Share

BAB 2 PUTRA STANLEY

PERKENALKAN DULU KETIGA PUTRA STANLEY

Brandon Lington

(The Duke of Greenock-ke 4)

(28 th)

Pria tampan berambut gelap yang selalu terlihat mencolok di antara kedua saudaranya yang berkepala pirang, secara keseluruhan Brandon Lington memang  lebih mirip sang kake, The Duke of Greenock-ke 3 dibanding kedua orang tuanya sendiri.

David StanleY (26 th)

Pemuda tampan berambut pirang, yang merupakan perayu tanpa perasaan, duplikat sempurna dari sang ayah, Nicholas Stanley.

Henry Stanley

(21 Th)

Meski jadi yang termuda dia justru terlihat tidak keberatan sama sekali dengan perjodohannya. Sejauh ini Henry adalah yang paling manusiawi dibanding kedua kakaknya.

*****

Newcastle

Mansion keluarga Stanley di Newcastle ternyata merupakan komplek properti yang terdiri dari beberapa manor dan bangunan utama yang merupakan bekas benteng pertaha dari abad ke empat belas. Kastil tersebut dulunya dibangun oleh sang Marques yang merupakan nenek moyang keluarga Stanley, jadi secara turun temurun komplek properti tersebut memang sudah menjadi milik keluarga Stanley hingga beberapa kali pergantian penguasa. Meski sekarang sudah banyak mengalami pemugaran tapi tampilan benteng kokoh dan menara utama sepertinya masih dipertahankan seperti bentuk aslinya. Secara keseluruhan bangunan lima lantai itu terlihat paling mencolok dengan dinding batu merah dan barisan tanaman berbunga cerah di musim semi.

Udara yang lebih sejuk membuat Lily merasa lega, sepertinya mereka memang datang di musim yang tepat, gadis itu yang paling pertama melompat turun dari kereta dan masih ter kagum-kagum saat memeriksa ke sekeliling, sementara kakaknya Cecil terlihat lebih sibuk membenahi lipitan gaunnya.

"Apa kau tidak ingin turun Lus? " tanya Cecil saat merundukan kembali kepalanya kedalam kereta, dia heran karena melihat Lucy yang masih belum rela bergeming dari bukunya.

"Keluarlah Lucy kau pasti menyukainya," suara ceria Lily yang baru ikut menjulurkan kepalanya melalui jendela, gadis itu segera merampas buku dari tangan Lucy.

"Kembalikan, Anak Kecil! " pekik Lucy setengah mengancam dengan tatapan kejinya.

Lily hanya menggeleng mengabaikan kekesalan saudarinya.

"Oh maaf, aku menjatuhkan bukumu," Lily yang usil memang sengaja menjatuhkan buku Lucy ke tanah, "sepertinya kotor," tambah gadis itu membekab mulutnya sendiri dengan ekspresi mata lebarya yang menjengkelkan. Lucy terpaksa melompat keluar dari kereta karena kesal.

"Lady, apa kalian sudah siap? "

Sapa George yang juga baru keluar dari keretanya dan segera menghampiri ketiga putrinya. Cecil sengaja menginjak kaki Lucy yang masih berjongkok sibuk mengoreksi bukunya. Lucy pun segera bangkit untuk membenahi diri, kemudian ikut tersenyum seperti kedua saudarinya.

"Jangan terlalu tegang," George coba mengingatkan ketiga putrinya, kemudian tersenyum dengan hangat.

Hal itulah yang selalu membuat mereka semua bangga, bahkan kadang mereka bertiga pun masih sulit percaya jika pria menawan itu adalah ayahnya.

"Kemarilah," George mengulurkan lengannya untuk memberi mereka pelukan singkat.

"Terimakasih, Papa," sebagai yang termuda Lily selalu menjadi yang paling serakah untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya.

"Mereka akan menyukaimu," kata George seolah putri terkecilnya itu selalu butuh untuk diyakinkan.

Menjadi yang paling berbeda dari kedua kakaknya kadang bukanlah hal yang mudah, tak jarang putri istimewanya itu sering membuat George khawatir. Karena pada masa itu anak yang lahir dengan keistimewaan masih seringkali dianggap aib bagi keluarganya.

"Kau tahu ibumu? " bisik George sebelum melepaskan pelukannya, "dia juga hebat sepertimu."

Lily mengangguk kemudian tersenyum mengecup George sejenak, "Aku tahu kau mencintaiku, Papa."

Gadis itu memang lebih mirip Mia dibanding siapapu.

Nicholas mengadakan pesta penyambutan untuk kedatanga George dan ke tiga putrinya, sebelumnya George sudah memberitahu jika istrinya Mia tidak bisa ikut karena harus menemani Lady Marry yang sedang kurang sehat.

