Yogyakarta, 14 Agustus 2015
Bandara Internasional Adisucipto terlihat sangat ramai meskipun bukan dalam bulan liburan. Para pelancong terlihat di setiap sudut bandara. Bercampur dengan petugas bandara yang sebagian besar memakai baju seragam berwarna biru. Di salah satu sudut bandara, terlihat seorang gadis cantik sedang sibuk menoleh ke kanan dan kiri. Sepertinya dia sedang mencoba menemukan seseorang di tengah lautan manusia ini.
"Sylvhya, ayo check-in dulu!"
Suara yang tiba-tiba terdengar itu membuat gadis bernama Sylvhya itu menoleh dengan kaget. Dia melihat lelaki gendut dengan kemeja kekecilan berjalan ke arahnya. Dia menenteng sebuah tas ransel yang terlihat sangat enteng. Di sampingnya, ada juga seorang gadis yang seumuran dengan Sylvhya. Sepertinya gadis itu juga berencana untuk bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Yah, memang, alasan mengapa gadis cantik seperti Sylvhya di bandara kali ini bukan untuk liburan. Dia baru saja memantapkan hati untuk mencari peluang di luar negeri. Setelah menganggur selama kurang lebih enam bulan, Sylvhya akhirnya memilih untuk nekat. Dan di sinilah dia.
"Perkenalkan, namaku Wulan!" ucap gadis bernama Wulan itu sambil mengulurkan tangan.
"Sylvhya. Panggil aja Syl."
"Kamu kayaknya bukan lulusan SMP, kenapa kerja di kilang ini?" tanya Wulan setelah melepaskan jabat tangan.
"Maksudmu?"
"Kamu benar-benar tidak tahu?"
Sylvhya hanya bisa menggeleng. Dia merenung sejenak sebelum akhirnya tahu bahwa dia tertipu. Pantas saja orang tua gendut itu selalu menghindar jika ditanyakan soal kilang tempatnya bekerja. Jadi, dia memang berusaha menipunya? Namun, apa yang bisa dia lakukan? Visa kerja sudah jadi sebulan yang lalu. Tidak ada cara untuk membatalkan pekerjaan ini.
"Awas aja!"
***
Bintulu Airport.
Setelah penerbangan kurang lebih tiga jam dengan tiga kali transit, Syl dan Wulan akhirnya bisa menginjakkan kaki di tanah Jiran dengan tegak. Saat ini, mereka sedang menunggu koper masing-masing. Koper milik Syl sudah lengkap semuanya, dia saat ini hanya menunggu koper milik Wulan yang belum juga terlihat.
"Ah itu dia!"
Teriakan Wulan membuat Syl akhirnya menoleh. Dia menatap ke layar hp dengan sejenak sebelum memasukkannya ke dalam tas selempangnya. Melihat bahwa Wulan dan lelaki Kampret itu—Pak Jo—mulai berjalan, Syl hanya bisa mengikuti mereka dengan pelan dari belakang. Sepertinya saat ini mereka sedang menuju ke salah satu bus antar negeri yang sedang terparkir rapih di terminal bandara.
"Tiket kalian. Ambil dan serahkan sama orang yang berdiri di depan pintu itu!"
Syl mengambil tiket bus miliknya dan baca semua tulisan yang tercetak di lembar kertasnya itu. Sepertinya tiket ini sudah dibayar, jadi mereka berdua hanya perlu menyerahkan tiket sebelum akhirnya dipersilahkan untuk masuk ke dalam bus.
"Nomer berapa?" tanya Wulan.
"42," jawab Syl singkat.
Wulan hanya mengangguk lalu kembali diam. Dia tahu bahwa Syl sedang merasa dongkol karena merasa tertipu. Andai itu adalah Wulan, mungkin dia sudah mengamuk dan menjambak rambut dari Pak Jo itu. Betul-betul tidak ada hati nurani untuk berbuat hal seperti ini.
"Aku akan tidur. Tolong bangunkan aku jika sudah sampai ke tujuan!"
Syl duduk di kursinya dan berusaha untuk mencari posisi ternyaman. Dia memang masih dongkol dengan apa yang terjadi, tapi dia tidak benar-benar marah. Lagi pula, dia tidak akan kembali ke rumah. Jika dia kembali, dia tahu bahwa Ibunya akan tertawa terbahak-bahak. Yah, memulai dengan hal-hal seperti ini juga bagus. Semua orang sukses pasti mengalami hal-hal seperti ini. Memulai dari nol.
***
"Syl!"
