Aku membuka laptopku sambil duduk di atas kasur. "Kalian ingat siapa nama samarannya? Mr. Lion?"
"Benar, Mr. Lion," jawab Manda.
"Aku sedang coba membobol data dari reservasi konser itu," ucapku pelan. Aku mengotak-atik laptopku sambil mencoba kode-kode yang telah kupelajari selama satu semester kemarin.
"Aku tidak sabar," seru Freya dengan mata berbinar-binar. "Jika kita berhasil menjalankan misi ini, poin kita akan naik pesat. Nama kita akan diumumkan pada kelulusan."
"Maaf aku tidak kompeten soal coding, Suri," sesal Manda saat duduk di sebelahku.
"Tidak apa-apa, Manda. Aku yakin Suri juga tidak jago membaca gerak bibir. Iya kan, Suri?" sahut Freya sambil mengamati layar laptopku. "Kalau aku sih, suka semua pelajaran bahasa, kecuali bahasa pemrograman."
"Tidak masalah. Ini bidang kesukaanku," jelasku kembali fokus dengan laptop. Manda mengambil minuman dan menyodorkannya padaku, sedangkan Freya menyobek kemasan keripik kentang dan menyuapiku. Aku jadi agak geli dengan tingkah laku mereka berdua. "Girls, santai saja ya? Aku juga banyak kekurangannya, karena itulah aku butuh kalian. Mungkin Pak Ferdy juga sudah membaca track record kita masing-masing di daftar nilai, sehingga Beliau memasang kita bertiga dalam satu tim dalam misi rahasia ini."
"Aku tidak bisa diam saja nanti aku mengantuk," keluh Manda. "Jika kau butuh sesuatu, bilang saja ya,"
"Haha, baiklah," ujarku. Dua menit kemudian, aku coba mengakses website penyelenggara konser. "Hmm, menarik. Penyelenggara konser ternyata menggunakan pihak ketiga sebagai provider ticketing. Aku sudah menduga ini tidak mudah."
"Apa nama providernya?" tanya Freya.
"TicketZone," jawabku. "Dilihat dari track recordnya, mereka memiliki pengalaman bertahun-tahun dalam sistem pertiketan."
"Sampai mana kau bisa masuk ke dalam database mereka?" Manda penasaran.
"Sulit, aku mungkin bisa belajar dulu, tapi waktu kita tidak banyak," jawabku berpikir. Tiba-tiba aku terpikir sebuah ide bagus. "Aku akan masuk ke forum hackers. Siapa tahu, ada yang pernah membobol database provider tiket konser ini."
Aku scroll terlalu banyak chat, bergonta-ganti forum, dan akhirnya aku menemukan apa yang aku cari.
"Ada thread menarik username XZX32 ia bilang database sistem provider tersebut bisa diakses secara publik walaupun database dilindungi username dan password. Menarik. Ternyata provider itu meggunakan AWS sebagai provider code mereka. Hmm menarik. Mungkin mereka lupa set database menjadi privat. Cukup banyak artikel yang membahas kesalahan seperti itu," seruku bersemangat. "Salah seorang hacker di forum tersebut pernah membobol data tapi setahun yang lalu. Dan dia menjual datanya."
"Jangan. Tidak relevan lagi, Suri," cegah Freya tak sabar.
"Tapi aku bisa membeli data itu untuk berjaga-jaga." ucapku menawarkan. "Who knows."
"Oke, biar aku saja yang transfer," tawar Manda, lalu ia mengeluarkan ponsel dan mencari aplikasi mobile banking.
"Dia hanya menerima pembayaran lewat bitcoin. Lihat saja screenshotku ini, harganya lima ribu dollar," balasku. "Aku akan coba hubungi via Telegram."
"Mahal. Dan, apa yang akan kau lakukan dengan data setahun yang lalu itu?" Freya ragu, masih mengunyah keripik kentang di mulutnya.
Aku meremas jari-jariku dan tersenyum. "Bagaimana kalau aku bisa membobolnya dengan data kurang relevan itu?"
Manda mencoba menengahi kami. "Sudah kubayar, katakan pada hacker itu, Suri."
