Punya pacarsetia, tampan dan perhatiannya luar biasa ... tapi cuma pura-pura? Kasihannya Adriana :'(
Adriana sibuk terpukau memeriksa baju-baju yang disediakan oleh Nyonya Wanda untuknya. Banyak model baju yang tak akan pernah mau dipakainya walau harus diancam mati sekalipun. Mana mungkin ia memakai rok super pendek dengan belahan yang begitu tinggi di atas lutut? Apalagi atasan-atasan yang potongan lehernya model kemben dan menampilkan keseluruhan bagian atas dadanya. Big No! Astaga! Dari sebanyak itu, yang mau dikenakannya dengan sukarela hanya kaos-kaos santai dan kemeja casual yang untungnya ada juga terselip. Ya ampun, selera berpakaiannya dengan Zoya sama sekali berbeda. Tidak akan pernah sama sekalipun ia sedang dalam misi berpura-pura jadi Zoya! Terbayang kembali foto Zoya di wallpaper ponsel Dante tadi. Sosok gadis rupawan nan cantik memesona! Bagaimana mungkin Dante bisa bilang mirip dirinya? Mengherankan! Atau … apa aslinya mungkin memang sedikit mirip bila bukan di foto? Kan zaman sekarang foto-foto bisa sangat menipu dengan berjuta filternya. “Apa ada kesulitan hari
Sore itu Adriana dibuat terkejut oleh deretan missed calls dari Emma. Teman dari desanya yang selama sebelum ia mendapat pekerjaan memberinya tumpangan di rumah kontrakannya itu juga mengirimkan serentetan pesan. “Tolong aku, Adriana. Aku butuh bantuan secepatnya!” Terbaca olehnya satu pesan terawal. Ia lalu menscroll ke bawah semua pesannya dan kesemuanya masih bernada serupa. Tapi ia belum menjelaskan apa masalah yang tengah dihadapi. “Ya ampun, gimana ini?” Adriana kebingungan seraya menelepon kembali nomor ponsel Emma. Sejak hari di mana ia bertemu dengan Dante dan mengubah keseluruhan hidupnya itu, Adriana memang belum menghubungi Emma sama sekali. Ia menghindari mengangkat telefn temannya itu karena takut akan terbongkar. Ia hanya menjelaskan lewat pesan singkat bahwa ia sudah diterima bekerja di ujung kota dan belum sempat pamit serta mengambil baju dan barang-barang karena terlalu sibuk. “Halo? Kaukah itu Adriana?” pekik suara Emaa di seberang sambungan. “Iya, Emma. Ini aku
Tak lama kemudian, Adriana jadi harus keluar lagi untuk ke ATM dan mentransfer sebesar lima juta rupiah ke rekening Emma.Emma yang menerima kabar dari Adriana langsung bisa bernapaqs lega. Sebenarnya bukan masalah di minimarket yang mengharuskannya meminjam uang sampai sebegitu besarnya kepada Adriana. Tapi untuk menyelamatkan pacarnya yang sedang dauber-uber debt collector karena tak bisa membayar pinjamannya. “Aku akan bayar ini nanti, Adriana. Aku cicil, ya,” pinta Emma setelah ia menyelesaikan masalah sang pacar. Adriana di seberang sambungan pun mengiyakan, “Iya, aku tunggu tiap bulan, ya, Em.” Ia tetap harus menjaga image sebagai karyawan baru yang gajinya masih tak seberapa besar di hadapan Emma agar temannya itu tak sampai curiga.Hari itu Dante sibuk seharian di kantor. Ya, dia memang seorang workaholic yang selalu menyukai pekerjaannya. Kecuali saat ingatan soal Zoya mengganggunya, maka saat itu ia hanya akan mengamuk saja di kamar atau bepergian tak tentu arah sama seper
Disibaknya kain penutup itu, lantas mata Adriana membola menatap lukisan yang terpampang di kotak persegi tersebut. Rupanya lukisan sosok Dante dengan dirinya! Eh, bukan, Zoya tentu saja. Entah, tapi kalau dalam lukisan ini, Zoya memang tampak mirip sekali dengan dirinya. “Bagaimana? Kamu suka, kan, Sayang?” Tanpa disadari Adriana, Dante sudah berada dekat sekali dengan tubuhnya. Pria itu semakin memangkas jarak hingga bahkan deru napasnya terasa menyapu tengkuk gadis itu. Gegas Adriana berbalik secara mendadak hingga hampir saja Dante yang tadinya hendak mengecup leher jenjang nan putih Adriana harus menelan ludah kecewa. “Ini indah sekali, Dante!” ucap Adriana mencoba mengalihkan perhatian pria itu dari tengkuknya. Ya ampun, Adriana harus terus waspada demi menjaga kesucian tubuhnya dari jamahan si Dante! Dasar pria mesum! Rutuk Adriana membatin sambil terus mengingatkan dirinya untuk selalu siap siaga melindungi diri. Akan ada banyak sekali kesempatan Dante berbuat hal mengerikan