Sebuah tepukan di pundak membuat Syl membuka matanya. Dia melihat Wulan yang duduk di sampingnya sedang bersiap-siap. Sepertinya mereka memang sudah sampai di kilang tempat mereka bekerja. Meski nyawa belum sepenuhnya terkumpul, Syl masih menatap sekeliling. Hari ini ternyata sudah malam, di sekitar jalan yang dilewati oleh bus terlihat sangat gelap. Hanya sedikit lampu jalan yang jaraknya cukup jauh satu sama lain apakah ini di tengah hutan?
Cairnfield SdN Bhd?
Syl menatap ke arah papan nama yang terletak di seberang jalan. Bus yang membawa Syl juga sudah berhenti satu menit yang lalu. Ini benar-benar membuat Syl yakin bahwa kilang dengan sura mesin yang berdengung itu memang tempat dirinya bekerja. Benar-benar berada di luar ekspetasi yang berada di pikirannya.
"Ayo!"
Syl mengangguk pelan sebelum akhirnya bangkit dari kursinya. Dia berada di urutan terakhir saat menuruni bus. Ketika dia menginjakkan kaki di tanah, dia bisa melihat bahwa kopernya sudah keluar dari bagasi bus. Di sebelah koper itu, Wulan sepertinya sedang mengecheck barang bawaan mereka dan sesekali berbicara dengan kondektur bus.
"Syl, tas kamu udah semua, kan? Aku sih ingetnya udah." tanya Wulan saat gadis itu melihat bahwa Syl berjalan mendekat.
"Udah semua. Tapi tas ranselnya Pak Jo gak ada?" gumam Syl Pelan.
"Dia udah dibawa tasnya."
Aku mengangguk dengan pelan sebelum akhirnya mengerti. Dia menyeret kopernya pelan saat mengikuti Wulan yang berjalan ke arah kantor security. Di sana, Syl bisa melihat bahwa Pak Jo sedang mengobrol dengan security yang berada di pos dekat pintu gerbang. Di tangan security itu, sepertinya ada berkas-berkas identitas Syl dan Wulan
"Jom Mai dalam!"
Pak Jo melambai ke arah Wulan dan Syl sebagai kode untuk mengikutinya. Sementara Wulan memasuki wilayah kilang dengan semangat, Syl hanya bisa menghela napas dengan pasrah. Dia tidak berharap untuk datang ke tempat yang lumayan terpencil ini. Namun, bagaimanapun juga, dia sudah memilih untuk datang. Jadi, tak ada yang harus disesali. Sambil melihat sekeliling, Syl akhirnya memusatkan perhatian kepada security muda yang menunjukkan jalan kepada mereka bertiga. Security itu memang masih muda, umurnya mungkin sekitar dua puluh lima tahun. Dia berkulit agak gelap dengan tinggi yang mungkin hampir dua meter.
"Kamu ngeliatin apa sampai senyum gitu?" tanya Wulan dengan bingung.
Yah, dari awal, Syl memang jarang tersenyum. Jadi, saat Wulan melihat Syl tersenyum dengan geli, dia bisa dipastikan akan sangat curiga. Namun, Syl benar-benar tidak ingin membagikan apapun kepada gadis ini. Mereka baru saja kenal, jadi benar-benar tidak akan bisa untul saling terbuka secepat ini.
"Kalian di sini aja dulu. Untungnya masih waktu makan malam. Jadi, kalian masih sempet untuk makan juga. Nanti, ada Ibu Mess yang akan ke sini buat nunjukin asrama kalian," ucap Security muda itu dengan pelan.
Syl dan Wulan mengangguk dengan patuh. Melihat Wulan yang begitu antusias, Syl hanya bisa sekali lagi tersenyum dan menggelengkan kepala. Jika dilihat dari umur, Wulan memang lebih muda dua tahun dari pada Syl, jadi yah dia belum bisa memendam perasaannya yang begitu bersemangat.
"Tidak ikut ambil makan?" tanya Security muda itu. Dia duduk di samping Syl yang sedang asyik menatap sekeliling.
"Tidak. Masih ramai. Nanti saja jika antrian sudah berkurang."
Security muda itu hanya mengangguk setuju. Dia merasa tertarik dengan gadis yang berada di sampingnya ini. Tidak ada tanda-tanda antusias di mata indah Syl. Jadi, security muda itu benar-benar tidak tahu apakah dia bersemagat atau tidak.
"Bagas. Asal Pacitan," ucap Security itu sambil mengulurkan tangannya. Berharap Syl akan membalasnya agar dia tidak malu.
