Kaya Setelah Diusir Mertua

Kaya Setelah Diusir Mertua

Oleh:  Rina Novita  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.8
44 Peringkat
220Bab
683.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Karena difitnah oleh para iparnya, Salma yang seorang janda, diusir oleh mertuanya, agar tak mendapat pembagian warisan almarhum suaminya. Namun karena ketulusan dan kebaikan hati Salma, wanita cantik beranak satu itu justru dipersunting oleh pria tampan yang kaya raya. Bagaimana tanggapan para ipar dan mertuanya saat melihat Salma berubah makin cantik dan kaya raya?

Lihat lebih banyak
Kaya Setelah Diusir Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Mulyadi Mulyadi
bagus Banget cerita nya
2024-01-31 21:34:53
0
user avatar
Wirna Liana
ini cerita yg sdh lama saya tunggu update annya, dulu sempat stak lama ya ka, hannya sampe brp bab doang, berbulan2 saya tunggu, akhirnya nemu jg lanjutannya
2023-08-11 19:47:41
0
user avatar
H n H
1 Juli 23 mulai baca neh
2023-07-01 18:55:57
2
user avatar
Tarie Kenzhu
bagus sih ceritanya cuma sayang koinya makin naik tiap hr
2023-06-20 09:55:30
1
user avatar
Martini In
menunggu episode berikutnya
2023-03-20 13:30:53
1
user avatar
repetition
Ceritanya bagus, kak. Kalo berkenan, bisa mampir ke ceritaku, ya. Judulnya "Anak-Istri Kalah dengan Teman Suami." Kisah ini menceritakan sosok perempuan tangguh yang berjuang untuk mempertahankan keluarganya. Terinspirasi dari kisah nyata, terima kasih ...️
2023-03-03 20:32:43
1
user avatar
Agus Irawan
Hai kak mampir ke Novelku. judul" Kembang Desa Sang Miliarder" pena" Agus Irawan.
2023-02-10 21:23:05
1
user avatar
Sumiyati Ningsih
okelah beli koin, tp gak bisa trs... mau beli jg... aneh
2023-01-28 21:12:45
1
user avatar
Nurdamai Sihotang
ceritanya bagus tapi sayang harus pakai koin
2023-01-11 20:17:16
1
user avatar
Aizah Not
halo kak, apakah ceritanya sdh tamat ???
2022-12-16 06:51:44
1
user avatar
hajar jameela
sudah baca hampir tamat, tapi oleh masalah bab terkunci tak boleh dibuka. saya ingat ada masalah pada good novel. jadi restart baru hingga novel ini terulang seperti sebelum baca. saya tidak ingat bab terakhir saya baca jadi saya tak dapat pilih no bab nya. kalau ada tajuk maby senang saya cari.
2022-12-09 12:25:06
4
user avatar
Santi Mutiara Sari
ceritanya bagus, bahasa yang digunakan alurnya, penggambarannya jelas.
