Melawan Suami dan Mertua

Melawan Suami dan Mertua

Oleh:  Meisya Jasmine  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.8
5 Peringkat
110Bab
66.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ketika Riri harus menghadapi kenyataan bahwa sang suami telah berselingkuh darinya, dia pun memutuskan untuk memberikan perlawanan kepada suami maupun mertuanya yang licik. Riri enggan mengalah. Kekuatannya sebagai seorang wanita pun dia buktikan di hadapan sang suami. Dia pergi dengan sebelumnya menyerang pelakor yang ternyata telah dihamili oleh suaminya yang bernama Rauf. Hidup Riri pun kini penuh liku-liku usai keluar dari rumah sang suami. Perlahan, keping-keping kehidupannya yang sempat hilang, perlahan kembali. Ibu yang hilang, misteri kepergian sang ibu, hingga berjumpa dengan sosok pria penakluk hati pun jadi bumbu dalam perjalanan pahit-manis perjuangan seorang Riri.

Lihat lebih banyak
Melawan Suami dan Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Eynie Achmad
ku paling sukak baca novel ttg perselingkuhan yg dibalas dgn penghajaran .... tp aku gak sukak kalok tokoh wanita nya lemah.
2022-04-15 06:03:53
1
user avatar
Galuh Arum
keren thor
2022-02-01 00:26:54
0
user avatar
malapalas
BACA novel berjudul :FREL. Banyak kejutan di dalamnya. Selain tentang cinta segitiga yang bikin baper, gemes dibumbui humor dan mengharubirukan, kalian akan disuguhi dg persahabatan, keluarga, luka dan rahasia di masa lalu orangtua yang akan membuat cerita lebih seru dan menjungkirbalikkan perasaan.
2022-01-28 22:15:35
0
user avatar
Evhae Naffae
Keren, Thor, semangat dan sukses ya ......
2022-01-03 10:35:53
0
user avatar
Zakiyyah Haqq
menarik ceritanya, semoga semakin lancar buat cerita cerita barunya
2022-04-06 23:53:22
0
110 Bab
1
“Ris, Mama boleh pinjam uang? Sejuta saja. Buat bayar cicilan motor Indy.”“Lho, Ma? Bukannya bulan lalu juga pinjam sejuta dan belum dikembalikan?” Alisku sampai bertaut. Bisa-bisanya Mama pinjam uang terus menerus tanpa mikir aku kerja banting tulang tiap hari di rumah sakit itu rasanya seperti mau mati!“Ya, gimana lagi, Ris? Mama kan udah nggak kerja. Indy masih sekolah. Minta sama Rauf, bilangnya selalu nggak ada uang.”Aku menarik napas dalam. Menenangkan diri. Mencoba menghilangkan kesal. Enak sekali mereka. Benar-benar keterlaluan! Setelah Mas Rauf jarang memberi nafkah dengan alasan usaha bengkelnya sepi, sekarang malah mama mertua yang kerap keluar masuk mal bersama anak bungsunya yang centil dan gemar TikTok-an itu kini mulai melunjak dan minta uang terus menerus. Kemarin pinjam buat nyicil motor, sekarang mau pinjam lagi padahal belum juga dikembalikan. Jadi, aku ini apa? Sapi perah?“Ma, Risa baru nik
Baca selengkapnya
2
Aku akhirnya bangkit dari terpuruk. Tak kuhiraukan lagi kangkung yang belum disiangi, ayam yang masih dimarinasi dan belum digoreng, dan beras yang belum dicuci. Masa bodoh! Harga diriku sudah hancur dibuat oleh Mama dan Mas Rauf. Buat apalagi aku repot-repot membaktikan diri. Sudah lelah bekerja dari jam 07.30 hingga 14.00 di poli umum mengasisteni dr. Vadi, eh di rumah masih juga harus masak. Mending kalau dihargai. Ini malah ditampar dan dicaci maki. Apa mereka pikir aku ini binatang?              Cepat kuhapus jejak air mata. Berjalan ke arah kamar yang tak jauh dari dapur yang bersatu dengan ruang makan. Pelan kubuka pintu kamar yang tak terkunci. Ternyata, Mas Rauf sedang duduk melamun di pinggir kasur. Tubuhnya yang kekar akibat bekerja keras di bengkel, kini hanya terlilit dengan handuk dari bawah pusat hingga menutupi batas lutut.           
