Siapa sangka gadis pendiam nan lembut itu berubah menjadi kejam dan keras. Kejadian memilukan yang menimpa sang ibu meninggalkan luka menganga dalam dada. Hatinya pilu membayangkan ibunya tak berdaya saat peristiwa itu. Tetangga yang sedang mencari kayu bakar di sekitar kebun karet menemukan jasad sang ibu dalam keadaan penuh luka tanpa busana. Kemaluannya penuh darah, matanya melotot lebar keatas, membuat siapa saja yang melihatnya tak sanggup menahan air mata. Ratih hanya bisa menangis sesenggukan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya tinggal bersama sang ibu, dan kini tinggal dirinya sendiri. Dendam menumpuk di dalam dadanya, kasus pemerkosaan yang terjadi seolah kasus biasa. Pihak berwenang tidak melanjutkan penyelidikan dan aparat desa diam-diam saja. "Ibu ..., para keparat itu akan kubuat sekarat." Kobaran api amarah menguasainya, membuatnya bertekad menghabisi para pelaku keji yang sedang berleha-leha.
View MoreRatih termenung di depan kaca toilet, matanya memerah dengan suhu tubuh yang kian memanas. Ia hela napasnya sejenak, hingga merasa lebih baik dan terkontrol. Perbincangannya dengan seseorang barusan membuatnya begitu kepikiran. "Sepertinya aku terlalu menunda-nunda, huh." Setelah merapikan penampilannya barulah ia keluar dari sana dan kembali menghampiri Safar yang sudah menunggunya. Ia lihat di meja sudah ada pesanannya tersedia, Safar tersenyum manis menyambut Ratih datang."Kau baik-baik saja?" tanya Safar setelah Ratih duduk."Um, ya. Aku baik, maaf membuatmu menunggu lama.""Ah tidak sama sekali," sahut Safar menggigit bibirnya menahan ucapannya. "Ah iya, aku ingin membicarakan sesuatu," ucap Safar pelan dengan tatapan mata yang dalam."Iya? Membicarakan apa?" tanya Ratih.Safar terlihat gugup dan ragu, ia menahan napasnya sebelum berkata."Apakah kau membutuhkan pasangan?" tanya Safar memberanikan diri.Dalam hatinya Safar berteriak, seharusnya bukan itu yang ia ucapkan. Benar
Gaun coklat muda berenda itu tampak semakin cantik di tubuh ramping Ratih. Kulit Ratih yang cerah terlihat lebih bercahaya berkat sapuan pelembab kulit yang Gina pakaikan ke tubuhnya. Rambut hitam bergelombang nan menawan tampak seperti badai di tengah laut malam, begitu menggelora di mata. "Foto dulu!" jerit Reva, tak henti-hentinya gadis itu mengekor kesana-kemari membujuk Ratih berfoto.Ratih mendengus malas, "tidak mau! Jangan memaksaku!" kesalnya."Sekali saja, ya ya ya! Ayolah, tidak ku publikasikan di sosial media kok!" bujuk Reva dengan wajah yang mencoba imut. Reva sudah membuka kamera ponselnya dan mengarahkannya ke Ratih. Gina masih di depan cermin bertaut diri, gadis itu lelah setelah mendandani Ratih karena baru pertama kali."Hei cepatlah ganti bajumu! Sudah hampir jam setengah 8!" suruh Gina ke Reva, yang membuat Reva memanyunkan bibirnya."Iya iya! Kalau begitu, selfie sendiri! Plis, aku hanya ingin mengenang masa-masa ini!" Karena Reva yang bersikeras membujuk akhi
