“Pak, ada Karmila di dalam?” Lisa berteriak dari teras. Wanita hitam manis tersebut mengintip ke jendela kaca.Sementara sejoli yang sedang dimabuk asmara tak mendengarnya. Keduanya menikmati luapan rasa cinta dengan napas memburu. Tubuh Karmila dibopong Nadio ke kamar dan kelebat bayang mereka terlihat oleh Lisa yang sedang mengintip.Tak lama kemudian, terdengar telepon paralel di meja kerja berdering. Nadio dengan kesal menghentikan aktivitasnya. Karmila hanya tersenyum menggoda.“Honey, mungkin ada urgent. Nanti dilanjut,” ucap Karmila sambil menepuk pipi sang pria lembut.Nadio masih menyempatkan mengecup bibir Karmila sekilas sebelum beranjak keluar kamar. Saat Nadio menuju meja kerja, tampak olehnya Lisa yang sedang mengintip dari jendela. Kebetulan, lampu ruang tamu telah dimatikan. Namun, Nadio tak menghiraukan. Dia langsung menghampiri meja kerja. Pos jaga yang sedang menghubunginya.“Selamat malam,”jawab Nadio sesaat setelah angkat ganggang telepon.“Selamat malam, Pak. Maa
“Gua beri madunya sekarang, Sayang. Bersiap-siap,” bisik Nadio di telinga Karmila.“Ih, jangan!” larang Karmila sambil menutup atasan piyama yang masih terbuka dari semalam. Karmila mengecup bibir Nadio sekilas lalu berbisik,”Kak Vivian udah di teras. Honey, bisa pindah kamar?”Nadio segera tersadar dan mengangguk. “Okey. Gua boyongan sekarang. Tunggu bentar. Jangan buru-buru buka pintu,” ucap Nadio.Pria berparas oriental tersebut segera membawa barang-barangnya. Kemudian, dia sebelum beranjak ke luar masih sempat berbicara lirih,”I love you, Sayang.”“Me too,”jawab Karmila lalu bersiap keluar, setelah Nadio masuk kamar sebelah. Kursi roda berjalan pelan menuju ke arah pintu depan. Sementara Vivian masih mengetuk pintu, meski pelan. Karmila perlahan memutar anak kunci. Begitu pintu terbuka, Vivian gegas memeluk anak buahnya tersebut.“Karmila, lu gak kenapa-napa, kan? Semalam gua kaga bisa tidur. Mana ponsel mati. Di mana Bos?” tanya Vivian beruntun seraya mata menatap dalam ruangan.
“Cukup jadi rahasia kita. Nanti kalian juga tahu. Saya harap Miss. Vivian bisa jaga rahasia, demi keselamatan Karmila,” jelas Nadio. “Baik, Pak. Maaf, udah mulai akrab, nih? Udah berani panggil nama doang,” ucap Vivian yang membuat pasangan di dekatnya tertawa. Akhirnya, sejoli ini jadi pergi dengan membawa serta semua barang-barang Karmila. Vivian tampak manyun karena belum dapat informasi tentang alamat indekos Karmila. “Gua kaga tau, Kak. Yang cariin kos Bos. Kita lagi ngobrol, tau-tau Bos bilang ngajak pindah. Entar, begitu sampe gua kasih alamatnya,” jawab Karmila saat Vivian meneleponnya. “Beneran. Gua tunggu kabar dari lu. Begitu dapat, gua ke sana bantuin,” balas Vivian sambil tertawa renyah.“Okey. Kak, terima kasih telah perhatian pada gua.” “It’s never mind. Fokus ke kaki kamu, ya. Gua berdoa agar kalian berjodoh.” “Apaan, sih. Papay.” Karmila pun mengakhiri hubungan telepon.Secara kebetulan tiba di apartemen bebarengan dengan pick up yang membawa barang-barang. Akhir
Bang Beni pulang ke rumah besar. Dia mau mengambil mobil untuk menjemput Kak Rega—istrinya, sekaligus kakak kandung Nadio. Sepulang Bang Beni, Nadio dan Karmila makan bersama. Ayam goreng khas menu siap saji plus nasi putih. Mereka melahapnya dengan nikmat. Perut telat diisi karena keasikan bercengkerama dengan sang abang barusan.Berdua mencuci tempat makan. Sesekali tangan Nadio jahil, menggoda sang kekasih. Karmila hanya tersenyum manja sebagai balasan keusilan Nadio. Karmila merasa bersyukur bertemu dengan Nadio, seorang pria yang bertanggung jawab.Wanita berambut ikal tersebut mengingat awal pertemuan mereka. Dia sempat terkejut saat mengetahui bahwa Ario adalah atasan serta owner perusahaan dan mereka telah bersama selama semalam. Tak sengaja bibir Tania tersenyum bahagia. “Kok tersenyum sendiri? Sayang ... pasti mau dimesrain lagi ‘kan!?” bisik Nadio di telinga Karmila. Kedua lengannya sudah melingkar erat dari belakang tubuh Karmila. Tingkah Nadio ini, tentu saja membuat Ta