"Sylvhy. Asal Purworejo," ucap Syl sambil membalas jabat tangan dari security muda bernama Bagas itu. Lagi pula tidak baik untuk bersikap dingin pada orang baik seperti Bagas.
"Purworejo, Jatim?"
"No, Jateng."
Bagas akhirnya mengangguk mengerti. Dia kira gadis ini juga berasal dari Jawa Timur, sayangnya, semua perkiraannya salah. Namun, sepertinya Syl tidak suka berbicara. Dari awal sampai akhir, Bagaslah yang memulai sebuah obrolan.
"Yang sama Bang Bagas itu anak baru?"
Sebuah suara lirih tanpa sengaja masuk ke pendengaran Syl. Meskipun sekelompok laki-laki dan perempuan itu sudah berbisik, Syl tetap bisa mendengarnya. Inilah salah satu kelebihan Syl yang membuat dia sedikit merasa tertekan.
"Kayaknya iya. Dua orang cewek katanya, kan? Aku udah lihat yang satunya. Bener-benar kayak bocah yang baru aja kerja jauh. Tapi yang sama Bang Bagas ini bener-bener gak banyak omong," ucap seseoang di dalam kelompok itu.
"Tapi dia bener-bener diem atau pura-pura sok cool?"
"Enggak kayaknya. Tingkah lakunya hampir sama kek Pangeran Es ini."
Semua orang di kelompok itu tidak bisa menahan tawa. Dan seorang lelaki yang disebut sebagai Pangeran Es hanya bisa menggelengkan kepala. Dia akhirnya memilih untuk melihat Syl dengan sedikit lebih lama. Namun, harapan yang dia inginkan tidak pernah terjadi. Syl benar-benar tidak terpengaruh dengan pandangan itu.
"Eh Ibu Mess kemari!"
Semua orang yang ada di ruang makan kantin akhirnya menutup mulut dengan serempak. Seorang wanita paruh baya yang masih cantik terlihat memasuki ruang makan. Dia menatap sekeliling sebelum akhirnya berjalan ke arah Syl dan Wulan yang sedang asyik minum susu panas.
"Sylvhya dan Wulan?" tanya Ibu Mess.
"Iya, saya Wulan, Bu."
"Saya Sylvhya."
Semua orang di ruang makan kembali heboh setelah mendengar suara Syl yang cukup merdu. Kebanyakan dari mereka pasti mengucapkan bahwa suara dan wajahnya saling melengkapi untuk sebuah kesempurnaan. Dan sebagian lagi akhirnya bisa mengkonfirmasi nama dari dua anak baru ini.
"Para bujang kurang kerjaan ini," ucao Ibu Mess sambil menggelengkan kepala. Ibu Mess tahu bahwa kedatangan Syl pasti akan membuat kegemparan.
"Susunya bawa saja ke asrama. Ibu akan tunjukkan asrama kalian berdua."
Sylvhya dan Wulan hanya mengangguk setuju. Ada senyum manis di bibir kedua gadis ini. Hanya saja, senyum wulan masih bisa dikatakan sedikit kekanakan. Sedangkan senyum Syl benar-benar menghipnotis beberaoa lelaki yang ada di ruang makan kantin hari ini.
"Aku bantu bawa tasnya!"
Bagas ikut bangkit dan mengambil alih koper yang dibawa oleh Syl dan Wulan. Sebenarnya, Bagas cuma ingin membawakan koper milik Syl, tapi nanti pasti Ibu Mess akan membuat perhitungan. Jadi dia berinisiatif untuk membawakan semuanya.
"Bagas semakin pengertian," celetuk salah satu orang yang ada di ruang makan itu.
Setelah celetukan itu, muka Bagas memerah saat dia melihat Syl terkikik pelan. Sementara Wulan sudah tertawa dengan nyaring. Apakah membantu mereka adalah sebuah kesalahan?
Syl baru saja membuka matanya saat dia merasakan bahwa sekitarnya terlalu ribut. Dia ingin memarahi orang-orang ini sebelum akhirnya mengingat bahwa dia sekarang berada di asrama, bukan berada di kamar pribadinya. Syl duduk sebentar sebelum akhirnya memilih untuk menuangkan air putih ke gelasnya. Ini adalah hal-hal rutin yang dia lakukan setelah bangun tidur. Minum air putih dua gelas sebelum cuci muka dan sikat gigi."Syl sudah bangun?" tanya seorang wanita paruh baya yang ranjangnya terletak di depannya. Syl ingat bahwa nama wanita paruh baya ini adalah Mak Nem."Sudah, Mak. Biasanya aku juga sholat subuh lebih awal. Cuma hari ini bener-benar capek. Ngomong-ngomong, kita sholatnya di mana ya?" tanya Syl sambil melihat sekeliling. Tidak ada tempat yang bisa untuk sholat di dalam kamar asrama ini."Kita sholatnya di Masjid. Masjid ada di antara asrama cowok sama cewek. Mak, biar Dewi saja yang nganterin," ucap seorang cewek yang ranjangnya tepat di samping Syl.
