Brengsek! Umpat Karmila dalam hati. Keinginan resign wanita ini semakin kuat. Sehabis meeting, dia akan mengutarakan langsung kepada Nadio dan akan pulang ....Karmila baru tersadar bahwa dia harus segera pindah indekos. Keselamatannya terancam, jika masih sekamar dengan Lisa. Aku mau ke mana? Tanya Karmila dalam hati dan buliran bening pun menetes dari kedua sudut mata.Namun, wanita berambut ikal tersebut buru-buru menghapus air matanya. Saat dilihatnya, Nadio telah masuk bersama Sofie.“Okey, Sof. Thanks, ya. Gua langsung cabut,” pamit Nadio sembari menghampiri Karmila.Sofie tersenyum menggoda lalu berucap,”You ‘re welcome. Kalian bisa pesan gaun pengantin dimari. Harga spesial, deh.”“Tukan, mau, lu. Otak dagang!” seru Nadio gegas mengangkat tubuh Karmila. Wanita ini pun kaget dan langsung menjerit. Namun, Nadio hanya tersenyum tipis menatap Karmila sekilas. Pria berparas oriental tersebut beranjak keluar dengan membopong tubuh Karmila. “Bay, bay, Cantik. Gua tunggu fitting gaun
“Terima kasih kembali. Gak usah diganti, Bu. Okey, saya tinggal ke lobby kembali. Kalo ada apa-apa, bisa hubungi saya pake telepon paralel,” jelas sekuriti.“Okey, Pak. Terima kasih,” balas Karmila dan ditanggapi anggukan oleh sekuriti. Pria berambut cepak ini pun beranjak pergi.Wanita berambut ikal ini mulai sibuk kembali dengan tugasnya. Beberapa saat kemudian, seorang kurir pengantar makanan datang dengan diantar sekuriti. Begitu barang telah diterima Karmila, kurir dan sekuriti berpamitan. Sebuah goodie bag besar penuh makanan dari resto ternama telah berada di hadapan Karmila.Dia kini hanya bisa termenung, memikirkan apa yang ada dalam otak si bos. Akhirnya, dia pun bergelut dengan tugas kembali. Berkas selesai dikerjakan bersamaan dengan kedatangan Vivian. Kepala divisi advertising tersebut tampak tersenyum lebar, begitu pintu dibuka oleh Karmila.“Enak, ya, meeting dalam kamar penuh makanan gini. Berasa liburan,” sindir Vivian saat kedua bola mata menangkap penampakan goodie
“Ya, Pak. Saya minta maaf. Baru mau telepon minta izin, udah keduluan Bapak,” jawab Vivian salah tingkah. Karmila tersenyum simpul karenanya, meski tak kalah gemetar. “Okey. Saya tunggu, kalian ke mess saya. Saya pengen tahu,” tegas Nadio. Sambungan telepon terputus dan meninggalkan Vivian yang tertegun. Mematung. Karmila menatap heran ke arah atasannya tersebut. Dia mendekat lalu menggerak-gerakkan telapak tangan tepat di depan kedua mata Vivian. “Kak! Lu kenapa?” tanya Karmila cemas. Kedua tangan segera memegang bahu Vivian lalu menggoyang-goyangkan. “Kaaak ...!” “Eh, iya, ya ... hm,” sahut Vivian layaknya orang bingung. “Lu, kenapa, Kak? Bentar.” Karmila segera mengambil aroma terapi dari dalam tas. Kemudian mengusapkan sedikit di ujung hidung dan kedua pelipis Vivian. “Terima kasih. Gua bingung. Bos suruh gua ke sana sama karyawan baru. Gimana caranya? Orang bohong kaga enak, kalo kena jebak,” keluh Vivian. Tak lama kemudian, terdengar ponsel Vivian berbunyi. Kedua matanya lan
Nadio mengambil sebuah lalu menyuapkan ke mulut Karmila. Wanita ini lahap sekali memakannya. Kemudian, Nadio menggigit hamburger dari sisi berbeda. Saat makanan mulai habis, kedua wajah semakin dekat. Makan malam mereka berakhir dengan lumatan mesra. Karmila tiba-tiba menjauhkan wajah. “Kenapa?” tanya Nadio yang kaget dengan aksi Karmila.Jemari lentik sang wanita segera mengusap bekas saos dari sekitar bibir dengan tisu. Kemudian gantian membersihkan bibir Nadio. Mata mereka beradu pandang dan Nadio tersenyum. Seketika Karmila menunduk lalu meremas kedua tangan. Wanita berambut ikal ragu dengan rencana mereka barusan. “Pak ...,” “Ada apa, Sayang? Panggil Mylove, dong,” balas Nadio sambil meraih tangan Karmila lalu mengecupnya mesra. “Gua bingung.” Karmila tak melanjutkan ucapannya lalu menatap ke arah luar. Nadio meraih dagu wanita di depannya dan kini wajah keduanya berhadapan. “Ngomong, Sayang,” ucap Nadio lembut. Embusan napas pria ini menerpa wajah Karmila. Wanita berambut ik