Suasana rumah Gina begitu kelam dan mencekam, padahal hari masih siang dengan terik matahari yang menyengat di luar sana. Ratih bersama Gina tengah duduk di kursi tamu menghadap sang ayah, Herdian. Reva masih tidur di kamar Gina, gadis itu kelelahan di perjalanan pulang."Sepertinya Saya belum terlalu mengenali diri mu," ucap Herdian. Pria itu duduk dengan kaki yang di silangkan bagai penguasa. "Yah, ini teman ku. Satu kelas, Ratih namanya." Gina bergegas menjelaskan sebelum ayahnya bertanya macam-macam.Herdian mengangguk perlahan, tangannya menyentuh area dagu seolah berpikir. Ratih yang di samping Gina masih diam, gadis itu waspada sembari matanya mencuri-curi pandang ke area sekitar."Ratih ya, hmm." "Perkenalkan, Saya adalah ayah Gina." Dapat Ratih lihat Herdian seolah-olah sedang berusaha menjadi manusia ramah dengan senyum palsunya. Ratih mengulas senyum kecil tanpa membalas ucapan Herdian. Ia tahan supaya tidak mengamuk saat itu juga, ingin sekali ia robek mulut sok manis p
Setelah olahraga lanjut fisika, tubuh yang lelah harus dipaksa berpikir keras memahami berbagai materi ini. Teman-teman kelasnya sudah pada tepar, bahkan masih ada yang mengenakan kaos olahraga. Kipas kelas di nyalakan maksimal membuat bau keringat berhamburan."Woi, siapa yang ga mandi!" jerit Gibran."Baunya gila!" sahut Safar, pemuda itu sudah memakai seragam Pramuka nya. Safar mendekat ke salah satu murid yang dekat kipas angin, murid itu begitu berisi lemak masih mengenakan kaosnya. Beberapa temannya masih ada yang tengah sibuk menyalin jawaban untuk PR fisika ini, tak begitu memperhatikan sekitar. Ada pula yang tengah pijit di belakang sana."Oh ternyata! Ini orangnya!" seru Safar menuduh. Safar mendekat dan mencoba mengendus-endus area sekitar nya."Ganti gak!" Safar memaksa murid itu berdiri yang akhirnya si murid itu menyerah."Iya iya!" jawab murid itu pasrah.Setelah murid itu pergi perlahan bau tak
Begitu hening malam ini, selepas Ratih berbincang dengan teman-temannya ia membaca satu-persatu informasi yang telah dikumpulkannya. Masih banyak yang janggal, Ratih kesulitan mengorek lebih dalam lagi. "Hm kalung yang indah ...," kagumnya pelan memandangi kalung berbandul hati itu. Kilatan cahaya yang memantul dari bandul itu begitu indah, Ratih pun mendekati ke cermin dan memakainya. Kalung emas putih dengan bandul berbentuk hati itu tampak pas di lehernya yang jenjang dan cerah. "Um cantik," pujinya. Kembali duduk dan mulai mengisi data formulir beasiswa itu, akan ia manfaatkan kesempatan ini. Otaknya berpikir keras bila suatu hari ia melanggar harus membayar denda, ia harus kaya setidaknya memiliki tabungan lebih dari 1 Miliar. Ratih mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. "Apa tawaranmu masih berlaku?" tanyanya setelah panggilan terhubung. "Tentu masih, kau menerimanya?" tanya seorang lelaki di seberang sana dengan nada senang. "Ya, ku terima." Setelahnya sese
Reva dan Gina sedang berbincang melalui video call dengan Ratih. Ketiganya membahas hal random apa saja, bahkan sejak tadi Reva tak henti-hentinya berceloteh ria."Ah kau tau, saat di pantai tadi aku melihat bule! Astaga tampan sekali, aku menyukainya!" ungkap Reva girang."Murahan sekali hatimu ini, ada yang tampan sedikit langsung suka!" ejek Gina, gadis itu berada di belakang Reva sedang mewarnai kukunya."Ck yang cintanya bertepuk sebelah tangan diam saja!" ucap Reva tak terima yang membuat Gina menyenggol gadis itu hingga jatuh dari kasur."Aw, ah dasar!" Ratih di seberang hanya tertawa kecil memperhatikan keduanya seolah seperti biasa, sembari gadis itu membaca lembaran kertas sejak tadi."Oh ya Ratih, bagaimana di sekolah? Kau baik-baik saja kan?" tanya Gina cemas.Tablet Gina diletakkan di atas meja yang membuat jarak tangkapan video menjadi lebih lebar, Reva masih di bawah malas naik hanya terlihat kepalanya saja."Ya baik, bagaimana dengan kalian? Apakah liburannya menyenan
