Amor selalu bangun pukul lima pagi untuk mencoba membantu Bude Ani mengantar dagangannya ke pasar dan berjualan tempe di langganan biasa. Mereka mengejar jam pagi untuk mendapatkan sedikit rezeki agar tidak ketinggalan pelanggan.
Langgan tetap yang menjadi pedagang di pasar, biasanya akan lebih pagi. Memang Bude Ani membuat tempe dan menjualkannya di pasar. Lalu berbelanja untuk kebutuhan kedainya juga dia lakukan sebelum berangkat ke pasar. Kemudian setelah itu, ia jualan sampai pukul sepuluh pagi. Usai berdagang, biasanya Bude Ani mengantarkan pesanan Bu Yanti. Bude Ani dan Bu Yanti adalah teman. Mereka pernah tinggal di panti yang sama. Setelahnya dia akan belanja dan mengantar bahan makanan ke panti. Dulu, sebelum dia berani untuk tinggal sendiri, kira-kira 4 tahun lalu, dia tinggal di panti. Bu Yanti pemilik panti itu menawarkan ikut bersamanya saat masih berumur 11 tahun. Saat itu, ia seorang diri di jalanan. Tengah mengais rezeki demi sesuap makanan. Saat itu dia baru pergi dari rumah, mendengar namanya disebutkan dia sudah merasakan bahwa ini tak akan pernah berakhir baik, pergi adalah jalan terbaik. Padahal ayahnya melihat dia saat itu tapi tak ada pencegahan sama sekali.Memang dia tak berguna, untuk apa dicegah? Hanya akan membuat pusing saja, pikirnya. Tanpa sadar, ia menggelengkan kepalanya dan menjadi pusat perhatian anak-anak di Panti. “Kak, kenapa?” Angel seorang anak kecil masih berumur 7 tahun, ditinggalkan orang tuanya karena kecelakaan. Sedangkan saudaranya tidak ada yang mau mengurus. Itu sebabnya dia harus berada di panti ini. Miris memang hidup ini. Ada banyak orang-orang baik, tetapi banyak juga yang tidak—minus rasa kemanusiaan."Ah maaf, Kak, lupa. Bukan apa-apa," ujarnya. Terlalu asik memikirkan hidup ini, dia sampai lupa bahwa sudah sampai di panti.Panti Kasih Ibu. Begitulah namanya. Kenapa bukan Harapan? Atau apa pun itu? Kata Bu Yanti agar anak-anak merasakan bahwa Kasih Ibu tetap ada walau mereka tak bersama.Lucu? Tidak sih. Tetap ada anak yang berpikir bahwa orang tua mereka sudah meninggal padahal meninggalkan karena dosa yang membuat dia malu justru anaknya yang terhujat. Ah, sudahlah."Amor, bawa apa, Nak?" Ibu Yanti tergopoh dari belakang karena memukul kucing yang baru saja keluar."Ini, Bu, belanjaan seperti biasa Ibu pesan. Dan ini ada sisa tempe juga tahu buat adik-adik. Amor belum punya uang buat beliin lebih,” ujarnya. Dia tersenyum saat mengatakannya."Tidak usah, Nak. Jika tidak ada jangan dipaksa." Bu Yanti tersenyum lembut sembari mengusap pundak Amor. Dia bingung dengan kedua orang tua Amor, anak sebaik ini kenapa harus dibuang? Kesalahan mereka bukan kesalahan anak. Tapi dia tak mau ambil pusing, dia berusaha menjaga Amor. Sebenarnya dia menyuruh Amor sekolah dan tinggal di sini saja tapi memang dasar anaknya tidak mau, ya mau bagaimana? Katanya biar mandiri. Padahal selama di sini pun dia tak pernah merepotkan.“Ya sudah. Ayuk, masuk dulu. Kita lagi kedatangan donatur semalam. Dan puji syukur dapat banyak makan enak buat anak-anak.”Ibu Yanti tersenyum memandang anak-anak yang sudah mulai ke meja makan. Dia membangun tempat ini sendirian dari sisa tabungan almarhum suaminya. Dia sudah menjanda sejak 20 tahun lalu, tidak mau menikah lagi, cukup membesarkan anak semata wayangnya yang sekarang menjadi tentara di Papua dan belum menikah sampai sekarang. Ia juga memiliki kebun di sekitar panti dan beberapa rumah kontrakan yang dia kontrakkan untuk menyambung hidup. Karena anak di panti sudah mendapat donatur. Itu sebabnya, dia bersedia menyekolahkan Amor karena sudah dianggap sebagai anaknya sendiri."Kamu sekolah jam berapa masuknya? Masih OSPEK kan?""Iya, Bu, ini hari ketiga. Gak apa-apa, Bu. Telat sedikit nanti paling dikasih hukuman aja,” ucapnya seraya tersenyum simpul."Ya, tapi kalau bisa jangan. Kamu pakai motor kak Angga saja ya. Orangnya