Share

Bab 4. Suami Yang Sangat Berbakti

"Ibu yang sudah melahirkan aku, sayang. Ibu juga yang sudah membesarkan aku. Karena doanya aku bisa seperti ini. Seharusnya sebagai istri, kamu bisa mengerti itu."

"Mengerti bagaimana, Mas? Rumah tangga kita bisa saja hancur kalau ada pendatang baru. Tidak mungkin akan baik-baik saja kalau ada perempuan lain."

Aku tidak habis pikir dengan isi kepala Mas Amar. Semua perempuan di dunia ini tak akan Sudi jika suaminya meminta untuk poligami.

"Maafkan aku … aku akan tetap mengikuti keinginan ibu untuk menikah lagi." Mas Amar kembali menatapku dengan tulus. Aku sangat benci tatapan dan ucapannya. 

Kenapa dia hanya memikirkan perasaan ibunya? Sejak menikah, aku harus selalu mengalah demi menjaga perasaan ibu mertua. Kenapa Mas Amar tidak pernah memikirkan perasaanku?

"Kamu sudah menikahiku, Mas. Kalimat ijab telah kamu katakan saat akad nikah. Ucapan itu sudah mengguncang Arsy. Kamu mengambilku secara halal dari orang tuaku. Di depan ayah, kamu berjanji akan membahagiakan aku. Di depan ibu, kamu berjanji akan menyayangiku. Lantas apa ini, Mas? Malam ini kamu sudah menghancurkan mimpiku untuk hidup bersamamu selamanya. Kamu sudah berniat untuk memasukan perempuan lain dalam rumah tangga kita. Kamu jahat, Mas! Kamu jahat!" Aku meluapkan semua emosi dengan tangisan yang membara.

Sungguh, aku tidak bisa hidup dimadu. Kenyataan ini terlalu pahit. Jika sekarang saja aku harus merasakan sakit karena perbuatan mertuaku, bagaimana nanti setelah Mas Amar menikah.

"Kalau kamu bisa ikhlas menjalani, kita pasti bisa bahagia, Arumi. Kamu menerima perempuan lain dalam hidup kita tanpa ada rasa benci, aku yakin tidak akan ada masalah. Belajarlah ikhlas! Dalam agama kita, diperbolehkan para lelaki untuk berpoligami. Kalau kamu tidak suka, sama saja kamu tidak menyukai salah satu sunah rasul."

"Jangan bawa-bawa agama, Mas. Kamu hanya manusia biasa yang belum tentu bisa adil jika memiliki dua istri. Apa kamu tidak takut dengan pertanggungjawaban? Semua ketidakadilan yang kamu lakukan akan aku adukan pada Allah nanti. Apa kamu sanggup? Sekarang saja kamu tidak bisa adil antara aku dan ibumu, apalagi jika nanti memiliki istri kedua. Aku istrimu, Mas. Jika aku tidak setuju kamu berpoligami, itu karena aku tahu jika kamu tidak akan bisa adil."

Aku berkata dengan menggebu-gebu sambil menangis. Berharap Mas Amar bisa mengurungkan niatnya untuk berpoligami. Jika di rumah ini tidak ada orang selain kami berdua, mungkin aku sudah berteriak kencang. Meluapkan beban berat di dada. Terlalu banyak yang aku pendam selama ini.

"Sayang, hati-hati kalau berbicara dengan suami. Kamu tidak boleh meninggikan suara seperti ini, itu dosa. Jangan sampai para malaikat melaknatmu… Allah menjanjikan pahala yang besar untukmu, jika kamu bisa bersabar, sayang. Di luar sana banyak perempuan yang bisa hidup dengan madunya. Kamu juga pasti bisa. Meskipun memiliki istri muda, aku akan tetap mencintaimu! Posisimu dihatiku tak akan pernah tergantikan."

Aku tak bisa berkata-kata lagi. Aku sangat kecewa. Di saat begini, Mas Amar masih menceramahiku tentang dosa. Apa selama ini dia tidak sadar telah berbuat dzalim padaku? Ya, sepertinya dia memang tidak sadar. Karena yang ada dalam hati dan pikirannya hanyalah menjaga perasaan dan kesehatan ibunya.

"Kamu bukan lelaki yang bisa adil, Mas. Menikah lagi bukan solusi yang baik untuk punya anak. Kamu justru hanya mendatangkan masalah baru."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Mending cerai aja Arumi,dari pada tersiksa
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
cerai arumi jgn mau di madu biarkan ikuti kemauan ibunya susmimu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status