Author Pov
“Gue denger cerita dari anak-anak. Katanya kemarin Pak Didin liat itu di kamar mandi cewek.”
“Ngarang kali. Jangan bikin gue parno, elah. Ntar gue ke kamar mandi takut,” ujar Merin panik mendengarkan cerita Lista yang sempat heboh kemarin. Dimana katanya Pak Didin–selaku penjaga sekolah melihat sebuah mahkluk di kamar mandi wanita di sekolahan ini. Merin pada dasarnya memang penakut, jadi lebih takut lagi.
“Biasanya sih yang kayak gitu, paling suka sama orang yang penakut. Ya nggak Lis?” Raveena menambahi.
“Yoi, mampos lo kalau ke kamar mandi nggak akan kita anter.”
“Woy, sejahat itukah kalian sama gue? Oke lah, kalau lo pada nggak mau nganter, gue mau minta anter sama Johan aja lah,” ucap Merin nyeleneh.
“Emang bisa?” Raveena menantang.
“Bisa lah, jangan salahin gue kalau cowok lo malah belok haluan ke gue, ya Vee.”
Selalu saja Johan yang dibuat objek candaan Merin. Tidak tahu apa maksudn
Author Pov“Cepetan buka!”“Lo ... serius, Vee?”“Iya. Ayo nunggu apalagi?”Rasen menggeleng. “Nggak mau, Vee.”“Lo mau gue paksa di sini juga?” tanya Raveena.“Nggak gitu juga. Tapi....” Rasen meneguk air ludahnya susah. “Harus sama gue, ya?”“Iyalah!” seru Raveena lantang. “Katanya mau jadi Papa dari anak kita. Tapi gitu aja nggak mau. Cepetan buka celananya Rasen!”“Nggak pa-pa Vee kalau lo agresif gini. Tipe gue banget soalnya,” ucap Rasen membuat Raveena gemas. Gadis itu menarik tangan Rasen sampai Rasen memejamkan matanya.“Cepetan buka popok Nayara. Ganti sekarang juga!” perintah Raveena.“I—iya.” Rasen menggaruk tekuknya yang tak gatal. Raveena terus memaksa Rasen mengurus popok Nayara yang sudah kotor karena pup. Rasen yang tak berpengalaman malah kebingungan.“Harus gue ajarin?” Raveena mendengus kasar. Ia ikut duduk di sebelah Rasen, menggeser posisi Rasen sehingga Raveen
Author Pov"Itu, Johan di belakang lo...."Empat kata yang di keluarkan Raveena berhasil membuat Rasen tak bergerak layaknya patung. Hanya matanya saja yang berkedip. Untuk keseluruhannya, cowok itu tak jauh seperti maneqin di pasaran.Rasen membalikan badannya secara perlahan. Tekadnya sudah kuat untuk menanggung resiko. Iyalah, kan katanya Rasen cowok sejati. Preetttt.Benar saja, Johan–cowok itu sudah berdiri tegap menghadap Rasen. bahkan jaraknya saja tidak begitu jauh. Rasen yakin kalau ucapannya pasti terdengar."Eh, bro...." Rasen kebingungan memulai. Sedangkan Johan masih berdiri dengan tatapan mematikan.YAELAH APAAN AING SOK AKRAB SEGALA? TAU LAH MALU PEN BUANG MUKA AJA!"Kalau ngomongin orang tuh sama orang langsung. Bukan so-soan ke orang lain, apalagi ke cewek yang lo omongin tadi," ucap Johan begitu cuek dan dingin.Damn! Ucapan Johan tentu tertuju pada Rasen. Rasen yang sedang berdoa a
Author Pov“RASEN IHHHHHH! KENAPA SIH LO DEMEN BANGET CARI MASALAH SAMA GUE?!?!”“LO TUH BISA GAK SIH SEKALI AJA GAK BIKIN GUE KESELLLLLL???”Rasen yang tengah meneguk segelas susu malah hampir terbatuk-batuk. “Gue ngapain dah? Cuman diem,” ujar Rasen.Terhitung sudah hampir seminggu, Raveena dan Rasen selalu menghabiskan waktu bersama. Mengurus dan mengasuh Nayara. Jangan pikir kalau dalam waktu seminggu itu mereka akur. Tolong sekali lagi, jangan pernah memikirkan hal itu. Nyatanya, meski dalam situasi yang menuntut mereka berkerja sama. Raveena dan Rasen tidak pernah dari lepas adu bacot.Raveena mendapat kabar kalau Bibinya—Maudy, akan segera pulang ke Indonesia. Antara besok dan lusa. Itu adalah kabar yang cukup gembira untuknya. Tapi khusus malam ini, Raveena sedang naik pitam.“GUE KAN UDAH BILANG JANGAN HABISIN SUSU FORMULA NAYA!!” Pekik Raveena menatap kesal. Keduanya kini sedang berada di dapur. Raveena kelewat je
Author PovOlahraga. Adalah mata pelajaran yang paling ditunggu-tunggu oleh sebagian siswa/sisiwi. Tapi untuk para kaum mager yang hobinya dirumah adalah rebahan, mata pelajaran ini sangat paling dihindari dengan asalan; malas, capek, panas, dan sebagainya.Hari ini, para murid kelas 12 IPA 2 tengah berkumpul di lapang. Di bawah teriknya sinar matahari. Mereka berbaris rapi lengkap menggunakan seragam olahraga serempak. Di barisan paling depan putri, telah di pimpin oleh Raveena. Raveena mengedarkan pandangannya. Mengamati secara inci dan detail perbarisan di belakang juga di sampingnya. Ternyata benar, ada yang kurang. Rasen dan kedua sahabatnya itu hilang ntah kemana. Bagai terlelan bumi.“Bentar, Wil, jangan dimulai dulu pemanasan nya,” ucap Raveena kepada Wildan selaku pimpinan barisan putra.“Kenapa?”“Nyari Rasen sama dua kecebongnya dulu,” kata Raveena lekas pergi menjauh meninggalkan barisan. Lista dan Merin saling pandang satu