2022-11-23 21:28:54
2
user avatar
Erda Nianur
semangat berkarya thor
2022-11-20 17:59:16
1
user avatar
Duaputra Lamongan
bagus sekali
2022-11-19 13:44:16
2
user avatar
Aprianti
thor up date nya jangan satu bab dong, langsung 4-5bab gt.biar gk penasaran,,,hehee
2022-11-14 17:00:47
3
  • 1
  • 2
  • 3
220 Bab
Bab 1 Terusir
Eh ... eh ..., mau ngapain kamu?" Tiba-tiba Kak Norma menghadangku untuk berjalan ke ruang tamu. "Mau antar minuman untuk tamu-tamu ibu, Kak." "Halaah! Bilang aja kamu mau nguping sekalian cari muka. Iya, kan?" sanggah Kak Lina-kakak iparku. "Cari muka terus kamu sama ibu, ya!" lanjutnya lagi dengan wajah sinis. "Kamu mau curi-curi informasi warisan dari notaris yang sedang berbincang dengan Ibu itu, kan?" Kak Norma melotot seraya berkacak pinggang di depanku. Entah kenapa kedua kakak iparku itu selalu saja curiga padaku. Apalagi sejak meninggalnya Bang Irsan-suamiku. Mereka tidak pernah suka jika Ibu mertuaku lebih perhatian padaku."Ini ibu yang menyuruhku membuat minum untuk para tamunya, Kak." "Sudah-sudah sini biar aku aja yang antar ke depan!" Kak Norma langsung mengambil alih nampan yang berisi tiga gelas teh di tanganku. "Hei Salma! Asal kamu tau ya, kamu tidak akan mendapat warisan sedikitpun. Jadi jangan pernah mimpi bisa hidup enak setelah ibu membagikan warisan seha
Baca selengkapnya
Bab 2. Kakek Tua
Aku berjalan menyusuri jalan tanpa tujuan. Derai air mata menemani langkahku. Aku tak peduli orang menatap heran ataupun iba padaku. Saat ini aku hanya mengikuti kemana kaki ini hendak membawaku. Entah bagaimana nasib anakku nanti. Saat ini aku hanya bisa berdoa. Semoga saja aku segera mendapat pekerjaan untuk melanjutkan hidup. Aku tidak punya siapa-siapa di kota ini. Sejak kedua orang tuaku meninggal, aku hanya hidup sebatang kara. Beruntung aku bertemu dengan Bang Irsan. Laki-laki yang begitu baik dan menyayangiku. Hingga Bang Irsan menjadikan aku sebagai istrinya. Namun semua itu tak bertahan lama. Belum genap setahun kami menikah, Bang Irsan pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Sejak saat itu aku tinggal bersama ibu mertua dan ipar-iparku. Selama tinggal di sana, aku sadar diri tidak bisa membantu mencari nafkah. Semua biaya hidupku dan Raihan ditanggung oleh keluarga Ibu Mertua. Oleh sebab itu, aku tidak pernah membantah setiap apapun yang mereka suruh. Bunda dulu perna
Baca selengkapnya
Bab 3. Amplop Misterius
Perlahan aku membuka bagian atas amplop yang merekat. Aku ternganga, lalu membekap mulutku sendiri agar tidak berteriak. Mataku membulat saat melihat sejumlah uang kertas berwarna merah yang sudah diikat-ikat menyembul keluar dari dalam amplop itu. Astaghfirullahaladzim! Uang siapa ini? Selembar kertas terselip pada tepi amplop. Gegas aku membuka kertas yang sepertinya ada tulisan seseorang di dalamnya. [Terima kasih sudah menolong Bapak Saya. Sebagai ucapan terima kasih, gunakanlah uang di dalam amplop ini sebaik-baiknya. Jika anda membutuhkan sesuatu, datanglah ke kantorku. Alamatnya ada di amplop ini. Yuda ] Ya Allah, ternyata uang ini dari anak kakek yang aku tolong tadi. Alhamdulilah. Lagi-lagi aku tak henti-hentinya bersyukur. Lebih baik uang ini aku gunakan untuk modal usaha. Mungkin akan aku gunakan untuk berdagang di sekitar sini. Aku meletakkan uang itu kembali ke dalam tas. Besok pagi aku akan mencari kontrakan dekat-dekat sini. Kebetulam harga kontrakan disini tidak