juga tidak ada di sini kok. Ibu gak pandai kalau tidak motor matic.”"Gak usah, Bu. Naik angkot saja." Amor menolak."Eeh, jangan. Pakai saja motor kakakmu itu. Tidak apa. Nanti telat kalau pakai angkot. Kamu bawa baju ganti, 'kan? Mandi di sini saja, Ibu mau beres-beres belanjaan ini sekalian masak untuk siang." Memang Ibu Yanti bisa memasak tiga kali sehari karena tidak semua anak di panti seleranya sama. Tapi mereka tidak merepotkan dengan meminta hal yang jauh di luar jangkauan, jadi masih amanlah.Amor tidak bisa lagi menolak. Dia takut jika mengelak, Bu Yanti pasti akan sedih dan kecewa. Dia tak mau lagi mengecewakan orang lain. Sudah cukup kedua orang tuanya yang kecewa jangan lagi orang yang sayang padanya dan menjaga dia selama ini bersedih. Dia takkan sanggup. ***Kegiatan paginya selesai dan dia akan berangkat ke sekolah. Karena Bu Yanti sudah memberikan dia izin untuk menggunakan motornya, maka dia akan memakainya meski sebenarnya dia kurang nyaman, Tapi dengan begitu dia akan cepat sampai ke sekolah dan kebetulan ini adalah hari ketiga dia mengikuti OSPEK. Jadi, usahakan jangan terlambat. Dua hari berturut-turut dia tidak terlambat walau pas-pasan waktu bel akan berbunyi. Setidaknya masih bisa ditolerir, pikirnya.Dia sampai dengan selamat dan memarkirkan motornya di parkiran khusus sepeda motor. Dia melihat kembali sekolah ini. Sudah tiga hari dia masuk sekolah, tapi lagi-lagi dia menatap takjub dan tidak percaya akan apa yang terjadi.Setelah semua yang terjadi, dia tidak bisa bermimpi indah karena sudah cukup dengan mimpi buruk yang selalu menjadi bunga tidurnya.Sama seperti sekarang dia akan menikmati setiap waktu yang Tuhan berikan saat ini sampai nanti waktunya tiba, dia akan kembali dibuang. Namun, sebentar saja dia mau menikmati hari-hari yang tidak seberapa ini. Dia pun tidak akan tahu berapa lama dia bisa hidup tenang sebelum semuanya akan kembali ke dasar. Semula dia beradaka "Heh, anak baru?" Raya senior yang kebetulan adalah panitia OSPEK bagian kegiatan memanggilnya."Iya, Kak," jawabnya tenang. Sangat tenang dan tanpa ekspresi sampai-sampai Raya pikir dia orang gila atau apa. Bukannya ingin mengejek tapi Raya khawatir dan merasa dia tidak bisa berbaur, takutnya dia yang tidak nyaman."Kamu melamun pagi-pagi. Jangan melamun di parkiran. Sana, berbaur dengan temanmu. Mereka sudah akan berbaris. Kami lagi menunggu siapa saja yang terlambat." Raya menjelaskan karena juniornya ini terlihat agak bingung kenapa dia di sini dan menyuruhnya langsung berbaris."Kita OSPEK hanya sampai besok. Dan besok terakhir sebelum dua hari lagi kita akan menginap. Jadi hari ini dipercepat saja. Memang tidak ada pemberitahuan. Tapi, biar nanti sampai siang kalian masih bisa menyiapkan diri untuk besok. Karena terakhir besok juga hukuman pasti lebih berat. Hari ini kita hanya pengenalan tentang sekolah. Sudah sana!" Raya menyuruhnya pergi, dan Amor pun mengangguk."Siapa, Ray?" tanya salah satu temannya."Anak baru. Aku kasihan melihatnya. Tapi, entahlah. Seperti pernah melihat dia sebelumnya. Atau aku salah orang kali ya? Soalnya kan banyak juga sih yang mirip. Tapi ini beneran, aku seperti melihat mata seseorang di matanya,” katanya sambil mengedikkan bahu,"Kali aja cuma mirip doang. Atau saudaranya," ujar Natalie"Iya kali aja," ujar temannya yang lain. Raya hanya mengangguk. “Semoga saja dia betah dan semakin baik di sini.” Kemudian ia berlalu bersama temannya.Jangankan temannya, dia pun heran dengan dirinya sendiri. Walau sebenarnya tidak ada yang salah dengan menghawatirkan orang lain. Hanya saja selama ini Raya agak cuek. Dan dia juga tidak terlalu akrab dengan yang lain kecuali Natalie dan Amel. Orang lain menganggap dia sombong walau sebenarnya tidak. Dia hanya tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan urusan orang lain. Tapi entah kenapa melihat Amor dia merasa khawatir dan ada rasa kasihan di dalamnya. Mungkin karena dia anak satu-satunya dan orang tuanya sibuk, jadi dia seperti pernah melihat dirinya di dalam Amor. .........