Baca selengkapnya
3
“Kamu ingin memukul lagi, Mas? Baiklah. Silakan! Biar setelah ini aku kabur dan melaporkan tindakanmu ke polisi!” Aku semakin berteriak. Menantangnya dan berharap dia benar-benar memukulku lagi. Namun, Mas Rauf malah mengembuskan napas masygul. Mulutnya berkali-kali merapalkan istighfar. Cuih! Dia tidak mantas mengucapkan kalimat suci semacam itu. Kelakuannya sudah seperti preman kampung yang hanya berani memukul istri. Tidak ada akhlak!              “Kita cukupkan pertengkaran ini, Ris. Aku mohon.” Mas Rauf tampak putus asa. Jujur aku belum bisa melupakan tentang prasangka kemana larinya uang hasil bengkel selama sepuluh bulan belakangan ini. Lihat saja. Akan kukorek sampai ke akarnya kalau perlu.              “Oke. Aku juga capek! Berdebat denganmu tidak ketemu ujung pangkalnya. Akhir-akhirnya kita hanya ber
Baca selengkapnya
4
Beberapa saat menikmati makan malam di dalam kamar sendirian, Mas Rauf akhirnya ikut masuk. Wajahnya tampak tak senang. Cemberut. Terserah, ya. Aku tidak mau peduli.              “Sudah selesai makannya?” tanya Mas Rauf padaku dengan nada yang kesal.              “Bisa lihat sendiri, kan? Piringku sudah habis.” Kuletakkan begitu saja piring bersama gelas kosong yang telah duluan berada di atas meja rias. Masa bodoh Mas Rauf marah. Kalau dia mau, taruh saja di wastafel dapur sendiri.              “Kata-katamu tadi sungguh membuat Indy sakit hati, Ris.”              “Sama, dong! Aku juga kesal dengar omongan dia tadi, Mas. Satu sama artinya.” Aku menj
Baca selengkapnya
5
Pagi-pagi sekali aku bangun dari peraduan. Tanpa menyentuh dapur terlebih dahulu seperti hari-hari lalu, kuputuskan untuk segera mandi dan berkemas diri.            “Awal sekali, Ris? Kamu sudah mau berangkat jam segini?” Mas Rauf yang baru tercelang matanya tepat pukul 05.30 pagi, menatapku dengan penuh heran. Sedang aku tengah mematut diri di depan cermin sembari mengenakan bedak dan pemerah bibir.Meski masih terasa sesak dada ini akibat dugaan perselingkuhan yang dilakukan Mas Rauf, tetapi aku mencoba untuk terlihat santai. Kujawab pertanyaannya dengan nada dan ekspresi datar.“Iya. Dokter Vadi yang nyuruh.” Aku menyampirkan tas kerja yang sudah kuisi dengan dompet dan cap perawat yang akan kupakai nanti setelah sampai di poli.            “Nggak siapin sarapan dulu?” Pertanyaan Mas Rauf entah mengapa malah
Baca selengkapnya
6
Kupacu terus sepeda motor bebek milik Mak Ambar di belakang kendaraan Mas Rauf yang terus melaju dengan kecepatan sedang. Sekuat tenaga kukendalikan diri agar tak merasa ciut atau pun takut bakal ketahuan. Aku menarik napas dalam, mencoba bersantai di balik masker wajah dan helm yang kukenakan. Semoga dengan penyamaran ini, Mas Rauf tak menyadari bahwa aku adalah Risa, perempuan yang telah dia khianati.            Kendaraan Mas Rauf menerobos jalanan yang semakin dipenuhi oleh motor dan mobil yang lain. Maklum, jamnya anak-anak berangkat ke sekolah dan orang dewasa ngantor. Namun, yang membuat kuheran, arah perjalanan Mas Rauf sungguh berbeda dengan jalan menuju bengkel miliknya yang berada dekat kawasan pasar. Mas Rauf malah berbelok ke kiri dari lampu merah perempatan jalan besar. Harusnya dia lurus terus jika memang mau berangkat bekerja. Makin kuat feelingku bahwa dia benar-benar akan menjemput perempuan tersebut.