"Selamat datang Lord Harrington," sambut Nicholas yang kemudian diikuti oleh Lady Elizabeth yang masih tersenyum lembut menyambut ketiga putri Harrington yang berdiri di belakang ayahnya.

"Perkenalkan ketiga putraku," kata Nick kemudian saat menoleh ketiga putranya.

Brandon Lington terlihat paling mencolok saat berdiri di antara kedua saudaranya. Postur tubuh dan rambut gelapnya sama sekali tidak terlihat seperti putra seorang Stanley.

"Senang bisa bertemu Anda, My Lord," sapa Brandon dengan sikap terhormatnya.

"Terimakasih, Your Grace," balas George dengan senyum ramah untuk sang Duke.

"Perkenalkan kedua saudaraku," tambah Brandon mempersilahkan kedua saudara laki-lakinya memperkenalkan diri.

Setelah David Stanley memperkenalkan diri, kemudian Henry Stanley pun mengikuti kakaknya untuk beramah tamah sebentar dengan sang Erl.

George sadar betapa beruntung ketiga putrinya kalian ini.

"Perkenalkan ketiga putriku," lanjut George, "Lady Cecilia Harrington," Cecil mengangkat sisi gaunnya untuk memberi salam hormat kepada ketiga putra Stanley yang kompak menatapnya, bukan hal yang aneh jika tidak ada yang bisa mengabaikan kecantikan Lady Cecil dengan surai pirang dan tampilan lembutnya yang menawan itu.

"Putri keduaku, Lady Lucilia Harrington," Lucy hanya tersenyum sekilas kemudian memberi salam hormat singkat seperti kakaknya.

"Dan yang termuda, Lady Liliana Harrington," seperti biasa memang hanya Lily yang bisa tersenyum tanpa sungkan, dia cukup berani menatap ketiga putra Lord Stanley satu-persatu sebelum kemudian berhenti pada yang termuda, Henry Stanley yang ternyata juga sedang tersenyum padanya.

"Senang bertemu Anda, Lady," sambut Henry saat ikut merunduk sebentar memberi salam hormat khusus untuk Lily.

"Sepertinya kalian akan cocok," Kata Nicholas dengan spontan.

"Terima kasih, Papa."

Memang hanya Henry lah di antara ketiga putranya yang paling perduli untuk menyenangkan hatinya.

"Jika boleh aku ingin mengajak Lady Lilian untukku perkenalkan kepada beberapa saudara kami, My Lord?"

"Tentu," Jawab George singkat, dan cukup lega menyadari antusiasme pemuda itu untuk mengenal putri termudanya.

"Mari, Lady."

Spontan Lily menyambut uluran tangan Henry dengan senyum cerianya.

"Kuharap kalian bisa segera saling mengenal," kata Nicholas sebelum mengajak George untuk meninggalkan kedua putra putri mereka agar bisa lebih saling mendekatkan diri.

Seperti biasa Brandon dengan sikap kakunya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi yang menyenangkan. Sementara David justru mulai membandingkan kedua gadis muda yang masih berdiri canggung di depan mereka.

"Senang bisa bertemu Anda, Your Grace," Lady Cecil memberanikan diri untuk menyapanya terlebih dahulu, diikuti tatapan David yang sepertinya memang lebih tertarik memperhatikan tunangan kakaknya.

"Sebaiknya Anda juga berkenalan dulu dengan beberapa keluarga," akhirnya seorang Brandon Lington mengulurkan tangannya yang kaku untuk membawa Lady Cecil berjalan menghampiri ibunya. Brandon sengaja membawa Lady Cecil untuk ikut duduk di meja para wanita tersebut bukan tanpa alasan. Lizzy sedang berbincang dengan beberapa teman keluarga saat tiba-tiba Brandon membawa Cecil bersamanya.

"Sepertinya Anda sangat beruntung, Your Grace," kata salah seorang teman ibunya saat melihat Lady Cecil yang selalu berhasil membuat siapapun terpesona. Sang Lady hanya balas tersenyum memberi salam hormat.

"Sepertinya Lord Harrington berhasil membesarkan putri-putri yang manis."

Sebenarnya nenek merekalah yang lebih berperan dalam mengajarkan tata krama, Lady Marry dan segala keunikannya yang luar biasa.

Cecil sempat diperkenalkan dengan keempat teman Lady Elizabeth, sebelum kemudian Brandon berpamitan untuk meninggalkan obrolan para wanita. Diam-diam Lady Cecil masih memperhatikan punggung Brandon Lington sampai pemuda itu menghilang di sudut ruangan.