@Fatamorgana16 Senin, 01 Maret 2021.Riau. (**)Hari ini kegiatan sekolah masih tentang Ospek yang mengenalkan sekolah dan kegiatan-kegiatannya. Untungnya dia tidak terlambat dan berterima kasih kepada senior yang tadi pagi menegurnya dari lamunan yang membuatnya hampir saja lupa kalau dia sudah berada di sekolah. Yang sayangnya dia tidak tahu siapa nama kakak seniornya itu.Tapi cukuplah dia berterima kasih dalam hati saja. Karena mungkin saja seniornya itu juga belum tentu mau menerima ucapan terima kasihnya. "Eh," kejutnya dengan tidak sengaja,"Kamu tidak apa-apa?" Salah satu senior bertanya,"Tidak kak" lalu pergi,"Eh, tunggu dulu" tahannya, tanpa sengaja memegang lengan Amor yang langsung ditepis begitu saja membuat Si Empunya terkaget, "maaf" kemudian berlalu."Eh, i..ya. maaf juga" ujarnya terbata."Siapa?" Temannya bertanya."Gak tau. Anak baru kali." Mengedikkan bahu tanda tak tahu.Rega yang dari tadi te
Sementara itu, di rumah mewah nan megah terdapat orang-orang yang biasa dengan suasana yang tak pernah biasa. Dulu rumah itu masih tenteram, saat si tuan rumah utama masih ada. Namun, lama-kelamaan banyak yang berubah apalagi Sang Nyonya Besar sudah tiada.Semua berubah, setelah kepergian tuannya pun rumah itu lebih parah. Seperti tak ada kedamaian di dalamnya."Tuan memanggil saya?" tanya Asisten Rumah Tangga itu, menunduk takut-takut."Ya," jawabnya singkat tanpa menoleh ke arahnya."Ada apa , Tuan?""Bagaimana? Apa dia bersekolah di tempat yang sama dengan Riana dan Vicko?""Ya, Tuan. Nona mendapatkan beasiswa dan ibu panti yang menjadi pengasuhnya saat itu membantu membiayai," ujarnya menjelaskan."Baguslah. Setidaknya dia hidup yang layak. Jangan biarkan dia mengacaukan kehidupan kedua anakku yang lain,” imbuhnya.Si asisten pasti berpikir bahwa si tuan sangat kejam tapi sebenarnya dia tahu bahwa tuanny
Lagi-lagi Amor hanya duduk dan terdiam di bangku yang tadi dia duduki, di mana dia meletakkan tumbler minumnya sampai ketinggalan dan hilang. Termenung serta memikirkan bagaimana keadaan ayahnya dan sedih melihat tumbler minumnya. Menatap sejenak persis ke arah itu, lalu menoleh ke depan mengikuti arah jalan orang yang tadi hampir saja berpapasan dengannya.Dia bukan takut, hanya saja tidak ada alasan kenapa dia harus bertemu dengan mereka selain darah yang sama mengalir dalam tubuh mereka. Selebihnya tidak ada sama sekali.Dia juga teringat wanita itu, mamanya. Mamanya adalah orang yang selalu mengusahakan dia untuk masuk dalam keluarga Leonardth meskipun tetap saja dia tidak akan pernah diakui.“Hay, sedang apa di sini?” tanya seorang perempuan.Amor yang terkejut mendongak melihat dua orang yang memiliki seragam yang sama dengannya.“Ah, tidak ada. Kalian sendiri sedang apa?”“Kami di sini istirahat. Malas ke kantin apal
Vicko jelas melihat gadis itu di sana tadi. Tapi bagaimana bisa dia tidak terlihat dalam hitungan detik? Dia bukanlah wanita super yang memiliki kekuatan supranatural atau apa pun itu.Atau memang dia salah melihat? Sepertinya tidak, pikirnya. Mencoba mengusir bayangan gadis itu dia kembali melanjutkan kegiatannya untuk kembali ke lapangan basket. Sedang Amor yang masih menunduk disuruh keluar dari tempat persembunyian oleh Rega.Ya, sebelum tadi dia sempat tahu akan ke mana Rega menarik tangannya disaat teman, ya teman barunya itu masih asyik cerita.“Terima kasih,” ucapnya lalu pergi begitu saja hanya saja Rega tidak akan membiarkan itu terjadi.“Saya punya satu permintaan,” kata Rega yang membuat Amor mendongak tak percaya.“Apa? Saya tidak punya apa-apa. Kalau tidak keberatan, apa yang bisa saya bantu?”Perempuan dingin, batin Rega. Ampun deh, dia sendiri juga dingin kenapa harus mikirin orang lain coba? Dasar!