Baca selengkapnya
Bab 4. Didatangi Bos Proyek
"Apaaa? Uang dari mana kamu belanja begitu banyak, haa ...?" Spontan aku menoleh pada suara yang sangat aku kenal. Kak Norma dan Kak Lina telah berdiri di belakangku sambil berkacak pinggang. "Kamu pasti mencuri uang Ibu!" Lagi-lagi kedua iparku yang nggak ada akhlaq ini memfitnahku seenaknya. Sontak para pengunjung warung Teh Ika menoleh padaku. "Kalian nggak punya kerjaan selain memfitnah aku terus?" ujarku tenang sambil dengan sengaja membuka dompetku yang penuh dengan lembaran uang seratusan ribu. Meraihnya beberapa lembar dan memberikannya pada Teh Ika. Sempat aku melirik pada kedua iparku yang masih ternganga melihat isi dompetku. Mereka saling colek dan berbisik. Aku tersenyum puas melihat ekspresi wajah mereka. "Ini uangnya. Saya tunggu barang-barangnya ya Teh!" ujarku seraya menutup dompetku kembali. Tanpa menoleh lagi pada kedua kakak iparku, Aku dan Raihan beranjak meninggalkan warung Teh Ika. "Sombong sekali kamu, Salma! Baru punya uang segitu aja udah nggak mau n
Baca selengkapnya
Bab 5. Pesanan Tuan Tampan
"Tuan ... tuan ..., ini terlalu banyak!" Namun laki-laki itu sama sekali tidak menghiraukanku. "Tuan ... Tuan ...!" Namun pria tampan itu sudah masuk ke dalam mobilnya. Lebih baik kembaliannya nanti aku antar ke proyek saja. Gegas aku buatkan pesanannya, selagi Raihan masih di gendong Bang Adam. Setelah semuanya selesai, Aku segera membereskan perlengkapan daganganku dan memasukkannya ke dalam gerobak. Setelah semua rapi, Aku meraih Raihan yang sudah tertidur di pangkuan Bang Adam. "Loh, bukannya kamu mau antar pesanan Bos proyek tadi?"tanya kakak iparku itu. "Iya, Bang. Raihan aku bawa aja." "Biarlah Raihan sama aku dulu. Sana kamu antar pesanannya!" "Jangan Bang! nanti ngerepotin. Proyeknya jauh. Nanti kelamaan aku ninggalin Raihan." "Repot apa, udah sana jalan!" "Ya udah deh kalau maksa. Aku jalan dulu ya, Bang." Bang Adam mengangguk masih tanpa senyum. Kenapa laki-laki baik itu susah sekali untuk senyum. Namun Raihan selalu merasa nyaman setiap bersamanya. Aku berjal
Baca selengkapnya
Bab 6. Pria Penolong
"Ingin apa, Bang? Bang Adam nampak gugup. Keringat mengalir dari keningnya. Tangannya nampak gemetar. Persis seperti ketika Bang Irsan ingin menyatakan cintanya padaku. Kakak iparku itu menatapku agak berbeda dari biasanya. Apa sebenarnya yang akan dia katakan? Aku menunggu dengan jantung berdebar. Berharap agar tidak ada sesuatu yang serius terjadi. Tiba-tiba Raihan merengek. Sepertinya benar kata Bang Adam. Anakku ini haus. Raihan mulai rewel dan berontak. Sesekali tubuhnya hendak merosot turun dari gendonganku. Aku mulai kewalahan. "Bang, maaf, Aku harus segera pulang. Raihan minta ASI," ujarku seraya mengikat kain panjang penggendong Raihan dengan kencang agar tak lepas. Kemudian aku meraih gerobak yang sudah berisi perlengkapan daganganku itu dan mulai mendorongnya. Kulihat Bang Adam terdiam menatapku tanpa kata. Sementara Raihan sudah sangat rewel hingga aku kesulitan mendorong gerobak sambil menggendongnya. Raihan terus berontak hingga kain gendongannya nyaris terlepas.
