Share

bab 6 : kill my love - 2

Kendra menghela napas panjang. Sungguh, melihat wajah sang sahabat yang kian muram membuat ia tak tega. Setelah tiga tahun tak saling jumpa, ia justru kembali menemui Daniel dengan keadaan yang ... ah, bahkan ia sukar untuk mendeskripsikannya.

Ia tentu tahu segala yang terjadi antara pria di depannya ini dengan wanita bernama Kinara. Saking besarnya rasa cinta Daniel pada wanita itu, hingga membuat pria yang berasal dari keluarga Christiadjie itu menjadi bodoh. Kendra tak habis pikir, Daniel sudah dikhianati dan disakiti sekejam itu, namun pria itu masih saja mengharapkan wanita seperti itu?!

Yah, meskipun Daniel tak berkata bahwa dirinya masih berharap untuk kembali bersama Kinara, tetapi raut wajahnya seakan menjelaskan segala yang tak terucap.

"Kau lihat di bawah sana, wanita bukan hanya Kinara saja di dunia ini." Kendra menunjuk kumpulan kaum hawa berbaju kurang bahan di lantai dansa, membuat Daniel turut memandang ke arah yang sama. "Sebaiknya kita bersenang-senang untuk menyambut kepulanganmu ke Indonesia."

"Tentu." Pria blasteran itu menganggukkan kepala, lantas mengambil botol baru minuman beralkohol di atas meja, kembali menenggak isinya banyak-banyak. Yah, setelah dipikir-pikir, mencoba melupakan Kinara sepertinya bukanlah ide yang buruk. Ia juga berhak bahagia, bukan?

Dan mulai detik ini ia akan berusaha membunuh cintanya pada wanita itu secara perlahan, meskipun ia tahu itu tidaklah mudah untuk ia lakukan. Tujuannya kali ini hanyalah Axel, putra semata wayangnya. Pria kecil itu adalah miliknya.

"Kudengar kau akan menetap di sini?" Kendra kembali mengajukan pertanyaan setelah beberapa waktu terdiam.

"Untuk sementara waktu saja, mungkin memang sedikit lebih lama."

"Lalu ... bagaimana usahamu di Kanada?" Kendra terlihat kembali menuang minuman ke dalam gelas.

"Papa yang akan menghandle segalanya. Aku akan mengurus anak cabangnya saja di sini." Daniel kembali meletakkan botol Jack Daniel'snya di atas permukaan meja.

Dakṣa ( ದಕ್ಷ ) adalah nama perusahaan milik keluarganya. Selain di Kanada yang merupakan kantor pusat, Dakṣa juga beroperasi di negara lain—termasuk Indonesia—sebagai perusahaan penyedia layanan jasa transportasi darat; meliputi bus, kereta api, bahkan taksi.

"Kenapa kau tidak memindahkan saja kantor pusatnya di sini? Bukankah kau pimpinan utamanya?"

"Karena aku akan langsung pulang ke Kanada setelah mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milikku," jawab Daniel, penuh kesungguhan.

Kendra hanya mengangguk mengiyakan, kemudian memutar kepala ke kanan. Namun, tanpa sengaja atensinya justru menemukan sosok tak asing di meja yang berada di ujung ruangan. "Anindita?! Astaga ... Sat, aku ke sana sebentar."

Tanpa menunggu persetujuan, Kendra segera melangkah panjang menuju sudut tempat berpenerangan temaram itu dengan rahang mengeras, tepatnya menuju sosok wanita yang bergelar sebagai istrinya dan juga ... ah, bahkan ia malas untuk menyebut nama wanita yang duduk semeja dengan ibu dari anaknya.

Dan setelah kepergian Kendra, seorang wanita berbaju seksi berwarna merah terang segera melangkah mendekati si pria blasteran yang kini duduk seorang diri. Rambutnya yang panjang terlihat berkibar seiring langkah kakinya, mata hazelnya mengerling menggoda ketika tatapannya saling jumpa dengan pemilik netra biru yang tak jauh darinya. "Hay, bolehkah aku menemanimu?"

"Tentu. Duduk saja." Yah, Daniel tak perlu lagi berpikir panjang untuk menerima kehadiran wanita lain di sisinya mulai sekarang.

***

"Ahhh ... soju memang cocok sekali diminum saat penat ya, Nara?" Anindita mengerling menggoda pada sang sahabat yang duduk di hadapannya. Ia baru saja menandaskan segelas kecil minuman beralkohol asal Korea.

"...."

Sedangkan wanita yang ia ajak bicara masih saja terdiam di tempatnya. Namun, ia pun turut menenggak segelas soju perlahan-lahan dari gelas di tangannya.