Baca selengkapnya
7
Tidak, Risa bukanlah sosok yang lemah. Tak ada tangis dan kecewa. Aku harus bangkit! Selagi Mas Rauf masih sibuk mengusap puncak kepala kekasih gelapnya, maka aku pun berusaha untuk bangkit dari motor. Berjalan ke arah mereka sembari membuka helm dan maske yang tadinya sempurna menutupi penyamaran.            Dengan menahan degupan jantung yang keras dan seolah membabi buta memukuli dada, kuempaskan helm pinjaman milik Mak Ambar tepat di kepala Mas Rauf.            Plak! Mas Rauf seketika terjungkal ke samping bersama sepeda motornya. Lelaki itu membelalak kaget dengan wajah yang pucat pasi.            “Sayang!” Teriakan histeris perempuan minimarket tersebut membuat telingaku semakin panas.            “Apa katamu? Sa
Baca selengkapnya
8
Aku tiba di depan warung Mak Ambar dengan wajah yang sembab akibat tangis di sepanjang jalan tadi. Segera kuseka air mata ini sebelum masuk menemui beliau. Sial, di dalam sana ada beberapa orang lain yang sedang belanja. Namun, aku harus segera bergerak. Sebelum Mas Rauf ikut menyusul dan menghentikan rencana.            Setelah meyakini bahwa wajahku kini baik-baik saja, langsung kubergegas masuk, melewati dua ibu-ibu yang sedang berdiri di depan meja Mak Ambar. Keduanya kukenali sebagai Bu Minarti dan Mbak Kinanti. Mereka adalah tetangga sekitar sini yang terkenal lambe turah serta hobi ngurusi kehidupan orang lain.            “Eh, ada Risa. Nggak dinas, Ris?” Mbak Kinanti yang usianya beberapa tahun di atasku menyapa. Wanita cantik dengan daster rumahan selutut itu mulai menatap diriku dari ujung kaki hingga pucuk kepala.  &nb
Baca selengkapnya
9
Sesampainya di parkiran khusus karyawan yang berada di belakang rumah sakit, tak jauh dengan kamar jenazah (makanya terkadang aku lebih suka parkir di depan, karena sering ngeri-ngeri sedap lewat sini), aku segera memarkirkan motor dan tak lupa untuk mengunci stangnya. Jarang sebenarnya aku parkir di sini. Namun, apa boleh buat. Yang kutakutkan apabila Mas Rauf nekat mencari ke RS dan menemukan motorku di parkiran depan sana. Dia memang tahu kebiasaanku yang selalu parkir di depan karena aku kerap bercerita bahwa spot angker di RS Citra Medika ini selain di kamar jenazah dan tempat laundry, juga di parkiran belakang. Lagi pula yang bisa mengakses tempat ini hanya karyawan yang memiliki ID card saja. Dari depan sana satpam bakal menghalau pengunjung untuk masuk.              Karena takut hilang, kubawa saja tas travel yang lumayan berat ke ruang rawat jalan poli umum tempat dr. Vadi kemungkinan sedang menjalanka
Baca selengkapnya
10
“Ris, kamu mau ke mana? Ayo, kita pulang.” Mas Rauf menggenggam pergelangan tanganku dan sedikit menariknya.            Aku tersentak sekaligus naik pitam. Apa maksudnya? Mengajakku pulang? Hei, siapa dirimu memangnya?            “Lepaskan!” Aku menepis tangannya kuat sembari setengah berteriak.            “Jangan buat malu di sini. Aku sudah muak denganmu!” Aku menuding ke wajahnya yang berminyak dan kemerahan akibat tersengat sinar matahari tersebut.            “Ris, aku mohon. Pulanglah. Aku minta maaf padamu.” Mas Rauf berlutut di tanah. Membuat orang-orang di sekitar parkiran langsung memberikan perhatiannya kepada kami.         &n
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status