Syl baru saja kembali dari koperasi saat dia melihat Ibu Mess berada di asramanya. Dia tidak tahu apa yang dilakukan orang sibuk seperti Ibu Mess di asramanya. Saat Syl dan Dewi masuk asrama, Ibu Mess sedang asyik mengobrol dengan Mak Nem dan Mak Yah."Oh, Sisyl udah balik. Apa aja yang dibeli di koperasi?"Syl hanya bisa tersenyum saat mendengar nama panggilan yang dibuat oleh Mak Yah. Dia tidak mencoba untuk membetulkan panggilan itu. Yah, Syl merasa bahwa itu adalah panggilan kesayangan dari nenek barunya."Cuma beberapa cemilan sama rinso gitu. Mak Nem sama Mak Yah lagi break ya? Ibu Mess juga ada di sini," ucap Syl dengan senyum lebar. Dia juga berjalan di belakang Dewi untuk menjabat tangan tiga wanita yang lebih tua itu."Ibu Mess di sini mau ketemu kamu. Dia mau tanya apa bener kamu S1 teknik dan S1 management?" tanya Mak Nem mewakili Ibu Mess yang hanya tersenyum di posisinya."Syl memang sarjana management tapi Syl baru kuliah empat semester u
Pagi menyapa dengan sangat cepat. Hari ini adalah hari pertama Syl kerja di kilang plywood ini. Rasanya gugup juga karena Syl tidak terbiasa di tempat yang sedemikian berdebu seperti ini. Syl sudah bangun pagi-pagi sekali bahkan mendahului Mak Nem. Apalagi Dewi yang setiap hari selalu bangun mepet waktu."Weh, rajin amat!"Syl menoleh dan melihat ke arah Dewi yang berantakan. Dia terkekeh sejenak sebelum melanjutkan untuk menggunakan cream pelembab kulitnya. Dia menggunakan ini agar kulitnya tidak gatal-gatal meskipun terkena debu dari triplek. Syl juga berencana untuk menggunakan suncream. Meskipun dja tahu bahwa dia tidak bekerja di bawah sinar matahari."Sarapan gak?" tanya Dewi.Gadis satu ini benar-benar mandi dengan sangat cepat. Apalagi dia juga berpakaian dengan sangat cepat. Bisa dibilang bahwa Dewi melakukan aktifitas paginya hanya lima belas menit. Namun, Syl bisa mengakui bahwa Dewi terlihat rapih meskipun bangun paling akhir."Aku sarapan r
Syl menatap sekelilingnya dengan kebencian. Apa sih yang sebenarnya diinginkan oleh gadis-gadis ini? Sudah tiga hari dia kerja di sini dan repair miliknya juga sudah memenuhi standar, mengapa mereka masih mencoba memojokkannya? Apakah ini semacam peloncoan bagi anak baru?"Itu masih ada bolong di sudut segitiga atasnya."Suara yang sangat sinis itu membuat Syl akhirnya ditarik kembali dari alam kemarahan. Dia tidak bisa untuk begitu saja marah tanpa alasan yang jelas. Jika seperti ini, orang yang akan palijg bersalah adalah Syl. Jadi, Syl memutuskan untuk tetap diam. Dia ingin melihat apa lagi yang akan mereka lakukan."Makanya kerja jangan mojok aja. Repair kayak gini aja gak pernah bisa. Baru dateng aja udah kegatelan deketin semua cowok. Mana nemplok banget sama June dan Anto!"Syl melirik sumber suara yang memfitnahnya itu. Dan setelah mengetahui sumbernya, Syl tertawa pelan tanpa bisa dicegah. Hal ini benar-benae membuat semua orang merasa aneh. Biasanya
Mak Nem hanya bisa menghela napas saat melihat kaki Syl yang dibalut. Untungnya, kakinya hanya terkilir. Bila kakinya retak, akan lama untuk sembuh. Bukannya, Mak Nem enggan untuk mengurus Syl, hanya saja Syl baru saja masuk kerja belum genap seminggu. Dan dia sudah harus absen selama seminggu juga."Apakah kakimu masih sakit?" tanya Mak Nem.Ini sudah hari ketiga sejak Syl kembali ke asrama dengan digendong oleh Andera. Mak Nem mengenal dengan betul bagaimana sifat asli Andera. Meski anak lelaki itu selalu bersifat dingin dan sepertinya enggan berhubungan dengan orang lain, dia tetap akan sopan dan ramah kepada orang yang lebih tua. Menurut Mak Nem, Andera bisa dibilang anak yang lebih ramah dan sopan dari pada June. Sang Casanova yang terkenal welcome dengan siapa saja."Sudah bisa jalan sedikit-sedikit. Mungkin pas hari kelima udah bisa ngambil nasi sendiri," gurau Syl.Mak Nem hanya bisa menepuk pundak Syl dengan gemas. Menurut Mak Nem, Syl adalah gadis y
