Dengan perasaan campur aduk di hatinya Wisnuaji memanggil Juna untuk berbicara berdua di halaman belakang rumah Juna yang luas dan di penuhi pepohonan rindang.
"Ada apa Pa, kayanya serius banget mukanya?" kata Juna sambil mulai duduk di kursi yang ada di halaman belakang rumahnya.
"Iya, Papa mau membicarakan hal yang serius sebentar sama kamu."
"Perihal apa?"
"Mama kamu."
Wisnuaji melihat ekspresi Juna yang tiba tiba berubah tegang dan wajahnya memerah.
"Ada apa dengan dia?"
"Dia ingin bertemu dengan kamu."
Juna diam memandang Wisnuaji didepannya. Beberapa saat kemudian ia akhirnya bersuara.
"Sampaikan padanya sampai bertemu di akhirat ya Pa. Juna masuk dulu."
Wisnuaji hanya bisa menghela nafasnya. Ia tidak bisa memaksakan Juna karena Juna telah dewasa dan bisa mengambil sikap serta keputusan apapun sendiri tanpa intervensi darinya. Ia cukup memahami sikap Juna yang menolak untuk bertemu dengan Pinar Defne karena rasa sakit di hatinya. Bagaimana bisa seorang ibu lebih mementingkan dirinya sendiri daripada anak kandungnya yang saat itu masih bayi. Setelah 30 tahun lamanya, kini Pinar Defne mencari anaknya. Anak mana yang tidak sakit hati di perlakukan seperti itu.
Dengan perasaan berat hati, Wisnuaji berdiri dari kursi yang ia duduki kemudian memasuki rumah dan berpamitan kepada Nada yang kini tengah sibuk memasak makan malam mereka.
"Nad, papa pamit pulang ya."
"Kok buru buru Pa? Katanya Papa pingin di masakin gurame asam manis, ini lagi Nada masakin."
Wisnuaji hanya tersenyum dan berjalan mendekati Nada.
"Besok saja kamu gosend ke rumah papa dari kantor kamu. Sekarang kamu punya tugas lebih penting."
"Kalo soal bikin cucu enggak usah di tagih, sudah usaha terus Pa."
Wisnuaji terkekeh-kekeh sambil menggelengkan kepalanya.
"Bukan Nad, bukan itu."
"Terus?"
"Ngebujuk Juna supaya mau bertemu dengan Mamanya."
Satu detik....
Dua detik....
Tiga detik....
Nada diam tidak bereaksi apapun hingga kemudian...
"What?" Kata Nada sedikit berteriak karena kaget dengan apa yang di minta Papa mertuanya.
"Yes, ngebujuk Juna supaya mau bertemu Mamanya walau hanya sekali saja. Karena mamanya sedang sakit."
"Wait....wait....wait...Mamanya Juna sakit apa Pa?"
"Leukimia stadium akhir"
Nada hanya diam di tempatnya berdiri ia terpaku oleh kata kata Wisnuaji barusan.
"Terus gimana cara ngebujuknya Pa?" Tanya Nada dengan suara pasrahnya
"Kamu pasti tau celah celahnya Juna."
"Pa, ini sama saja Papa minta aku bunuh diri. Papa tau sendiri gimana perasaan Juna ke emaknya," kini tangan Nada telah memegang keningnya. Tanda ia sedang berfikir keras.
"Papa sendiri mau ketemu sama emaknya Juna lagi?"
"No"
"Lha terus kenapa nyuruh aku buat ngebujuk Juna?"
Kini Wisnuaji mulai meninggalkan Nada dan berjalan menuju pintu keluar rumah Juna
"Pa....pa.... Papaaaa....." Teriak Nada dari dapur memanggil ayah mertuanya.
"Papa pulang, assalamualaikum," sahut Wisnuaji sambil berteriak ketika ia telah hampir sampai di pintu keluar rumah anaknya.
"Waalaikum Salam," jawab Nada setelahnya ia hanya mampu menghela nafasnya.
***
Dengan keyakinan bahwa Juna begitu mencintai istrinya hingga tidak mungkin menolak permintaan istrinya, Samira pagi ini menuju ke kantor Nada. Dengan dandanan santai namun sopannya Samira menuju ke arah Jogja dari hotel miliknya yang ada di dekat candi Borobudur.
