Zafira kembali merapikan mukenanya setelah menunaikan salat subuh, dia tak melirik sekalipun ke arah tempat tidur mewah di mana Gilang berada. Gilang pun mengacuhkan keberadaan Zafira di sana dan hanya berkonsentrasi pada layar ponselnya. Zafira membuka pintu kamar dan menuruni tangga menuju ke arah dapur. Kebiasaannya di rumahnya terbawa ke rumah mewah ini. Di rumahnya, setelah salat subuh Zafira biasanya dia akan langsung menuju dapur dan membantu kegiatan ibunya menyiapkan sarapan.
“Selamat pagi, Nak.” Suara Irawan mengejutkan Zafira.
“Selamat pagi, Tuan,” jawab Zafira.
"Jangan panggil tuan, Nak. Saya sekarang adalah orang tuamu. Jadi panggil papa, ya, sama seperti Gilang," ucap Irawan sambil tersenyum.
"Baik, Tuan. Maaf Baik, Pa." Zafira merasa sedikit grogi.
"Kenapa bangun sepagi ini, Nak. Apa kamarnya kurang nyaman?" tanya Irawan.
"Nggak, Tuan.
Bab 11. Susah payah Zafira berusaha mengatur napasnya kemudian duduk di sofa yang sekaligus menjadi tempat tidurnya di kamar ini. Zafira menerapkan apa yang telah diajarkan Dokter Hesti padanya saat rasa trauma itu datang. Zafira memejamkan matanya dan berkali-kali menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya kembali. Perlahan-lahan detak jantungnya pun mulai kembali normal. Zafira membuka matanya dan menyadari bahwa kamar itu sudah terang dengan masuknya cahaya dari jendela kaca yang gordennya telah terbuka lebar. Zafira berjalan perlahan ke arah jendela kaca besar dan merasa takjub dengan pemandangan yang tersaji dari sana. Hamparan rumput yang terawat dengan baik dan sebuah air mancur kecil yang ada di tengahnya membuat hati Zafira sedikit menghangat. Dia tersenyum memandang ke arah taman kecil yang terlihat sangat terawat itu. Zafira begitu terpesona sehingga tak menyadari jika Gilang sudah berada di sana dan memperhatikannya. "Heh, batu! Ngapain senyum-senyum dekat jendela?"
Bab 12Zafira pasrah dan memilih duduk di salah satu sofa mewah berwarna gold yang ada di rumah besar itu. Sementara Irawan terlihat mengambil ponselnya nya dan terlihat terlibat pembicaraan dengan seseorang yang Zafira yakini adalah Gilang. Tak lama kemudian Zafira melihat Gilang menuruni anak tangga dengan muka masamnya.“Zafira itu istrimu, Gilang. Kamu mau membiarkannya pergi begitu saja? Mana tanggung jawabmu? Zafira sekarang sepenuhnya menjadi tanggung jawabmu setelah ayahnya menyerahkan putrinya padamu. Kamu mengerti kan arti kalimat ijab kabul yang beru kemarin kamu ucapkan?”“Iya, Pa. Lagian dia nggak pamit pada Gilang juga. Mana Gilang tau dia mau ke mana!” sahut Gilang sambil melototkan matanya ke arah Zafira.“Ya sudah sana antarkan istrimu ke rumah ayahnya. Dan ingat, besok pagi kamu sudah harus aktif di kantor. Papa hanya mengijinkanmu libur sehari ini, itupun karena papa pikir Fira juga masih l
Bab 13“Kenapa nggak minta ijin dulu sehari, Nak. Ayah rasa dr. Hesti pasti mengerti. Lagian Nak Gilang juga masih belum ke kantor kan?” tanya Juan memperhatikan penampilan Gilang yang hanya menggunakan kaos oblong dan celana pendek.“Iya, saya besok baru aktif kembali di kantor, Yah. Papa menyuruh Gilang libur hari ini.”“Nah, kamu ijin dulu sama dr. Hesti, Nak. Temani suamimu aja hari ini, apalagi kalian kan masih pengantin baru. Apa perlu ayah yang menelpon dr. Hesty?”Zafira terbatuk-batuk kecil mendengar kata ‘pengantin baru’ yang diucapkan ayahnya.“Baiklah, Yah. Fira akan menelpon dr. Hesty. Fira permisi ke dapur dulu ya, Ya,” pamit Zafira kemudian berlalu dari ruang tamu.Zafira tak menuju ke dapur, dia malah berbelok ke arah kamarnya dan membuka pintu kamarnya.‘Ah, baru semalam meninggalkan kamar ini aku sudah m