Baca selengkapnya
Bab 7
"Anakmu tidak apa-apa?" Spontan aku menoleh mendengar suara bariton yang sepertinya aku kenal. Mataku melebar saat melihat pria itu. Tiba,-tiba saja dadaku berdebar. Astaga! Laki-laki yang menolongku barusan ternyata ... Tuan Yuda. Kami sama-sama tersentak dan saling menatap beberapa saat. Kemudian tersadar dan saling membuang pandangan. Dadaku terus berdegup kencang. "T-tidak apa-apa, Tuan. Terima kasih," sahutku tertunduk. Kenapa Tuan Yuda ada di sini? Ya Tuhan, Ada apa denganku? Ada debaran yang tak biasa yang aku rasakan saat ini. Tidak ...! Aku tidak boleh punya perasaan seperti ini. Sadarlah Salma! Kamu harus sadar diri! "Mari saya antar ke depan lagi, Tuan." Entah sejak kapan, Bang Safwan ternyata sudah berdiri di dekat Tuan Yuda. Wajah kakak iparku itu nampak tak suka padaku. Namun Tuan Yuda tidak menghiraukannya. Laki-laki itu masih menatapku. Namun aku tak berani membalas tatapannya yang semakin lekat. Detak jantungku terasa tak baik-baik saja di dalam sana. Tering
Baca selengkapnya
Bab 8
Siang ini kembali aku mengantar lima puluh bungkus nasi rames ke proyek.Seperti biasa aku membawanya dengan menggunakan gerobak bersama Raihan yang juga berada di dalamnya. Bocah lucu itu sangat mengerti kesulitan yang aku hadapi. Anak itu justru senang berada dalam gerobak beserta beberapa mainannya. Sementara beberapa kantong plastik berisi puluhan nasi bungkus aku gantung pada tepi gerobak, agar tidak disentuh oleh Raihan. Aku telah sampai di gerbang masuk proyek. Perlahan kudorong gerobak melewati beberapa pekerja yang istirahat. Kembali terlihat mobil mercy hitam milik Yuda terparkir sempurna di depan kantor proyek. Semoga saja aku tidak bertemu dengan laki-laki itu. Entah mengapa, sejak kejadian di rumah ibu mertua beberapa hari yang lalu, tanpa kusadari, wajah tampan laki-laki itu selalu terbayang di benakku. Pandangan mataku menelusuri sekitar para pekerja untuk mencari Mandor Haris, namun tidak terlihat sama sekali. "Permisi ..., Mandor Haris kemana, Pak?" Aku mencoba b
Baca selengkapnya
Bab 9
"Untuk apa kamu turunkan nasi-nasi itu?" tanya wanita itu seraya menaikkan alisnya dan mata melotot padaku. "Saya mau titipkan saja pada Bapak ini, Nona," sahutku tanpa menoleh dan terus memberikan bungkusan-bungkusan itu pada mereka. "Tidak usah! Bawa pulang saja lagi nasi-nasi itu. Dan mulai besok kamu nggak usah lagi antar nasi bungkus itu ke sini. Proyek ini tidak mau berlangganan dengan pedagang kurang ajar seperti kamu. Dasar orang miskin tidak sopan!" "Nasi-nasi ini sudah dibayar, Nona. Mana mungkin saya bawa lagi," sahutku kesal. Karena sikap dan teriakan wanita itu, Raihan jadi ketakutan dan menangis. Gegas aku meraih Raihan dari dalam gerobak dan menggendongnya. "Sudah sana cepat pergi! Berisik, tau nggak!" bentaknya lagi membuat tangis Raihan semakin kencang. Aku kesulitan mendiamkan tangis Raihan yang semakin keras. Anak ini terus mengamuk dan berkali-kali gendongannya terlepas. Para pekerja melihatku dengan wajah serba salah dan bingung. Mungkin mereka hendak m
Baca selengkapnya
Bab 10
POV Yuda Ayah terlihat masih kurang sehat sejak peristiwa perampokan beberapa waktu lalu. Namun pria yang sudah berumur enam puluh tahun itu masih saja bersikeras ingin pergi mencari wanita yang menolongnya. "Sudahlah, Ayah. Wanita itu sudah aku beri uang banyak. Itu sudah lebih dari cukup." "Enak saja kamu bicara! Bahkan kebaikannya tak bisa dinilai dengan apapun. Wanita itu telah menyelamatkan nyawaku!" tegas Ayah yang sedang bersandar pada sofa di ruang keluarga. Rumah sebesar ini hanya aku dan Ayah serta beberapa pelayan yang tinggal di sini. "Ayah terlalu berlebihan. Bukankah nyawa seseorang hanya Allah yang mengetahui." "Yuda, andai waktu itu wanita itu tidak mau menolong Ayah. Entah apa yang akan terjadi pada Ayahmu ini. Coba kamu bayangkan! Wanita itu mendorong gerobak sambil menggendong anaknya. Bahkan dia sampai berlari agar Ayah bisa segera tertolong." Lagi-lagi Ayah mengulang-ulang kembali kekagumannya pada wanita itu. Aku jadi penasaran. Seperti apa wanita itu?
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status