Secara keseluruhan Lady Cecil masih terkejut karena ternyata tunangannya bukan pria tua bangka seperti yang sering dia bayangkan selama ini. Brandon Lington adalah pria yang sangat luar biasa, seorang bangsawan muda yang sangat menawan dengan caranya sendiri meski dengan segala keacuhanya.

Dari sudut yang lain David Stanley yang masih coba menemukan obrolan yang cocok dengan calon istrinya justru ikut memperhatikan kepergian Brandon. Sejak awal putra kedua Lord Stanley itu memang terlihat lebih tertarik pada Lady Cecil. Jangan heran jika pemuda itu akan selalu merasa iri dengan keberuntungan Brandon yang memang selalu mendapatkan yang terbaik di antara mereka bertiga, sementara dia sendiri harus berhadapan dengan wanita berdarah dingin yang hanya tertarik untuk mendebatnya. Lucy yang acuh sepertinya memang tidak akan pernah bisa membina hubungan baik dengan putra kedua Lord Stanley tersebut.

"Apa Anda ingin berdansa, Lady ?" David sudah siap mengulurkan tangannya saat Lucy menggeleng enggan.

"Sebenarnya aku lebih tertarik untuk keluar dari keramaian," katanya terlalu terus terang.

"Baiklah kita bisa berjalan di taman," David coba mengikuti keinginan sang Lady dengan menawarkan senyum paling menawannya.

Lucy setuju menerima uluran tangan David dan mengikutinya berjalan keluar melewati pintu samping yang menghadap ke arah air mancur di mana ada pagar-pagar tanaman rambat yang menyerupai labirin.

"Ada kolam teratai di dekat manor mungkin Anda akan menyukainya, " tawar David terdengar ramah.

Sebenarnya Lucy bukan tipe penggemar tanaman berbunga seperti Cecil, tapi dia terpaksa mengikuti saran pemuda itu karena memang tidak memiliki ide apapun untuk mereka bicarakan. Maka jangan heran jika sepanjang Jalan Lucy memang lebih banyak diam jika bukan karena David yang terus berusaha memancingnya bicara, meskipun beberapa kali jawaban gadis itu juga sama sekali tak sesuai harapan. David yang mulai merasa jenuh terbilang cukup berani untuk mengambil resiko dengan mencium Lucy tiba-tiba saat mereka sampai di dekat manor.

Lucy yang terkejut dengan tindakan sembrono itu sepontan menamparnya.

"Apa yang Anda lakukan Lady? " David masih memegangi salah satu sisi wajahnya, sebagai pria yang tidak pernah ditolak oleh seorang wanita tentu dia merasa sangat terhina dengan tamparan keras tersebut.

"Bersikaplah terhormat,Tuan!" tegas Lucy cukup berani menatap David tanpa bergeming.

"Omong kosong, bukankah Anda sendiri yang menginginkan kita kemari? "

"Jangan pernah menghina seorang wanita! "

"Anda pikir wanita macam apa yang suka membawa pria pergi dari keramaian!"

Lucy mengakui bahwa dirinya memang tidak pernah berpikir sejauh itu saat mengajak David keluar dari pesta tadi, tapi Lucy tak peduli, "Terserah, Anda !" gadis itu masih murka dan memilih pergi tanpa ingin memperpanjang perdebatan mereka.

Jadi jangan heran jika mungkin mereka berdua pasti hanya akan saling berdebat di setiap kesempatan selanjutnya.

*****

Jangan tanya seperti apa kelanjutan hubungan Lily dan Henry, sebagai yang termuda sepertinya mereka justru menjadi yang paling mudah menemukan kecocokan antara satu sama lain. Henry membawa Lily untuk berjalan-jalan ketaman setelah hanya memperkenalkannya kepada beberapa keluarga.

"Sudah kuduga kau akan suka."

Lily masih terkagum-kagum dengan lorong-lorong tanaman mawar Lady Elizabeth yang melengkung menaungi jalanan paving yang juga di apit pagar tanaman hijau.

"Aku belum pernah melihat yang seindah ini," Lily menatap Henry yang tersenyum puas padanya, "nenekku pasti akan senang jika melihatnya," tambah Lily memiringkan kepalanya sedikit untuk berbisik.

"Aku juga tidak sabar ingin bertemu dengan sang Countess."

"Dia pasti menyukaimu."

"Dari mana kau tahu? " Henry pura-pura bertanya.

"Aku bisa mengetahuinya," senyum Lily masih penuh teka-teki sengaja untuk menggoda Henry dengan kejahilan kecilnya.

Lily akan selalu ingat pesan orang tuanya untuk tidak memberi tahu siapapun tentang kemampuan uniknya dalam membaca pikiran. Cukup bagi Lily untuk sekedar tahu setulus apa pikiran pemuda itu padanya, dan Lily menyukainya.