Tanto berjalan tergesa ke arah kantin saat dia ingat bahwa Syl tertatih-tatih ke arah sana sepuluh menit yang lalu. Saat dia melihatnya, Tanto baru saja berniat untuk mandi. Jadi, dia tidak bisa mengejarnya begitu saja. Hal inilah yang membuat Tanto ingin memaki dirinya sendiri. Andai Tanto mandi lebih awal, dia pasti akan bisa segera mengejar gadis itu."Mau ke mana?" tanya salah satu teman sekamar Tanto."Kantin!"Tanto sama sekali tidak berniat menunggu temannya itu. Dia melihat ke arah jam tangannya. Sial! Para bujang lapuk shift malam pasti sudah sampai di security gate. Jika mereka tahu Syl sarapan sendirian, Tanto bisa melihat apa yang akan mereka lakukan. Hal ini membuat Tanto merasa tidak nyaman. Apalagi Dewi bilang bahwa Syl tidak suka ditatap seperti itu. Makanya, selama ini Tanto berusaha untuk memandangnya dengan biasa saja. Hanya dia yang tahu bagaimana jantungnya berdetak setiap saat."Syl di kantin sama Andera!""Gila, Andera yang alergi
Hari pertama Syl masuk kerja bisa dibilang adalah hari sial. Syl benar-benar tidak habis pikir bahwa rekan kerjanya akan menjadi orang yang sepicik ini. Tidak tahu apa yang menjadi alasan mereka, tapi mereka menjadi semakin sering untuk membuat masalah. Contohnya seperti saat ini, Syl sedang repair core 2.9. Core ini sudah diberi perintah agar repairnya sedikit lebih rapih. Kalau bisa di-repair sesedikit mungkin. Jadi, Ina dan Syl hanya bisa untuk memilih dan memilah core. Ina berpikir bahwa dia harus mengasingkan terlebih dahulu core dengan mata kayu ataupun lapuk terlalu banyak. Seharusnya, Syl bisa bekerja lebih santai. Hanya saja, selalu ada saja yang menimpanya."Kenapa kamu menabrakku begitu?"Syl memandang ke arah salah satu rekan kerjanya yang sepertinya berniat numpang lewat. Namun, entah mengapa dia malah seperti mendorong Syl. Dan itu menyebabkan air di dalam kaleng akhirnya tumpah di atas core. Menyebabkan setumpuk tinggi core menjadi kembali basah. Ina yang
Syl memandang seorang Kakak Perempuan yang memakai seragam yang beda dari miliknya. Kakak perempuan itu tersenyum lembut sebelum memeriksa jatuhan core yang begitu lebar-lebar. Andera yang tukar mesin dengan Faiz juga berada di samping Kakak Perempuan itu. Sedangkan Faiz terlihat berjalan mendekat ke arah mereka. Andera yang melihat Faiz datang hanya bisa menghela napas gusar sebelum kembali ke mesinnya sendiri."Yah, merajuk," ucap Faiz sambil terkekeh. "Syl, ini Kak Maria. Kalau ada bahan besar-besar begini jatuh banyak, kamu panggil kakak ini. Jangan diem aja. Atau lapor ke aku biar aku yang jalan-jalan."Syl mengangguk dan tersenyum ke arah Maria. Dia melihat bahwa Maria tidak sama seperti anak-anak di bagian repair. Maria memiliki wajah yang menyejukkan. Senyumnya sangat manis, apalagi saat perempuan ini sedang terkekeh."And merajuk?" tanya Maria. Tangannya masih mengukur ketebalan core di setiap sisi."Iya. Padahal bahannya bagus."Maria terkekeh