Malamnya, usai makan malam, Adriana menghadap Nyonya Wanda dan mengutarakan keinginannya tersebut. “Ah, bagaimana pendapat Dante soal itu?” Nyonya Wanda malah balik bertanya. Ia akan menuruti semua keinginan Dante untuk waktu dekat ini karena begitulah saran dari Dokter Gading. Adriana menjawab dengan menceritakan secara singkat perbincangannya dengan Dante tadi siang.“Kalau begitu kamu bisa mulai kerja besok, Adriana. Asistenku yang akan urus semua procedural di kantor besok.” Nyonya Wanda lantas mengambil tabletnya dan mengetikkan beberapa kalimat perintah untuk sang asisten pribadi. “Terima kasih banyak, Nyonya. Saya termasuk lulusan terbaik di jurusan saya, administrasi perkantoran. Jadi Nyonya tidak perlu khawatir, saya tidak akan mengacau di kantor,” cetus Adriana sekedar untuk meyakinkan sang Nyonya bahwa dirinya tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ia memilih posisi itu karena ia memang sudah terlatih serta sempat magang di perusahaan di kotanya dengan keterampilan
Adriana begitu menikmati pekerjaannya di kantor. Sungguh, ia tak berhenti terus bersyukur akhirnya bisa juga bekerja di kantor tepat seperti keinginannya yaitu sebagai staf administrasi. Ingin sekali rasanya ia segera bercerita kepada ibunya dan juga Emma, yah, tentu saja dengan menyembunyikan bagian di mana ia juga harus berpura-pura menjadi kekasih pengganti sang pemilik perusahaan.Ruangan berisi banyak kubikel itu lengang dan senyap ketika jam kerja. Hanya terdengar suara ketikan papan keyboard yang beradu dengan jemari para staf serta beberapa kali seruan bertanya sesuatu hal sesama rekan.Adriana masih ingat betul saat ia masih terlunta-lunta di jalanan. Ke sana ke mari mencari kantor dengan tulisan Lowongan. Mencoba masuk tapi lantas kemudian ditolak karena mereka minta ijazah S1. Beruntung sekali Adriana masuk ke sini melalui jalur koneksi. Kalau tidak, mustahil ia yang hanya lulusan SMA itu akan diterima. Meskipun dirasainya bahwa pekerjaan yang dikerjakannya itu pasti bisa j
Siang itu terjadi hal yang luar biasa di kantor. Ruangan administrasi kedatangan seorang Tuan Dante yang dengan langkah angkuhnya menghampiri kubikel tempat di mana Adriana tampak masih berkutat dengan map-map pekerjaannya. “Zoya, sudah jam makan siang,” katanya saat sudah berdiri di sela sekat kubikel. Tampak raut wajahnya kurang nyaman berada di ruangan sempit yang tentu saja jauh sekali disbanding dengan ruangannya sendiri. Zoya spontan memanas mukanya karena merasai setiap pasang mata dalam ruangan itu kini sedang tertuju padanya. Tentu saja semua heran mengapa Zoya bisa didatangi oleh CEO mereka. Dan apa tadi katanya? Mengingatkan jam makan siang? Hera bahkan sudah seperti mau copot bola mata dari rongganya. “Oh, i-iya,” gagap Adriana dan gegas mengemasi mejanya lalu meraih tas tangannya untuk kemudian mengikuti Dante berjalan ke luar ruangan. Melewati kubikel Hera, pandangan keduanya sempat bertemu dan mata Hera tampaknya melempar tanya : Apa yang tengah dilakukannya dengan Tu
"APA katamu?" pekik sebuah suara di seberang sambungan. "Iya, Nona. Mereka ... tampaknya menyewa seorang gadis lain untuk menggantikan posisi Anda," jawab sang kaki tangan kepercayaan itu melaporkan. "Oh, shit! Pasti ini pekerjaan si nenek peyot itu. Sialan! Siapa memangnya gadis itu? Gimana mungkin dia bisa gantiin aku?" Suara di seberang tampak jauh lebih mengamuk daripada sebelumnya. "Itu ... wajah si gadis lugu itu mirip dengan Nona Zoya." Spontan ia terperangah saat mendengar jawaban dari Bobi, seorang bodyguard yang dipercayainya untuk menjadi kaki tangan terpercaya saat ia meninggalkan Jakarta dan menyuruhnya mengawasi Dante. "Mirip aku? Mana mungkin!" bantahnya tak percaya. "Memang berbeda, Nona. Semuanya, hanya saja ... ada garis wajah yang mirip di antara kalian berdua. Cuma dari segi penampilan saja yang jelas terlihat lain." Bobi menjawab sependapatnya. Zoya kini mengernyitkan wajahnya, berpikir keras. “Kamu kirim fotonya kepadaku sekarang. Mau kulihat seperti apa gad