Lily dan Henry sedang menikmati obrolan menyenangkan dan tertawa ringan di dekat kolam air mancur saat tiba-tiba terganggu oleh kemunculan Lucy yang berjalan cepat dari arah manor menuju rumah utama.

"Sepertinya saudarimu sedang ada masalah," koreksi Henry ketika melihat kakak kedua Lily tersebut.

"Kau benar," Lily setuju dan segera meminta ijin Henry untuk menyusul saudarinya, Henry pun mengangguk dan menyuruh gadis itu bergegas.

Setelah sampai di sayap samping bangunan ternyata banyak lorong di rumah Stanley yang membuat Lily bingung, dan sepertinya gadis itu baru saja membuka knop pintu yang salah saat dia mendapati pria besar berambut gelap itu baru saja menurunkan pedangnya. Karena masih sama-sama terkejutnya Lily pun masih tak bergerak di tengah pintu. Entah bagaiman pria itu justru sudah bermain dengan pedangnya, "Bukankah seharusnya dia masih bersama Cecil," pikir Lily.

"Maaf, your Grace, saya bermaksut mencari saudariku, mungkin Anda melihatnya? " dari pada merasa serba salah, bukankah lebih baik jika tetap bertanya, seperti itulah otak sederhana Lily bekerja.

Sang Duke hanya menggeleng, Lily tahu putra pertama Lord Stanley itu memang terlalu angkuh untuk menghiraukannya.

"Masuklah," katanya tiba-tiba saat Lily sudah berniat untuk pergi.

Lily terkejut dan jujur gadis itu tidak terlalu berani jika harus menerima undangan seorang pria untuk berada dalam satu ruangan apa lagi mereka hanya berdua, bagaimanapun itu sangat berpotensi untuk menjadi skandal. Brandon Lington adalah pria yang akan menikahi saudarinya.

"Masuklah, ada yang ingin kukatakan padamu."

Lily kembali mempertimbangkan, dan sepertinya tidak akan terlalu jadi masalah selama dirinya hanya diminta untuk mendengarkan. Lily berjalan perlahan memasuki ruangan agak remang tersebut dengan perasaan ragu.

"Your Grace," gadis itu memberi salam hormat dengan sedikit mengangkat sisi gaunnya dan merunduk sebentar.

Selanjutnya Lily hanya bisa berdiri canggung di depan Duke of Greenock yang sedang menatapnya dengan sepasang Netra birunya yang dingin. Dalam hati Lily tidak percaya jika kakak perempuannya Cecil harus menikahi pria menyeramkan seperti itu. Entah kenapa tiba-tiba Lily merasa dirinya seperti anak ayam bodoh yang salah masuk kedalam jerat harimau.

Brandon Lington terlihat sedang menilai dari tempat duduknya. 

Lily hanyalah gadis terlalu muda dan ceroboh, berambut gelap dengan mata biru safir mencolok yang terlihat terlalu lebar untuk ukuran tubuhnya yang mungil.

"Mungkin saudaraku tidak akan ada yang memilihmu untuk dinikahi."

"Apa kata-kata itu tidak terlalu terus terang, Your Grace? " koreksi Lily yang masih heran dengan apa yang baru didengarnya.

"Bukan maksutku menghinamu."

"Beruntung sekali Anda yang akan mendapatkan saudari terbaik kami."

"Kau benar, aku memang selalu beruntung, tapi aku tidak merasa saudarimu itu cukup menguntungkan juga bagiku. Bahkan aku sama sekali tak berniat untuk mengambi apapun dari kalian."

"Bukankah kontrak pernikahan sudah di atur?" Lily seperti kembali terkejut oleh pengetahuan barunya tersebut.

"Tidak ada yang bisa mengaturku, aku hanya ingin memperingatkanmu, karena mungkin saudaraku akan lebih memilih saudarimu yang lain saat aku tidak mengambil salah satu dari mereka."

"Oh, terima kasih atas kebaikan hati Anda telah mengingatkan."

Pikir Lily, entah bagaimana bangsawan itu bisa mengolah sebuah nasehat hingga bisa menjadi sesuatu yang sangat menghina seperti itu.

"Sebaiknya saya permisi," Lily cukup merunduk sebentar kemudia buru-buru pergi dengan langkah cepat, dalam hati gadis itu hanya berdoa semoga kakinya yang ceroboh tidak akan tersandung ujung gaunya yang agak kepanjangan.

Sejak saat itu Lily percaya jika pengaturan kontrak perjodohan itu benar-benar bodoh seperti kata Lucy.

*****

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Jess
ada brandon lington ?
goodnovel comment avatar
intan
Nicholas Stanley si bajingan yang paling beruntung wkwkwk
goodnovel comment avatar
intan
nnti juga bucin kamu brandon ama lily😁😁
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status