauh, tapi tidak ada salahnya dengan
POV AnaAku bergegas pulang ke rumah, ingin segera mengetahui kejutan apa yang telah papa siapkan untukku? Sudah setahun berpisah darinya, kini hari-hariku penuh dengan kejutan-kejutan.Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang, agar sampai di rumah dengan selamat. Kebetulan jarak dari rumah Lita ke perumahan tempat papa tinggal tidak terlalu jauh.Setibanya di rumah, ternyata kejutan manis itu adalah kedatangan Sinta, adikku. Lama tak jumpa dengannya, kini ia sudah memiliki gelar sarjana."Halo, Kak!" sapanya."Hai, kamu cantik sekali hari ini," sahutku sambil memujinya. Kemudian aku melihat ke sekeliling rumah yang penuh dengan meja dan kursi. Ada persiapan apa ini? Rasanya terlalu berlebihan jika menyambut kedatangan Sinta mengundang orang. Terlihat dari kursi yang dipersiapkan sebegitu banyak."Hari ini akan banyak kejutan untukmu, Sayang. Kedatangan Sinta hanya kejutan kecil yang Papa berikan," sambung papa sembari menghampiriku.
Setelah terjeda beberapa detik, Pak Gilang segera melanjutkan penyambutan orang tuaku. Semua yang menyaksikan tiba-tiba hening, tak ada seorangpun yang bersuara, termasuk Lita dan Mas Zaki.Kemudian, papa dan mama turun dari tangga ke anak tangga lainnya. Semua para tamu undangan seketika menyorot mereka berdua. Terlebih-lebih Mas Zaki dan Lita, mereka mulai saling beradu pandangan. Sedikit-sedikit Mas Zaki menoleh ke arahku. Ada rasa heran terpancar di matanya.Setelah anak tangga terakhir yang orang tuaku injak, Pak Gilang segera mempersilahkan kembali mereka berdua untuk segera menaiki panggung."Marilah kita sambut, Pak Ardi Dinata beserta Bu Fatma Ningtyas. Kepada Pak Ardi dan Bu Fatma, diperkenankan untuk naik ke atas panggung," tutur Pak Gilang mempersilahkan orang tuaku naik ke atas panggung.Aku tersenyum tipis ke arah mereka berdua. Aku rasa di hati mereka sedang bertanya-tanya, untuk apa aku merahasiakan jati diri ini terhadap mer
Nama jalannya seperti dekat bengkel Mas Zaki, tapi alamat lengkapnya bukan. Sinta menambah volume televisi tersebut, dan kami perhatikan seksama."Pah, itu rumah temanku kan? Ayumi!" teriak Sinta sambil menepuk paha papa.Aku hanya memperhatikan lingkungan sekitarnya, tepat sekali itu adalah rumah Ayumi, temannya Sinta."Oh, Ayumi teman SMA kamu dulu?" Papa berusaha mengingat nama yang Sinta sebut."Itu dekat dengan bengkel Mas Zaki, Pah," tunjukku. Kemudian kami perhatikan kembali berita yang sedang disiarkan secara langsung."Suasana di lingkungan semakin ricuh, banyak orang malah memanfaatkan situasi saat kebakaran berlangsung. Menjarah ke berbagai toko dan bengkel." Begitulah pembaca berita menyiarkan berita terkini.Aku dan papa menoleh bersamaan, itu bengkel milik Mas Zaki, secara gamblang terlihat sedang diburu oleh para penjarah."Kak, itu gerbang bengkel sampai roboh gitu!" Sinta terperangah melihat