"Bawa motor ini ke rumah utama dan langsung masukkan ke garasi!" Perintah Gilang pada seorang anak buahnya yang diperintahkannya untuk datang ke rumah Zafira dan membawa motor Zafira ke rumah Irawan. "Maaf ya, Nak. Fira jadi merepotin begini. Dia memang dari dulu mandiri nggak mau diantar-antar maunya pergi sendiri dengan motor matic kesayangannya itu," ucap Juan. "Nggak apa-apa, Yah. Oiya, kami pamit pulang dulu ya. Ada beberapa pekerjaan yang harus Gilang selesaikan." "Iya, Nak." Gilang dan Zafira pun berpamitan pada Juan dan Sinta. "Selalu ingat nasehat ibu ya, Nak. Fira sekarang adalah seorang istri. Letak surgamu sekarang ada pada suamimu, Nak," bisik Sinta saat Zafira berpamitan sambil memeluknya. "Iya, Bu," jawab Zafira lirih. *** "Aku boleh mampir sebentar ke klinik nggak?" tanya Zafira pada Gilang ketika mereka sudah kembali berada di dalam mobil sport merah metalik milik Gilang. "Klinik? Oh maksudnya t
"Loh, Gilang mana?" tanya Irawan ketika melihat Zafira pulang sendirian dengan menumpang transportasi online.Zafira bingung harus menjawab apa pada Irawan.‘Huhh, kemana sih alien itu? Aku harus menjawab apa?’ gumamnya dalam hati."Hmm paling sebentar lagi Mas Gilang pulang, Pa. Zafira pamit ke kamar dulu ya, Pa," ucap Zafira ingin segera berlalu dari Irawan yang menatapnya penuh tanya."Tunggu di situ sebentar, papa akan menelpon Gilang!"Zafira menghentikan langkahnya.‘Duhh, bisa jadi panjang nih urusannya,’ batin Zafira. Irawan terlihat mengeluarkan ponselnya dan berbicara di telepon. Sesaat kemudian Irawan kembali menoleh ke arah Zafira sambil tersenyum."Naiklah ke kamarmu. Sebentar lagi Gilang datang. Katanya dia tadi ke bandara menjemput Claudia," ucap Irawan.Claudia! Zafira langsung teringat pada foto seorang gadis dengan penampilan modis berlatar belakang menara Eife
Gadis cantik yang terlihat modis dan sangat modern itu tersenyum manis pada Zafira. Zafira pun membalas tersenyum pada gadis itu."Papa ingin memperkenalkan kalian," kata Irawan sambil menatap Zafira dan Claudia bergantian."Fira, kenalin ini Claudia. Claudia adalah putri dari sahabat Papa yang sekarang memilih menetap di Paris. Claudia sejak kecil sudah sangat akrab dengan keluarga kami dan sudah Papa anggap sebagai anak sendiri," ucap Irawan memperkenalkan Claudia pada Zafira.Claudia mengulurkan tangannya ramah pada Zafira."Claudia," ucanya menyebut namanya sendiri."Zafira," balas Zafira menyambut uluran tangan Claudia sambil tersenyum."Claudia, ini Zafira. Nak Fira ini adalah ... istrinya Gilang," ucap Irawan.Claudia terlihat keget mendengar ucapan Irawan, dengan spontan Claudia menarik tangannya yang tengah bertaut bersalaman dengan Zafira."A-apa, Om? Istrinya Gilang? Ma-maksudnya apa?" tanya Claudia terbata-bata.
Bola mata Gilang bergerak mengikuti gerakan Zafira yang dari tadi hanya mondar mandir dari kamar mandi ke sofa. Entah sudah yang keberapa kalinya Gilang melihat gadis itu bolak-balik ke toilet."Heh batu! kamu enggak bisa diem ya? Dari tadi mondar-mandir ganggu orang aja!" seru Gilang."Maaf, Mas. Kalau terganggu Mas Gilang boleh mengabaikannya dan jangan melihat kearah Fira," sahut Fira.Gilang tertegun mendengar ucapan Fira. Ini pertama kalinya dia mendengar gadis itu menyebut namanya. Dan bagaimana gadis itu tadi memanggilnya? Mas Gilang? Lucu juga, pikir Gilang sambil tersenyum tipis. Sementara Zafira sudah kembali ke dalam toilet lagi. Gilang melangkah ke depan pintu toilet menunggu Zafira keluar dari sana."Eh, maaf!" seru Zafira kaget saat membuka pintu toilet dan hampir menabrak Gilang yang sudah berdiri di depan pintu."Kamu kenapa?" tanya Gilang."Nggak apa-apa," jawab Zafira berlalu begitu saja. Spon
“Tenang, Fira. Aku nggak akan menyakitimu.”Zafira terdiam dalam pelukan Gilang, entah mengapa dia justru tak merasa gemetar lagi. Padahal, tadinya sentuhan pria itulah yang membuat traumanya muncul kembali. Zafira diam dan larut dalam pikirannya sendiri.‘Kenapa aku tiba-tiba saja merasa tenang? Apakah karena alien ini juga tiba-tiba manjadi lembut dan tidak berkata kasar padaku?’ pikir Zafira.“Udah tenang?” tanya Gilang melepaskan pelukannya.“Eh … um … iya,” jawab Zafira gugup dengan pipi bersemu merah.“Masih perlu diolesin punggungnya?”“Ng-nggak. Udah nggak apa-apa.”“Baiklah, istirahatlah.” Gilang berlalu dari hadapan Zafira menuju tempat tidurnya.“Terima kasih,” ucap Zafira dengan suara yang nyaris tak terdengar.Gilang tidur dengan gelisah di tempat tidur empuknya. Aroma