Setelah sampai di kantor Nada, Samira menunggu Nada di loby ruang tunggu kantor karena Nada sedang ada meeting pagi ini. Sambil menunggu Nada, ia mengecek pekerjaannya. Dimana pun Samira berada, ia tetap akan memantau bisnisnya. Terkadang terlintas di pikirannya untuk pensiun dan menikmati hasil kerja kerasnya selama ini. Ia iri melihat Wisnuaji kemarin yang bisa menikmati masa tuanya dengan mendaki gunung serta menjelajahi tempat tempat yang ia inginkan. Namun dirinya memang tak seberuntung Wisnuaji. Walau sama sama menyandang status janda dan duda, tapi Wisnuaji memiliki anak bahkan menantu yang bisa memberikan dirinya kehangatan sebuah keluarga, sedangkan Samira, ia hanya seorang janda yang hidup dengan kondisi satu indung telur dan memiliki kista ovarium di sana. Anak?, Samira bahkan sudah dicap mandul oleh mantan suami dan keluarganya, sehingga mereka tidak mau repot repot berurusan dengannya. Bahkan setelah ia bercerai dengan Satrio Hadi keluarganya menganggapnya telah mencemarkan nama baik mereka. Di keluarganya tabu ada seorang wanita yang tidak bisa memberikan keturunan apalagi sampai di ceraikan suaminya. Samira tidak pernah berencana untuk bercerai, bahkan ia rela di madu saat itu, namun ketika istri muda Satrio Hadi memintanya untuk menceraikan Samira karena ia tidak mau anaknya yang akan lahir ke dunia tau bila ibunya adalah istri muda, maka Samira hanya bisa menerima takdir hidupnya. Jika Satrio Hadi akhirnya menceraikannya di usia pernikahan mereka yang ke 5 tahun.
Kini ketika ia melihat sosial media Satrio Hadi, ia hanya bisa ikut tersenyum bahagia, karena Satrio Hadi telah memiliki 4 anak sejak bercerai dengannya. Ia sama sekali tidak menaruh dendam pada wanita itu.
"Selamat siang."
Samira tersentak mendengar suara wanita yang ia kenali sebagai suara Nada. Kemudian ia bangkit berdiri dari sofa warna merah yang ia duduki dan membalikkan badannya. Ia melihat Nada syok melihat dirinya ada di hadapannya.
"Selamat siang Nada."
"Mbak Samira?"
Samira hanya tersenyum di hadapan Nada.
"Jangan panggil saya Mbak, panggil saya Tante Samira. Saya lebih pantas jadi Tante kamu"
Samira benar benar menahan tawanya ketika melihat ekspresi wajah Nada yang seperti baru saja menelan kodok dalam keadaan hidup karena mendengar ucapannya.
"Saya sudah 43 tahun sebentar lagi."
"HAH ??!!" Kini Nada telah berteriak dan bola matanya hampir jatuh ke tanah saking shocknya ia mendengar usia Samira.
Samira harus mengelus dadanya karena kaget dengan teriakan Nada.
"Ini serius?"
"Kamu bisa pinjam KTP asli saya yang saya tinggalkan di resepsionis kantor kamu kalo kamu tidak percaya kata-kata saya"
Tanpa memberi jawaban Nada langsung ngacir ke arah resepsionis kantornya dan meminta KTP asli milik Samira. Benar saja usia Samira sebentar lagi 43 tahun. Berarti Samira adalah spesimen yang sama dengan Papa mertuanya. Spesimen Vampir karena mereka tidak menua seiring usianya. Bahkan beberapa rekan kerja Nada di kantor yang tau Papa Juna terang terangan meminta Nada untuk mencomblangkannya dengan Papa mertuanya.
Setelah merasa yakin dengan informasi di KTP Samira, Nada berjalan ke arah Samira lagi.
"Maaf Mbak, eh maksud saya Tante Samira, silahkan duduk."
"Terima kasih," kata Samira sambil mulai duduk kembali di sofa merah tersebut
"Tante Samira sampai ke sini ada urusan apa Tan?"
"Tentang yang kemarin."
