Share

BAB 7: TERPESONA COWOK GANTENG

Aku celingak-celinguk mencari CCTV yang dimaksud. Ah, itu dia! Segera aku ambil karet superku, lalu aku tarik kuat-kuat hingga terpental ke arah lensa CCTV hingga retak. 

"Tembakan yang jitu, Suri!"

"Aduh Manda, lama-lama kau terdengar seperti komentator sepak bola," celotehku. Lalu di ujung sana, kudengar Manda malah terkekeh.

Setelah memastikan situasi benar-benar aman, aku berpindah tempat mendekati pintu. Keren. Tak kusangka akan semudah ini. 

"Sepertinya aku tidak bisa lagi memantau sampai ke bagian dalam rumahnya," sesal Manda.

"Iya, selanjutnya serahkan padaku." ucapku penuh keyakinan. "Aku yakin jaketnya masih digantung dekat ruang tamu. Barang buktinya pasti ada di sana," bisikku optimis. "Aku akan coba rusak kuncinya."

Aku mengoyak lubang kunci di pintu utama dengan menggunakan jepitan rambutku. "Manda, berhasil! Aku sekarang akan membuka pintunya."

"Oke, Suri. Kelihatannya misi ini akan sukses."

Aku menyelinap masuk. Kebetulan ruang tamunya sangat gelap, tapi aku masih bisa melihat dengan bantuan pancaran sinar lampu taman. Dan, ternyata dugaanku benar! Jaket yang dipakai ke konser tadi masih tergantung di dekat pintu masuk ini. Pelan-pelan kuraih jaket itu, lalu kutelusuri saku-sakunya. Aku sempat memeriksa layar ponselku, dan ternyata memang jaket inilah yang sudah kupasang alat penyadap. Titiknya berhenti sampai di sini. Aku buru-buru mengantongi sekantung plastik kecil bubuk putih. "Akhirnya misi ini selesai juga, Manda," bisikku.

"Siapa di sana?"

Aku menelan ludahku. Itu sepertinya suara cowok yang tinggal di sini. Badanku mendadak gemetar. Tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Ini berbahaya.

"Jawab! Siapa di sana!" 

Tiba-tiba aku disergap dari belakang. Gawat.

"Suri, jawab aku. Suri kenapa diam saja," Lalu terdengar suara Manda yang mulai panik.

Aku tertangkap. Aku coba memberontak, tapi cowok ini sangat kuat. Bisa kurasakan otot-ototnya menghimpit kedua lenganku. Aku hendak membantingnya ke depan, tapi kakinya menyentak sendi lutut belakangku sehingga aku kehilangan keseimbangan. Aku lunglai dengan posisi berbalik menghadap lawan. Tiba-tiba tubuhku tertahan oleh tangannya. Samar-samar aku bisa melihat tangannya terkepal hendak menonjok wajahku.

Mata kami mendadak bertemu. Dia tampak keren dengan kaos abu-abu dan jeans biru dongker. Badannya tinggi tegap, atletis. Sepertinya rajin olahraga. Ya ampun kenapa aku jadi berdebar-debar di saat gawat seperti ini?! Suri sadarlah ini waktunya kau panik, bukan terpesona.

Lawanku menahan kepalan tangannya. "Wow, halo," sapanya canggung. "Ternyata kau perempuan."

Aku berangsur-angsur berdiri tegap. Aku diam mengatur napas. Bingung harus bicara apa. Jarak kami berdua sangat dekat, aku takut cowok ini bisa mendengar debar jantungku.

Manda terdengar panik. "Suri, bicaralah padaku. Suriii!

Cowok itu menatapku agak lama. Kewaspadaannya padaku lenyap entah mengapa. "Apa yang kau lakukan malam-malam begini di rumahku?"

Aku terkekeh dengan gugup. "Sebelumnya, bisa kau lepaskan pelukanmu ini?" tanyaku.

"Oh, maaf," kata cowok itu lalu mundur.

Ingin rasanya aku berlari secepat kilat, tapi mustahil. Aku takut malah akan membangunkan anjing penjaga.

"Suri, hadapi dia, patahkan saja kakinya. Buat ia tak sadarkan diri. Lalu cepat kabur," kata Manda dari kejauhan.

Aku bergumam kesal dalam hati. Manda please, mana tega aku mematahkan kaki seorang cowok seganteng ini? 

Aku berpikir, mencari alasan yang tepat. "Eh, iya maaf, aku sedang hmm... sensus penduduk."

"Hahaha!!! Bodoh!" Manda menertawaiku dari kejauhan. Sialan.

Cowok itu tersenyum sambil menaikkan alisnya. "Serius? Malam-malam begini?"

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status