Malam itu, akhirnya jadi ajang kerja bakti gara-gara pipa ledeng yang tersumbat. Nadio sibuk mempersiapkan stok air bersih, selama petugas memperbaiki pipa. Mereka berempat begadang dan akhirnya tertidur pulas karena kelelahan.▪▪▪¤▪°▪¤▪▪▪Esok harinya Karmila bangun dengan kaki yang mulai ringan untuk melangkah.Saat dia keluar dari kamar, hanya ditemui Nadio yang tertidur pulas di sofa ruang tengah. Kamar yang ditempati Bang Beni dan Kak Rega sudah kosong.Ke mana mereka, ya? Jam berapa mereka keluar? Batin Karmila.Dia segera ke kamar mandi membersihkan badan. Selesai mandi, Karmila menuju dapur. Wanita berambut ikal mempersiapkan menu sarapan untuk berdua.Alangkah kaget Karmila, ketika membuka kulkas sudah penuh aneka bahan makanan. Perasaan dia kemarin hanya sempat berbelanja ala kadarnya, beberapa ikat sayur, ikan sarden dan mie instan. Beberapa saat kemudian, dua buah piring mie goreng spesial sudah siap terhidang. Karmila menghampiri Nadio.“Honey, bangun dong!” Tangan Karm
“Kok bisa? Bukannya Lisa udah dimutasi ke luar kota?” tanya Karmila dengan hati berdebar-debar.Dia paham, Lisa tak akan cepat menyerah setelah pertengkaran kemarin. Apalagi kini, dia dibeking oleh Tuan Ongki. Bisa dipastikan sahabat karibnya yang sudah mata gelap karena ambisi kaya akan menghalalkan segala cara. Karmila sudah tak mengenali Lisa lagi. Teman karibnya itu telah berubah sejak sering menyambangi night club. Pergaulannya semakin liar. Lisa sudah berubah menjadi wanita metropolis yang ambisius dan culas.“Gua kaga jadi temuin lu. Gua mau pura-pura cari obat di apotek. Lisa ada dalam mobil dekat gerbang rumah sakit. Lu kirim surat dokter via email. Gua tunggu,” ucap Vivian dari seberang telepon.Pembicaraan pun berakhir, saat dr. Angga sudah memasuki ruang perawatan. Mulai hari ini, kaki Karmila terbebas dari gips. Namun, sementara waktu belum boleh beraktivitas berat untuk kaki. Oleh karena telepon dari Vivian, akhirnya Karmila tak jadi beristirahat di rumah sakit.°°°°°*
Mobil telah sampai di tempat parkir apartemen. Nadio keluar segera dari kendaraan roda empat tersebut. Dia melihat sosok Karmila di pintu keluar lobi. Nadio segera berlari mengejar langkah si kekasih yang akan menghampiri sebuah taksi. Dia berlari ke arah Karmila dan segera mendekap erat kekasihnya. Dalam dekapan Nadio, rembesan air mata Karmila membasahi kemeja sang pria.“Sayang, please ... jangan pergi! Kita tetap nikah, ada mau pun tak ada persetujuan dari Papa,” ucap Nadio lirih di sela-sela pangkal rambut Karmila.Diusapnya lembut punggung wanita berambut ikal itu. Betapa lega rasa hati, Karmila belum sempat pergi. Nadio tahu benar, Karmila tak ada tempat tinggal saat ini sejak keluar dari indekos.“Honey, aku malu banget, papa kamu bilang aku pelacur,” ucap Karmila sembari sesegukan. Air mata mengalir dari kedua pipinya, tak henti-henti bagai mata air. “Kita masuk dulu, malu dilihat orang, kita obrolin semuanya, Sayang,” bujuk Nadio.Tangan Nadio mengusap lembut cairan bening
Nadio menggandeng Karmila menuju pintu. Dia segera mengubah password pintu. Setelah cek dan ricek CCTV yang terpasang di depan pintu serta depan pintu lift, akhirnya Nadio pamit pergi ke rumah besar.Nadio tak lupa memberi pelukan dan ciuman mesra kepada Karmila. Semua adegan tersebut tak luput dari sepasang mata yang mengintai dari kejauhan.‘Ting!’ Karmila gegas menuju meja untuk melihat pesan yang masuk. Tampak di layar kaca sebuah nomor kontak tak dikenal.Apa mungkin Lisa punya nomor lain? Tanya Karmila dalam hati.Dengan hati-hati, pesan itu pun dibuka lalu dibaca.[Aku tahu kamu ada dalam apartemen. Kamu bisa lihat foto-foto koleksiku ini? Mau foto-foto viral atau temui aku di N-Mart sekarang? Kita perlu bicara! *Ongki Wijaya*]Kedua mata Karmila terbelalak saat melihat foto-foto yang terkirim. Dari foto dirinya masuk tempat pesta jebakan, saat minum dan mabuk serta foto barusan, dia dan Nadio berciuman depan pintu.Karmila seketika panik. Dari kedua sudut mata mengalir bulira