“Iya,” jawab Karmila lalu hanya mendengarkan ucapan si penelepon. Kemudian dia pun menjawab,”Baik, Bu. Saya segera ke sana. Tolong dimaafkan.”Vivian bengong mendengar ngomongan Karmila dengan lawan bicaranya. Ada masalah lagi dengan siapa Karmila? Batin Vivian.Karmila menutup pembicaraan dengan ekspresi sedih. Vivian yang merasa ada sesuatu, segera bertanya,”Siapa barusan?”“Ibu kos. Kenapa kunci kamar kaga kasih dia?” tanya Karmila dengan kedua alis terangkat.Seketika Vivian kaget dan berseru,”Oh My God! Sumpah. Di otak gua, ini kunci rumah. Berasa ada yang salah, tapi kaga keinget. Ini kunci kos. Besok deh, gua kasih.”“Ibu kos minta gua ke sana. Ada sesuatu, katanya.”“Lu harus rehat. Biar gua yang kasih. Ngobrol bisa via telepon. Kaki lu harus sembuh.” Karmila seketika mengangguk mendapat nasihat dari Vivian. Kemudian, wanita berambut ikal tersebut beranjak ke kamar lalu keluar dengan membawa peralatan mandi.“Anterin, ya, Kak.” Vivian pun tersenyum lalu mendorong kursi roda. S
“Saya minta izin liat mess Pak Nadio, ya?”“Silakan,” jawab sekuriti yang langsung mengikuti langkah kaki Lisa. Bu Kos pun ikut mengiringi keduanya. Vivian yang telah menunggu di teras, akhirnya berjalan menghampiri karena khawatir Lisa membuat ulah.“Sepi, Pak. Ngapain Karmila ikut Pak Nadio? Di luar jam kerja, kan?” tanya Lisa menatap ke arah sekuriti setelah puas mengamati bagian dalam dari jendela.Vivian menyalami Bu Kos yang berdiri terpaku di gerbang mess. Kemudian wanita tomboi ini mendekat ke arah Lisa.“Karmila habis meeting bareng Pak Nadio, badannya meriang. Saya yang minta maaf. Lupa kasih kunci ke anak Bu Kos tadi. Ini kuncinya, Bu,” ucap Vivian sembari mengulurkan benda tersebut.“Okey, tak mengapa. Kebetulan saya sedang ke rumah sodara. Saya hanya ingin tau, kenapa Nona Mila pindah kos. Padahal udah dibayar lunas setaon. Ini baru jalan 3 bulan. Saya yang gak enak hati,” jelas Bu Kos. Sementara Vivian berbincang dengan Bu Kos, Lisa berjalan cepat menghampiri arah sampin
“Pak, ada Karmila di dalam?” Lisa berteriak dari teras. Wanita hitam manis tersebut mengintip ke jendela kaca.Sementara sejoli yang sedang dimabuk asmara tak mendengarnya. Keduanya menikmati luapan rasa cinta dengan napas memburu. Tubuh Karmila dibopong Nadio ke kamar dan kelebat bayang mereka terlihat oleh Lisa yang sedang mengintip.Tak lama kemudian, terdengar telepon paralel di meja kerja berdering. Nadio dengan kesal menghentikan aktivitasnya. Karmila hanya tersenyum menggoda.“Honey, mungkin ada urgent. Nanti dilanjut,” ucap Karmila sambil menepuk pipi sang pria lembut.Nadio masih menyempatkan mengecup bibir Karmila sekilas sebelum beranjak keluar kamar. Saat Nadio menuju meja kerja, tampak olehnya Lisa yang sedang mengintip dari jendela. Kebetulan, lampu ruang tamu telah dimatikan. Namun, Nadio tak menghiraukan. Dia langsung menghampiri meja kerja. Pos jaga yang sedang menghubunginya.“Selamat malam,”jawab Nadio sesaat setelah angkat ganggang telepon.“Selamat malam, Pak. Maa
“Gua beri madunya sekarang, Sayang. Bersiap-siap,” bisik Nadio di telinga Karmila.“Ih, jangan!” larang Karmila sambil menutup atasan piyama yang masih terbuka dari semalam. Karmila mengecup bibir Nadio sekilas lalu berbisik,”Kak Vivian udah di teras. Honey, bisa pindah kamar?”Nadio segera tersadar dan mengangguk. “Okey. Gua boyongan sekarang. Tunggu bentar. Jangan buru-buru buka pintu,” ucap Nadio.Pria berparas oriental tersebut segera membawa barang-barangnya. Kemudian, dia sebelum beranjak ke luar masih sempat berbicara lirih,”I love you, Sayang.”“Me too,”jawab Karmila lalu bersiap keluar, setelah Nadio masuk kamar sebelah. Kursi roda berjalan pelan menuju ke arah pintu depan. Sementara Vivian masih mengetuk pintu, meski pelan. Karmila perlahan memutar anak kunci. Begitu pintu terbuka, Vivian gegas memeluk anak buahnya tersebut.“Karmila, lu gak kenapa-napa, kan? Semalam gua kaga bisa tidur. Mana ponsel mati. Di mana Bos?” tanya Vivian beruntun seraya mata menatap dalam ruangan.