"Pelatih tidak bisa datang, kita latihan sendiri." Ucapan senior itu meredupkan semangat para anggota junior, apalagi yang anak-anak. Tampak wajah mereka langsung berubah masam, mereka merindukan pelatih karena orangnya sangat baik dan supportif. "Yah, kenapa kak? Beliau kemana?" tanya seorang bocah lelaki. "Beliau pergi ke luar negeri, bisnis." Jawaban itu mendapat anggukan dari beberapa orang. "Kalau begitu biar Kak Safar yang ngajar, setuju?" ungkap bocah tadi. "Setuju!!" Ratih hanya tersenyum saja, kemudian mereka semua mulai berbaris dan melakukan pemanasan. Sejak tadi Safar yang berdiri di depan sana tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah Ratih, namun Ratih abaikan, gadis itu tampak sangat fokus dengan pemanasannya. "Ah, Bang Safar gak fokus ih!" seru bocah perempuan di depan Ratih. "He'em, matanya jelalatan mulu!" sahut bocah lelaki disebelahnya. "Heh astaga bocah ini," gumam Safar lirih. Bocah perempuan itu berbalik badan menatap ke belakang, "mending kak Ratih
Disebuah tempat nan jauh dalam hutan, tampak dua lelaki tengah berusaha menyusun kayu. Mereka membuat gubuk dengan benda seadanya, hanya bermodalkan ranting-ranting dan dedaunan."Sampai kapan kita disini?" "Entahlah, bos cuma bilang bakalan jemput kalau keadaan udah membaik.""Tapi sampai kapan?" "Sampai kiamat! Udah kerjain ini, udah mau malem!" gerutu seorang pria. Akhirnya Anton kicep dimarahi oleh Farid, kini mereka berdua melanjutkan pekerjaannya. Dengan kayu yang ditata rapat menancap tanah, kemudian atapnya di beri alas daun kelapa. "Kita ga bawa makan apa? Laper gila!" Anton mengeluh kembali."Habis ini nyari ikan di sungai, ga usah ngeluh mulu." Anton diam kembali, dengan terpaksa bekerja meski perutnya keroncongan meminta di beri asupan. Farid, pria itu bolak-balik mengangkut kayu dan daun kelapa. Mengikatkan daun kelapa dengan pelepah pisang, kemudian membuat pintu dari daun pisang. Hari sudah mulai petang, gelap sekali di tengah hutan ini. "Gue takut bre. Kenapa si
"Hei ini apa?" Tanya Reva ke Gina, mereka berdua tengah berada dalam perjalanan di mobil."Oh ini untuk mengatur suhu AC mobil, kau kedinginan tidak?" jelas Gina."Oh iya iya, tidak kok. Apa masih lama sampainya?" "Hm, kurang tahu." "Pak, berapa lama lagi kita akan sampai?" Tanya Gina ke sang sopir."Sekitar tiga jam lagi, Non." Gina mengangguk saja, gadis itu mengeluarkan jajanannya dari tas."Biar tidak bosan," ungkap Gina menyodorkan beberapa camilan."Ah, aku kenyang Na. Aku merasa bosan, Ratih online tidak?" Gina masih mengunyah makanan nya, ia menyodorkan ponselnya ke Reva. "Coba kau hubungi, video call!" perintahnya."Hehhe oke!" seru Reva segera mengambil ponsel Gina dan mencari Ratih.Hanya bunyi deringan terdengar, sepertinya Ratih sedang tidak aktif. Reva terduduk lesu, mengembalikan kembali ponsel Gina dan mencomot makanannya."Perasaan ku tidak tenang, apakah Ratih baik-baik saja?" ungkap Reva menunjukkan keresahannya."Em, aku juga merasa ganjal. Semoga dia baik-baik
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.