"Kalo emang gak suka, seenggaknya jangan bikin gue berharap."
-Anara Emiley***
Daver benci ketika menjadi bahan suruhan guru. Seperti sekarang, langkah gontainya membawa dirinya ke ruang olahraga.
Walaupun menggemari pelajaran ini, tetap saja, Daver malas jika disuruh mengambil sesuatu yang menjadi kebutuhan belajar teman-temannya.
Daver membuka pintu ruang olahraga di hadapannya. Sialnya, ia bertepatan dengan Alvano yang sedang meletakkan bola futsal.
Sungguh merupakan suasana yang canggung bagi keduanya. Meskipun mereka laki-laki yang harusnya memiliki sikap tidak peduli, tapi tidak bisa dipungkiri kalau keadaan ini memang awkward.
"Eh, ada atlet," ucap Alvano dengan nada sindiran. Ia tertawa singkat.
Daver menoleh padanya dengan tatapan aneh. Daver tidak senang. "Apa maksud lo?"
"Atlet kick boxing kita," ucap Alvano lagi. Ia menggerakka
"Dan orang yang menyukai seorang Daver Negarald gak cuma dari fisik, patut gue pertahanin. Apalagi kalau itu lo."-Daver Negarald***Daver dan Rino memandang intens orang-orang yang berada di belakang Alvano. Keduanya jarang atau bahkan tidak pernah bertemu dengan mereka."Oh, sekarang dateng bawa temen," cibir Rino meledek seraya melihat satu per satu orang-orang yang ada tiga jumlahnya. Ia memutar bola matanya malas."Lo kira gue gak ada temen?" sergah Alvano.Rino mengacungkan jari tengahnya. "Ngomong ama jari gue." Evan terkekeh diam-diam mendengar ucapan Rino.
"Kalo emang bukan jodoh, kenapa semesta deketin kita terus ya?"-Anara Emiley***Anara melangkahkan kakinya menuju ruang guru. Tadi, saat ia sedang dalam jam pelajaran Matematika, gurunya menyuruh dia untuk menemui Pak Santoso, guru olahraga.Anara termasuk murid favorit Pak Santoso karena ia memiliki kecerdasan yang tinggi di bidang PJOK, khususnya secara teori.Tidak, Anara tidak pandai berolahraga. Hanya saja Anara sangat mengerti tentang teori PJOK. Misalkan dari peraturan permainan, hal yang dilarang/pelanggaran, dan lain-lain.Anara membuka pintu ruang guru dengan lambat. "Permisi, Pak."
"Stop being this cute, Anara."-Daver Negarald***"Gue lagi males, Van.""Ayo, lah. Gak setia kawan, lo.""Hadeh, Jupardi."Mata Evan bersinar saat melihat Daver akhirnya mau membuka aplikasi PUBG setelah dipaksa berkali-kali. "Yey, baik banget, Gantara."Seperti itu persahabatan mereka. Nama orangtua selalu menjadi nama panggilan."Ah, lupa, kuota gue sekarat." Evan melempar ponselnya ke meja. Ia mengacak rambutnya dongkol."Lo yang ngajak, bodoh. Pake wifi sekolah," aju Daver memberi ide."Lemot tau!"Daver malas mengurusnya. Ia memilih untuk keluar dari aplikasi PUBG. "Gak usah, lah, udah."Evan berdecak kecewa. "Padahal lagi pengen gua."Daver menoyor kepala Evan. Ia tertawa melihat wajah sahabatnya yang kecewa hanya karena tidak bisa mabar dengannya. "Makanya modal dikit.""Gue lupa kuota gue tinggal seratus mb. Daripada gue paksain terus ngadet, kan." Evan membela diri. Selalu."Eh, iya, heh!" Daver berseru langsung. Ia memukul lengan Evan membuat cowok itu kebingungan.Daver t
"Jujur lebih baik, karena emang gak ada pilihan lain."- Anara Emiley***Daver melangkah semakin dekat pada Anara. Evan buru-buru menghampiri ketiganya. Anara yang kebocoran, Evan yang cemas. Tidak bisa dibohongi bahwa pelototan mata Anara menunjukkan betapa terkejutnya dia."Lo—""Tadi sengaja nguping," ucap Daver jujur.Daver tidak henti-hentinya menatap Anara membuat Anara menjadi salah tingkah. Setiap gerakannya seakan diawasi dengan lucu."Will i get some new reasons?" sindir Daver
"Hello, King."-Gema Sergio***Anara bingung dengan dirinya sendiri yang selalu datang terlambat pada hari Rabu. Entah diakibatkan dirinya yang tadi malam begadang atau bagaimana, intinya Anara jadi harus berhadapan dengan Ibu Erna yang piket hari ini."Kenapa terlambat?" Ibu Erna bertanya dengan nada tegasnya."Saya.. hmm..""Mandinya lama? Ataumake updulu ke sekolah?"Sepertinya akan berbahaya bila Anara bilang kalau ia begadang. "Tulis aja macet, B
"Jangan pancing gue kalo gak mau kena bahaya." -Daver Negarald *** Setiba di kantin, Daver langsung menempa meja kawannya membuat mereka semua kaget. "Gema masuk kelas mana?" "Woi! Pelan-pelan, weh, kalau gue keselek gimana?" kata Evan yang mulutnya penuh dengan mie. "Gema masuk kelas mana?" ulang Daver tidak sabar. Rino menelan habis lauk di dalam mulutnya. Ia mengerutkan dahi. "Gema yang mana, tong? Anak sebelah atau apa? Gue gak tau."
"The simple is, Anara always loves Daver every single second that Daver doesn't know."-Davenara***Mereka tidak langsung masuk setelah sampai di depan ruang rapat. Daver melepas tangannya dari Anara karena tahu itu tidak berarti bagus untuk cewek itu. Ia memijat keningnya.Saat tangannya dilepas begitu saja, Anara berusaha sebisa mungkin untuk tidak merasakan kekecewaan."Kenapa?" Anara bertanya. Ia bingung pada Daver yang terlihat berbeda saat mengetahui kehadiran murid baru itu.Daver melihat Anara gereget. "Kalau gu
***Karena sebuah paksaan, dengan berat hati Daver memperbolehkan Anara untuk ikut bersamanya. Meskipun sebenarnya ini akan sedikit lebih merepotkan.Daver menghela napas saat motornya sudah terparkir di depanFightcamp. Rasanya sudah lama ia tidak ke tempat ini. Tempat di mana ia merasa dewasa, berani, dan satu-satunya tempat ia mengeluarkan jati dirinya.Rindu? Sedikit. Jika tidak ada Gema yang merusak semuanya, pasti Daver akan merindukanFightcamplebih banyak.Daver melepas helm-nya, dan menengok ke Anara yang masih duduk manis."Gak mau turun?"Anara cekiki