Bagus. User dalam forum ini sangat cepat tanggap. Bisnis berjalan lancar, ia dapat uang, dan kami dapat data. "Oke, sabar. Aku akan periksa dulu," kataku memulai pembongkaran data lama. Akhirnya aku dapat informasi juga. Aku cukup kaget melihat peserta yang ikut pada tahun lalu mencapai sekitar lima puluh ribu orang!
"Wow, Suri," Freya melotot menatap layar laptopku. "Itu jumlah yang sangat banyak. Mencari bandar internasional di konser semacam itu bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami."
"Kau benar," ucapku mengangguk. "Tapi biasanya memang di konser-konser semacam ini lah dibutuhkan obat terlarang itu."
"Aku curiga Mr. Lion akan menemui customernya di sana. Mungkin lebih dari satu," celetuk Manda.
"Oh tidak, username valid, tapi password sudah expired. Aku jadi bertanya-tanya apakah aku bisa membobol passwordnya? Sistemnya sangat secure," gerutuku kesal. "Baiklah, aku akan coba menjalankan script sederhana untuk menjalankan Brute Force ini. Cukup lima menit untuk membuat scriptnya."
"Jadi bagaimana, Suri?" Freya tampak bingung.
"Ini akan lama," jawabku. "Kalian berdua tolong urus segalanya mengenai keberangkatan kita pada hari H. Termasuk penyamaran dan reservasi."
Dua jam berlalu, akhirnya aku berhasil masuk ke data base. Jalankan beberapa perintah SQL sederhana untuk ambil data penting. Aku tak perlu semua data. Aku cuma butuh data event itu saja.
"Girls, ada hal menarik di sini," gumamku menjentikkan jari. "Di sini ada lima orang yang berasal dari luar negeri. Aku bisa menilainya dari seri pengenal yang agak unik dari penonton lain."
"Tandai dia, Suri," bisik Manda berapi-api.
"Tiga orang wanita dan dua orang pria," kataku menganalisa. "Intuisiku condong pada dua pria ini."
"Aku juga berpikir begitu. Lagipula kemampuan kita terbatas, tidak bisa memata-matai terlalu banyak target," Freya mengiyakan.
"Aku jadi tidak sabar ingin ke sana," ucapku tersenyum. Kena kau, Mr. Lion!
****
Malam ini, kami bertiga memutuskan untuk menyamar dengan gaya penonton konser heavy metal pada umumnya. Mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kami berencana naik mobil ke sana."Kita sudah mirip fans Broadersonic belum?" tanyaku sambil bercermin, lalu tertawa sendiri melihat penampilanku. "Aku begadang semalam, demi pakai kutek hitam ini.""Yeah!" seru Manda memperhatikan jari-jariku, membentuk lambang metal di jarinya. "Jangan lupa jaket hitam.""Aku sudah daftarkan kita bertiga ke konser itu," kata Freya saat memegang stir mobil. "Ayo berangkat!"Mobil pun melaju kencang melawan angin.****
"Aku .... hmmm sebenarnya ... aku yakin ini bahasa spanyol," gumam Manda. "Namun, aku tidak terlalu lancar bahasa spanyol. Hanya familiar saja."Gawat."Aku sangat lancar bahasa spanyol," kata Freya. "Aku dibesarkan di sana, kebetulan sekali.""Tapi, Freya," ucapku meragukan. "Kau pasti tidak bisa membaca gerak bibir.""Tidak, tapi aku bisa bahasa spanyol," kata Freya meyakinkan.Manda mengangguk. "Iya, tapi aku tidak bisa bahasa spanyol. Bagaimana caranya aku memindahkan informasi dari apa yang aku lihat kepadamu?" Manda geregetan."Oh, iya juga sih." Freya terkekeh.