POV ZakiSaat itu, kupikir undangan yang kami datangi di sebuah perumahan elite adalah undangan terbuka dari orang yang tidak kukenal. Namun, ternyata itu adalah undangan dari keluarga Ana Melissa, istri pertamaku.Kesal saat mendengar pernyataan yang satu demi satu membuka jati diri keluarga dari Ana. Ternyata mereka merahasiakan jati dirinya yang sesungguhnya dariku dan keluarga. Termasuk dari Lita yang tidak lain adalah istri keduaku.Ada perasaan malu saat mendengar mereka bicara di atas panggung. Namun, rasa kesal kepadanya itu yang lebih menggebu-gebu. Apalagi mereka sengaja bekerja sama dengan keluarganya Lita. Untuk apa semua itu? Apa ada dendam yang sedang mereka rencanakan?"Lita, kita pergi dari sini," bisikku setelah mengetahui bahwa Ana adalah pemilik rumah tempatku berdiri. Jangan sampai ia mengejutkan satu hal lagi. Aku yakin setelah ini akan ada pengumuman pertunangannya dengan Pak Gilang.Lita pun hanya mengangguk, la
POV Zaki "Siapa bilang Ana mandul?" sanggah Pak Ardi, papanya Ana. Jantungku berdetak kencang saat ia tiba-tiba muncul di kantor polisi. Aku bergeming, kemudian Pak Ardi menghampiri polisi untuk memberikan bukti bahwa Ana tidaklah mandul. "Selamat sore, Pak Ardi. Silahkan duduk!" Komandan polisi mempersilahkan Pak Ardi beserta pengacaranya duduk. "Saya tidak ingin basa-basi, cepatlah kurung laki-laki, ini bukti bahwa Ana, anak saya tidak mandul. Ia sehat, hanya saja rezekinya belum berpihak," tegasnya. Aku hanya mampu menghela napas dan mengembuskannya kembali. Rasanya tidak bisa melawan di hadapan pria yang ternyata adalah bukan orang main-main. Polisi menelaah bukti yang ia pegang. Pak Ardi benar-benar tidak dapat diragukan lagi. Lembaran kertas hasil pemeriksaan medis atas nama Ana Mellisa itu sedang dibuka satu persatu. Pengacaraku pun hanya menggelengkan kepalanya. Sepertinya sudah sulit melawan orang kaya ray
Tiba-tiba Sinta teringat bahwa ia sedang mendekap tubuh Dimas. Kemudian, ia melepaskannya hingga terlihat malu."Maaf, tadi kaget dan takut," jelas Sinta malu. Wajahnya yang cantik dan putih kini tiba-tiba memerah."Ehem ... Kakak jadi malu nih, eh keceplosan," ledekku. Kemudian wajah Dimas yang datar tiba-tiba tersenyum tipis."Saya lihat lingkungan sekitar, ya," imbuhnya."Jangan, di sini saja. Jangan tinggalkan kami berdua!" rengek Sinta. Kemudian Dimas pun tidak jadi melangkahkan kakinya.Entahlah, siapa orang yang telah meneror kami berdua. Melemparkan batu dan membuat ban mobil kami sobek.Aku ambil ponsel yang masih berada di dalam mobil. Kemudian, kuhubungi papa agar menjemput kami berdua. Namun, Dimas melarang untuk meminta dijemput."Aku hubungi Papa dulu, mau minta jemput," kataku sambil mencari kontak papa."Saya antar kalian saja. Ini sudah malam, kalau kalian nunggu dijemput, mau sampai j
POV YuniSemenjak bengkel Mas Zaki yang dijarah oleh orang yang tidak bertanggungjawab, aku dan mama mulai kelimpungan dengan uang. Terlebih Mas Zaki tiba-tiba ditahan atas tuduhan perzinahan oleh Mbak Ana. Memang sedari dulu aku sudah curiga dengannya, suatu saat pasti wanita yang bernama Ana itu menjadi biang masalah di keluargaku.Ada berlian-berlian yang aku beli dari arisan bersama teman-teman. Begitu pula dengan mama, ia masih menyimpan beberapa perhiasan yang di lemarinya.Aku dan mama berinisiatif untuk menjual sejumlah berlian dan perhiasan emas yang kami miliki. Untuk proses renovasi bengkel yang rusak akibat penjarahan."Kita jual saja berlian dan perhiasan emas yang kita miliki, Mah," usulku."Apa tidak sayang? Coba minta bantuan Lita untuk merenovasi bengkel, masa iya dia mau senangnya saja, susahnya tidak mau ikut memikulnya!" sanggah mama."Aku nggak yakin Mbak Lita mau membantu, dia saja semenjak nikah dengan Ma