“Kenapa kamu menghindariku?” Ziona memdekat dan memukul dada laki-laki itu. Air mata pun mengalir di pipinya. “Kamu jahat! Kamu yang mengajakku berteman. Tapi kamu yang menghindar kayak gini.” Ziona seakan dipermainkan apalagi dia tidak punya siapa-siapa di Singapura.
“Zi, jangan kayak gini! Kenapa kamu nangis?” Menahan tangan Ziona yang terus memukulnya.
“Aku ke sini untuk minta maaf. Tapi kamu sengaja menyuruh orang lain yang melayaniku.” Isak tangis menemani setiap kata yang terucap dari mulut manis Ziona.
“Iya-iya. Aku yang salah.” Zefanya langsung menarik tubuh perempuan itu ke dalam dekapannya. “Maafin aku. Nggak seharusnya aku tersinggung sama ucapan kamu.” Masih memeluk dan tangannya mengusap lembut rambut gadis itu.
“Kalau aku salah bilang!” kesal Ziona namun tangannya mempererat pelukannya di tubuh Zefa.
“Iya
Ziona benar -benar tertidur hingga Zefa tidak tega untuk membangunkannya. Makanan sudah ada di atas meja. Tadinya dia ingin pulang setelah makanan itu datang. Dia memperhatikan wajah yang terlelap itu.“Kamu benar-benar cantik.” Menyelipkan sulur rambut Ziona yang berantakan ke belakang telinga.Zefanya duduk di karpet berbulu sambil terus memandangi wajah perempuan itu. Hatinya senang dan damai melihat Ziona tertidur pulas. Tanpa sadar dia juga tertidur dengan kepala bertumpu di sofa sementara posisi tubuhnya duduk di depan sofa. Tenaganya terkuras habis ketika menggendong tubuh Ziona dari stasiun MRT Bugis sampai ke kondonium.“Rasanya capek banget.” Ziona menggeliat setelah kedua matanya terbuka. Baru sadar jika dirinya tidur di sofa dan dia tidak sendirian.“Zefa,” Dia mengoyang bahu Zefa dengan pelan. “Zef bangun! Ini sudah malam.” Sekali lagi
Ziona mengantuk lagi setelah mereka memutuskan untuk menonton film. Jelas dia mengantuk. Energinya terkuras habis hanya untuk bergadang dan menyelesaikan satu judul drama korea.“Aku tidur duluan ya. Kamu tidur di sofa. Awas kalau sampai masuk kamar!” Ziona mengancam dengan jari telunjuknya membuat laki-laki itu tertawa melihat kelucuannya.“Ya sudah tidur sana! Mata kamu udah merah.”Ziona masuk kamar dan langsung tidur terlentang. Tetapi dia ingat jika di luar belum ada selimut. Ziona menurunkan kakinya lagi dan beranjak ke lemari. Mengeluarkan selimut putih tebal dan mengambil satu bantal dari ranjang.“Kenapa kamu keluar lagi?” tanya Zefanya ketika perhatiannya teralihkan dari layar televisi.“Kamu nggak punya selimut. Cuaca lagi dingin. Pakai ini ya!” Sambil menguap Ziona meletakkan bantal dan selimut di sofa.“Makasih Zi. C
Ziona dan Zefanya masuk ke super market dan kaki langsung tertuju pada bahan-bahan makanan. Kedua orang itu sudah sepakat jika mereka akan masak sop buntut. Laki-laki itu juga mengambil beberapa jenis sayuran. Dia berencana akan mengajari Ziona cara memasak yang sederhana. Setidaknya wanita itu tak selalu mengandalkan makanan restoran.Seperti kesetanan mahluk rakus, tangan Ziona mengambil banyak sekali cemilan dan minuman kemasan. Jika di Indonesia minuman bersoda atau manis lebih mahal daripada air mineral, maka berbanding terbalik dengan Singapore. Air mineral lebih mahal daripada minuman tak sehat itu.“Ngapain kamu beli cemilan sebanyak itu?” Zefanya mengening karena bingung dengan apa yang dilakukan wanita itu. Trolley hampir penuh dengan belanjaannya.“Sekali ini saja. Aku ingin menikmati hidup tanpa merasa terkekang.” Seperti narapida yang baru keluar dari penjara, Ziona membeli apap