Setelah sibuk melacak titik GPS yang sudah terpasang di jaket target, akhirnya kami bertiga sampai di pertigaan yang bercabang ke sebuah rumah."Kita berhenti di sini saja, daripada ketahuan," perintahku sambil menghapus make-up dan segala aksesoris yang mengganggu pergerakanku. "Kita tunggu sampai malam.""Oke," kata Freya mematikan mesin mobil. "Sambil kita susun rencana juga, kalau bisa.""Rencananya adalah," jelas Manda. "Jangan sampai gagal. Minimal dapat informasi tambahan lah.""Iya, tapi lebih baik gagal daripada mengorbankan keselamatan," bantahku. "Misi merah tidak butuh sampai barang buktinya. Hanya informasi saja.""Aku berharap banyak pad
Aku celingak-celinguk mencari CCTV yang dimaksud. Ah, itu dia! Segera aku ambil karet superku, lalu aku tarik kuat-kuat hingga terpental ke arah lensa CCTV hingga retak. "Tembakan yang jitu, Suri!" "Aduh Manda, lama-lama kau terdengar seperti komentator sepak bola," celotehku. Lalu di ujung sana, kudengar Manda malah terkekeh. Setelah memastikan situasi benar-benar aman, aku berpindah tempat mendekati pintu. Keren. Tak kusangka akan semudah ini. "Sepertinya aku tidak bisa lagi memantau sampai ke bagian dalam rumahnya,
"Oh, memang," kataku kikuk. "Ini kan hari kerja. Kalau sensus penduduk dilakukan pada siang hari, tidak akan ada orang di rumah. Semuanya pergi bekerja.""Alibi yang bagus." sahut Manda."Oh iya, sepertinya tadi kau lupa mengunci pintu," lanjutku basa-basi.Tiba-tiba aku merasa sangat beruntung karena tidak pernah absen mengambil kelas kewarganegaraan. Lalu aku menghela napas, berusaha mengatur irama napasku senormal mungkin. Tapi degup jantungku tetap tidak karuan. Entah karena tertangkap saat menjalankan misi, atau karena tatapan mata cowok ini begitu hangat. Seandainya waktu dapat berhenti sebentar saja."Memangnya apa yang sed
Keesokan harinya, kami melakukan apel pagi di stadion seperti biasanya. Semua murid dan guru di Elite Mastermind Academy berkumpul di bawah terik matahari pagi yang sehat.Apel pagi diawali dengan kemunculan Pak Catra, selaku penanggung jawab divisi misi kuning."Halo semua, selamat pagi," sapa Pak Catra melambaikan tangan ke seluruh murid yang sedang membentuk barisan rapi, baik putra maupun putri. "Langsung saja, ya. Dari tiga puluh misi kuning, ada empat misi yang akan dilelang pada hari ini."Jika ada misi rahasia yang dilelang, itu artinya misi tersebut telah gagal. Oleh karena itu, misi tersebut akan dilempar ke tim lain dengan cara dilelang. Hadiah dari sebuah misi yang akan dilelang bernilai minimal dua kali lipat poin dari misi baru, jika berhasil. Norma
Dova berdiri bersandar pada tembok, menatapku dengan dingin. "Kau gagal rupanya, Suri."Aku tertawa kecut. "Sebenarnya aku berhasil, kok. Hanya saja saat itu ada sesuatu terjadi."Dova mengangkat bahu. "Nyatanya tadi? Misimu dilelang.""Oke, oke," celotehku melipat kedua lengan. "Terserah mau bilang apa.""Kurasa pergerakanmu kurang cepat, sehingga kau disatukan dengan tim lain yang bisa menutup kekuranganmu," ucap Dova sambil memasukkan tangan ke dalam saku celananya. Serius deh, Dova itu kalau dilihat-lihat keren juga, asalkan ia berhenti bersikap dingin padaku. "Untuk itu, berlatihlah lebih sering, Suri.""Hey, Cordova," seru seseorang. "Jadi ini y
Setelah melalui perjalanan yang cukup lama, akhirnya kami tiba di sebuah tempat di tepi laut. Cuaca terasa sangat panas di sini. Aku, Dova, dan Roy memakai pakaian seperti wisatawan yang hendak liburan ke pantai. Kami memakai baju bercorak, kacamata hitam, dan topi untuk menghalau terik matahari. Kami bertiga memutuskan untuk meninggalkan barang di penginapan yang paling dekat dengan pantai, agar mendukung peran kami sebagai wisatawan. Kami tiba di museum terbesar di kota ini dengan menaiki taxi.Kami bertiga masuk ke dalam museum seusai membeli tiket."Sepertinya bingkai lukisannya yang itu," kataku menunjuk sebuah area yang dikelilingi garis polisi. Lalu aku menoleh ke tempat lain. "Aneh, justru area itu seharusnya paling tersorot CCTV, seharusnya kita punya petunjuk lain yang lebih jelas."