"Tapi kau jangan minum terlalu banyak. Kau harus ingat jika kau tak tahan dengan alkohol." Yah, meskipun tiada tanggapan, Anindita masih saja cerewet mengingatkan. Ah, ia memanglah wanita yang banyak bicara.

Lengkungan kurva senyuman tercipta begitu tipis di kedua belah bibir Kinara, senyuman yang sangat terlihat dipaksakan. Ia lantas kembali meletakkan gelas kecil di sisi botol soju miliknya. "Tidak apa-apa. Aku baik, Nin."

"Kau sedang ada masalah? Kau seharian terlihat kurang bersemangat."

Ah, ternyata Anindita begitu peka padanya. Dan benar, ia memang murung seharian, bahkan tak satu pun ia berhasil membuat rancangan gaun pesanan pelanggan. Hatinya sedang tidak baik-baik saja setelah ia kembali bertemu dengan pria itu, pria yang sebenarnya masih begitu ia cintai namun tak kuasa ia miliki karena ia sadar diri.

"Tidak ada." Pada akhirnya hanya itu yang mampu Kinara katakan pada sahabatnya, yang sukses memancing embusan napas berat Anindita. Yah, Kinara memang belum siap bercerita, dan Anindita mencoba memahaminya.

"Tsk! Di mana Sima?" Anindita mengalihkan pembicaraan, kedua matanya menatap sekitar, mencari satu entitas lain yang belum juga sampai di tempat pertemuan. "Dia yang meminta bertemu, dia juga yang terlambat datang! Padahal sudah hampir tengah malam, bisa gawat jika Kendra sudah lebih dahulu pulang." Gerutuan lirih mengakhiri ucapannya, jarum pendek pada jam di tangan kirinya telah hampir menyentuh angka dua belas dini hari. Ia mendesah gusar. Beberapa jam lalu sang suami memang telah memberinya kabar jika akan pulang terlambat untuk menemui teman lama, namun Anindita tak tahu pria yang tinggal seatap dengannya akan pulang jam berapa.

Sedangkan Kinara tak menanggapi, ia justru kembali menuang soju ke dalam gelasnya, meminumnya dengan satu tegukan. Tak lama ia terlihat mengernyit, lantas memejamkan mata. Ah, kepalanya mulai terasa berat sekarang.

Mereka tak menyadari jika ada sesosok pria yang kini berjalan mendekat ke arah mereka. Aura kelam melingkupi punggung tegapnya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Nin?!" nada suara itu terdengar dingin dan datar, tepat di belakang tubuh Anindita.

Tentu mendengarnya membuat tubuh Anindita menegang, dengan gerak patah-patah, ia menoleh ke belakang. "M-mas? K-kau panjang umur." Ia tertawa kikuk, firasatnya memburuk. Apa lagi ketika melihat raut wajah suaminya, nyalinya semakin ciut.

"Sudah hampir tengah malam dan kau masih saja keluyuran?!"

"Maaf ...." Anindita menundukkan kepala.

"Pulang. Aika pasti mencarimu." Dengan nada bicara yang tak berubah, Kendra menyebut nama anak mereka sebagai alasan kemudian segera meraih lengan kiri istrinya, membuat wanita itu mau tak mau bangkit dari posisinya. Jika Kendra sudah berkehendak, tentu Anindita tak mungkin bisa menolak.

Kedua mata wanita itu lalu menatap raut wajah sang sahabat yang mulai memerah karena mabuk, menatap dengan penuh permohonan maaf. "Nara, maaf aku—"

"Pulanglah. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Sembari memijat sebelah keningnya, Kinara menjawab.

Kendra hanya tersenyum miring menatap wajah mantan kekasih sahabatnya, sebelum akhirnya menyeret langkah sang istri menjauh untuk membawanya pulang.

Dan ... pada akhirnya Kinara hanya sendirian di antara lautan manusia penikmat hiburan malam. Mata legam cemerlangnya menatap memutar menelusuri segala sisi ruangan, dan yah ... tiada satu pun yang ia kenal. Ia menghela napas panjang, kemudian kembali menyesap segelas minuman beralkohol di hadapannya, meskipun pening semakin terasa mendera.

Namun, ketika ia menengok ke kanan, pandangannya–yang kini semakin tak fokus—menemukan sosok tak asing, sosok seorang pria yang seharian ini selalu memenuhi kepalanya; Daniel. Sungguh, hatinya semakin sakit saja ketika melihatnya. Bagaimana tidak? Pria pirang itu terlihat tengah berpagutan mesra dengan seorang wanita.

"Dan?"

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status