Setelah pengumuman tadi anak baru langsung diberikan izin untuk pulang karena besok adalah hari terakhir MOS dan langsung membawa perlengkapan untuk dibawa menginap di acara MAKRAB di sebuah Villa yang ada di Bogor dekat dengan hutan lindung.Amor yang sebenarnya malas sekali untuk ikut dalam hal begini terpaksa mengikuti tata cara dari sekolah. Dia tidak mau dicap sombong dan sebagainya padahal jelas-jelas dia hanya seorang anak beasiswa. Beasiswa bagi yang tidak mampu dan kebetulan otaknya masih mumpuni untuk itu. Dia tergesa sampai tidak sadar di depannya ada orang yang berjalan berlawanan arah dengannya.Brukk!Terbantinglah barang yang digenggamnya dan ada beberapa buku yang diberikan kakak seniornya tadi waktu lagi pengumuman."Maaf," ucapnya lalu pergi."Kamu—” Ucapan itu terhenti kala Amor mendongak melihat siapa yang dia tabrak tanpa sengaja."Emm, maaf." Lalu dia kembali menunduk."Kamu ... yang dulu itu, ‘kan?" Ka
Vicko dan Rangga akhirnya pergi membeli boneka. Tapi Vicko tahu mata itu tadi sempat menatapnya.Di mana dia tinggal sekarang? Bersama siapa? Dan bagaimana hidupnya? Ah, kenapa dia harus memikirkannya, sih? Batinnya bergelut antara ingin peduli atau tidak."Loe kenapa sih? Dari tadi melamun mulu?" sungut Rangga."Enggak ada. Perasaan loe aja kali.""Ya, justru karena perasaan gue, Bambang. Ya kalo loe pasti gak bakalan ngerasain kalo dari tadi itu loe melamun aja. Kaya orang bego tau. Kesambet loe? Gue jadi takut nih," kata Rangga mencoba berekpresi setakut mungkin. Yang ada bukan lucu atau Vicko tertawa malah Rangga kena toyoran kembali."Biar dikata gue jago berantem kalo loe kesambet gue orang pertama yang bakal nyiram loe air dan larilah pasti," tegasnya.Mendengar perkataan Rangga yang tidak masuk akal baginya, segera Vicko menoyor kepala Rangga sekali lagi."Itu tandanya loe doain gue buat kesambet!" kesalnya."Ya gak sih. Cuma jangan sa
Amor baru saja sampai di rumah kostnya. Dia melihat Bude Ani juga ada di rumah. Jangan tanya bagaimana dia tahu sebab suara Bude Ani dan suara ulekan bersamaan dia sudah hapal itu. Dia menghempaskan tubuhnya pada tempat tidur yang tidak seberapa besar tapi cukup membuatnya nyaman. Kadang kala sendiri begini, bayangan masa lalu suka muncul tak diundang di kepalanya. "Kamu," tunjuk ibunya, "pakai baju ini dan kalau bisa jangan pernah sia-siakan usahaku yang akan membawamu ke dalam keluarga kaya raya itu" ujarnya mengibaskan rambut lalu melenggang pergi. Ingatan itu lagi, lagi muncul. Lebih baik dia membantu bude dan ke panti urusannya Selesai, besok dia ikut makrab. Tidak ingin membuang waktu yang sia-sia. .......... Hari ini adalah hari terakhir Amor mengikut MOS dan juga akan mengikuti makrab ditempat yang sudah ditentukan. Ya meskipun sebenarnya ia tak ing
“Cup bangun cup, ngebo amat lo jadi orang” ucap Pras yang duduk bersebelahan dengan UcupUcup yang merasa terusik pun langsung memukul pelan mulut Pras dalam keadaan setengah sadar“Akh! Sialan lo cup, dibawa balik lagi sama ni bus mampus lo” ucap Pras kesal“Ngomong mulu loe! Gatau apa ya eke ini lagi bocan” ucap Ucup manja“Bocan bocan, iler lo banyak begini dikata bocan” ledek Pras“Gua begini begini masih cantik mirip Jennie blackpink ya Pras, Loe aja pasti kegoda kan sama eke” ucap Ucup dengan menaik naikan alisnya“Jijik gua yang ada cup... Cupp” ucap PrasIa tak membayangkan jika dirinya dan Ucup menjadi sepasang – Ah lupakan, memikirkannya saja sudah membuat nya merinding“Mor udah selese?” tanya Sere“Hah? Oh ya udah” jawab Amor“Ayo” ucap Sere“kemana?” tanya Amor polos&l