Ini adalah hari pertama Ziona akan belajar bersama Zefanya. Mereka memilih belajar di restoran saja. Terlalu sering berduaan di kondonium tidak akan bagus untuk kedekatan mereka berdua. Di selah-selah mereka lagi belajar, ponsel Ziona berbunyi. Panggilan masuk dari Abira.“Angkat saja! Aku akan ke dapur menyiapkan makanan untukmu.” Mendapat izin dari Zefanya, jari Ziona langsung menggeser tanda telepon warna hijau.“Hai kak.” Sapa Zio tatkala wajah kakaknya muncul di layar ponselnya.“Hai dek. Kamu apa kabar?”“Baik. Apa kamu masih suka makan coklat? Ingat apa kata dokter. Harus mengurangi makanan manis.” Ziona lupa jika dulu dia yang sering memberikan coklat untuk kakaknya. Abira selalu merengek karena mami mereka tidak pernah memberikannya izin untuk menyantap makanan manis itu.“Tidak pernah sama sekali. Aku kangen sama kamu karena k
Dokter langsung menangani Abira. Stetoskop yang tergantung di telinga pria berjubah putih itu menyentuh bagian perut dan dia bisa mendengar detak jantung pasiennya. Getaran dari dada Abira lebih lambat dari biasanya. Itu mengakibatkan rasa pusing dan sesak di dadanya.“Bagaimana keadaan putri saya dok?” Rasa cemas menyelimuti hati dan wajah Alana.“Sudah tidak apa-apa nyonya. Dia hanya butuh istirahat dan jangan sering bergadang. Tidur yang cukup dan tepat waktu sangat baik untuknya.”“Baik dok.”“Kalau begitu saya permisi dulu nyonya.”“Iya. Terima kasih dok.”Alana duduk di tepi ranjang melihat wajah anaknya yang pucat pasi. Akhir-akhir ini Abira sering bergadang karena selalu mengobrol dengan pacar barunya sampai tengah malam. Alana tidak berani melarang karena setiap kali putrinya itu melakukan panggilan video dengan laki-laki itu,
Baru beberapa minggu Ziona merasakan kenyamanan, tetapi hilang begitu saja hanya karena Zefanya merasa rendah diri. Hubungan mereka tidak sehangat biasanya. Ziona tetap menjadikan laki-laki itu guru tutor karena sudah terlanjur dibayar. Namun Ziona hanya datang untuk belajar dan dan langsung pulang.“Zi, apa kamu sudah selesai?” Suara Novi yang baru saja masuk restoran mengganggu Ziona yang lagi mengerjakan beberapa soal.“15 Menit lagi. Kamu tunggu di meja itu dulu ya.” Jari telunjuk Ziona menunjuk sebuah meja yang masih kosong. Sebelum belajar bersama Zefa dia sudah membuat janji dengan temannya itu.“Apa kamu akan pergi?” Tanya Zefa yang duduk di depannya. Sudah 2 hari wanita itu bersikap dingin padanya. Tidak ada keceriaan seperti biasanya. Hanya keseriusan pada buku dan setiap bahan kuliah yang dia terima dari dosen.“Hmmm.”“Apa kita bisa ngobrol? Ada ha
Setelah melayani Novi dan teman-temannya, Zefanya kembali ke dapur. Dia terus memperhatikan ponsel dan benda bulat yang melingkar di pergelangan tangannya. Tadi pagi laki-laki itu sengaja memakai hadiah jam tangan pemberian Ziona. Berharap ketika wanita itu datang untuk belajar, dia akan minta maaf karena telah menyakiti hati wanita itu. Tetapi harapannya tidak berakhir baik. Ziona tidak ada. Wanita itu pergi meninggalkan negara itu. Tak tahu sampai kapan.“Seharusnya aku nggak menyakiti dia. Sekarang aku sangat merindukannya. Sangat ingin melihat wajahnya.”Zefanya memperhatikan ponselnya dan berkecamuk dengan pikirannya. Akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi Ziona. Terserah wanita itu akan menerima panggilannya atau tidak.“Halo!” Suara Ziona yang menyahut menggetarkan hatinya.“Zi,” Panggilnya lirih.“Maaf aku nggak ngasih kabar.
Ziona sedang merenung di kelas. Mengabaikan suara berisik yang berasal dari teman-temannya. “Aku harus gimana? Nggak mungkin aku menyakiti hatinya. Tapi kalau aku terima dia, papi yang akan turun tangan. Aku nggak mau dia sampai terluka.” Sambil menepuk-nepuk pulpennya di atas buku, pikiran Ziona tak berhenti berpikir.“Hei!” Novi mengejutkan dirinya. Punggungnya terasa sakit karena pukulan dari tangan baja wanita itu.“Kamu itu bikin kaget aja. Kalau aku jantungan gimana?”“Aku tahu jantungmu kuat. Makanya aku kagetin. Lagi mikirin apas sih nona Mordekhai? Kenapa muka ditekuk begitu?”“Lagi mikirin kehidupan yang rumit.” Ziona menjawab dengan merebahkan kepala di atas meja. Rasanya malas untuk ikut kelas hari ini.”“Kapan sih hidupmu nggak rumit? Sejak Abira sakit kamu sudah rumit.”“Ini bukan tentang Abi