Pagi-pagi, Raveena belum sepenuhnya sadar dari bangun tidurnya mengernyit heran menatap Rasen yang sudah berdiri sambil memegang keresek yang ia bawa. Tidak ada angin dan hujan, tiba-tiba saja Rasen jinak. Cowok itu masih anteung dengan wajah watados meski Raveena menatapnya penuh pertanyaan."Terus, di sini ngapain?" tanya Raveena heran. Gadis itu masih terbaring lemas di atas kasur."Nganterin sarapan buat lo, biar lo bisa makan obatnya langsung." Rasen mengeluarkan bubur dan roti di dalam keresek yang berbeda."Lo ke sini cuma nganterin gue sarapan? Nggak perlu, gue masih ada nasi, elah," ucap Raveena menyipitkan matanya menahan pusing."Gue juga pernah ngerasain sakit, Vee. Kalau lagi sakit makan nasi tuh rasanya berubah nggak enak, makanya gue bawain ini." Rasen menyahut santai. "Eh, ntar kalau gue berangkat, anak kita jangan lupa dikasih susu ya.""Iya bawel."Rasen meletakkan bubur dan roti itu secara bersamaan diatas naka
Author Pov“Nggak gue nggak selingkuh, Tha, kenapa dia nuduh gue kayak gitu?”“Gue bukan cewek murahan..Tha. Bukan.”“Kenapa harus ngebentak Veena, kalau Veena salah omongin baik-baik....”“Veena kangen Papa....”Suara parau diiringi isakan kecil itu masih terdengar samar dalam keheningannya. Juga bagaimana pandangan sendu gadis itu ketika menatapnya penuh cerita. Berbagi luka yang tak seharusnya dilakukan. Bahu yang terguncang hebat dengan tangan gemetar, ia masih ingat itu dengan jelas.Rasen mengerang, men-dribble bola basket itu semakin tak karuan. Di bawah langit yang tak menunjukkan wajah cerahnya, Rasen berusaha meredam amarah sedalam-dalamnya. Peluh yang mengucur di pelipis kirinya begitu deras. Rasa dilema tak henti menggerayang di hatinya.Rasen melakukan 1001 cara agar Raveena jauh dari kata rapuh. Dan si brengsek itu dengan sekali ucapan sampahnya malah mengacaukan semuanya.Prok ... prok... prok....
Author PovHari ini Bi Maudy pulang gengs,Dari Singapore,Bawa oleh-oleh, sih, tapi...Raveena menghela napas. Manik matanya tak henti memandang lurus ke depan pada seseorang yang lima belas menit yang lalu menginjakan kakinya di rumah bewarna putih ini. Seminggu tak bertemu, membuatnya berada dalam situasi konyol seperti ini.Ekspektasi Raveena ketika Maudy pulang adalah memeluk Bibinya itu penuh rindu. Menanyakan kabar satu sama lain seraya saling menukar cerita penuh canda. Tapi yang dilakukan Maudy malah melempar Raveena pada realita yang jauh dari yang dibayangkan.Baiklah, Raveena sedang disidang."Bibi pernah bilang kan kalau nggak ada rahasia diantara kita?" tanya Maudy yang masih berdiam diri di tempat. "Sekarang jujur, Vee. Jujur sejujur-jujurnya.""Veena harus ngomong apalagi? Ini tuh udah jujur.""Nggak, pasti kamu bohong sama Bibi." Maudy menggerak-gerakan jari telunjuknya. Wajahnya terlihat resah. "N
“Kalau gue masih sama kayak dulu, lo mau cari Papa baru buat Yara?”Atmosfir yang terasa saat ini mendadak aneh. Kedua tangannya semakin meremas kuat sisi rok saat beberapa detik lalu ia dilontarkan pertanyaan yang mengejutkan. Tubuhnya masih berdiri tegak walau kini punggungnya malah semakin tersudut pada dinding.Raveena mengigit bagian dalam pipinya, bingung. Semakin dalam tatapan Rasen malah semakin membuat hawa tubuhnya terasa panas. Mungkin, pertanyaan Raveena terlalu menyinggung Rasen sampai cowok itu nampak menyeramkan sekarang—bagi Raveena.“Gue cuman nanya aja, Sen. Kenapa harus bawa-bawa Nayara?” tanya Raveena. Ia tak berani mendongak pada Rasen.“Gue tahu.” Rasen masih menyahut dingin. “Sekarang gue nanya balik sama lo. Tinggal jawab aja, bisa kan?”“Enggak!” Raveena menggeleng tegas. “Gu-gue nggak akan pernah ngelakuin itu. Nggak akan cari Naya Papa baru. Nggak aka