Kini Nada hanya bisa mendengus mendengar kata kata Samira.
"Tan, kita bicara di ruanganku saja ya."
"Okay," kata Samira sambi mengikuti Nada berdiri dan berjalan menuju arah lift.
Mereka berdua jalan beriringan, namun siapa yang akan menyangka bila usia mereka selisih hampir 13 tahun. Dan untuk pertama kalinya Nada merasa dirinya menua lebih cepat daripada usianya hanya karena berjalan bersebelahan dengan Samira.
Ketika sampai di depan ruangannya Nada membuka pintu ruangannya
Ceklek....
"Silahkan masuk Tante."
Samira mengedarkan pandangannya di ruang kerja Nada yang tidak terlalu luas namun mewah ini.
"Ruang kerja kamu nyaman ya Nad."
"Terima kasih Tan, silahkan duduk."
"Makasih", kata Samira bersamaan dengan ia duduk di sofa yang ada di ruangan Nada dan Nada duduk di hadapannya.
"Ada apa Tan?"
"Tante langsung saja ya Nad," kata Samira yang mendapatkan anggukan dari Nada.
"Tante minta kamu untuk bujuk Juna agar mau untuk menemui mamanya karena mamanya sakit parah."
"Iya Tan, kemarin Papa sudah minta tolong sama Nada tapi Juna benar benar enggak mau Tan."
"Please Nad, Tante akan lakuin apa aja asal kamu mau bantuin Tante. Karena ini permintaan terakhir Pinar Defne ke tante"
"Serius Tan, aku minta apa saja di kasih ?"
"Iya"
"Okay, aku akan lakuin permintaan Tante, tapi Tante bisa tolong antarkan gurameh asam manis ini ke rumah Papa Wisnu terus besok Tante jadi pasangannya papa Wisnu buat hadir di acara ulang tahun pernikahan Papa Mamaku gimana?"
Samira hanya bisa melongo dibuatnya. Menjadi pasangan Wisnuaji ibarat suatu khayalan yang menjadi nyata.
"Tan, Tante setuju enggak?"
"Kenapa kamu minta Tante jadi pasangan papa mertua kamu?"
Samira melihat Nada mendengus
"Ada beberapa alasan sih, pertama karena Tante janda dan Papa duda, kedua aku capek orang orang minta dicomblangin sama papa mertuaku sendiri, ketiga aku males banget orang orang ngelihat Papa mertuaku itu kaya Papa oase di tengah padang pasir."
Kini Samira tertawa mendengar kata kata Nada. Pantas Wisnuaji terlihat sangat nyaman di dekat menantunya, ternyata menantunya tipe perempuan yang ceplas ceplos.
"Papa mertua kamu nggak akan setuju."
"Siapa bilang?"
"Tante kan barusan," jawab Samira cepat
"Orang papa yang minta di cariin gandengan sama aku dari beberapa Minggu yang lalu."
"Gimana, deal or no deal?"
Samira tampak berfikir keras kali ini dan akhirnya ia menganggukkan kepalanya kepada Nada.
"Yes!" kata Nada sambil bangkit dari posisi duduknya dan mencari Tupperware tempat ia menaruh gurame asam manis untuk papa mertuanya.
Setelah menemukannya ia segera memberikan kepada Samira.
"Ini Tan, bilang sama papa, Nada buatnya pakai cinta, jadi harus di habisin enggak boleh sampai di buang buang ya."
"Hmm... Kamu segitunya sama Papa mertua Nad."
Kini Nada memandang Samira dengan senyum manisnya.
"Tan, ketika Nada menikahi Juna, Nada sudah siap menerima semua yang ada di hidup Juna termasuk Papa, eyang putri dan Alda. Bagi Nada enggak ada istilah mertua yang ada adalah orang tua tanpa embel embel lain."
Alda, siapa Alda ..??
"Tan?"
"ii..iya Nad."
"Buruan, ini alamat rumah Papa."
Nada mengulurkan kartu nama Wisnuaji.
"Enggak usah, supir Tante tau alamatnya."
"Okay Tan, semangat ya, Semoga segera melepas status janda," kata Nada sambil tertawa terbahak bahak.
Samira hanya berlalu keluar dari ruangan Nada tanpa mengomentari perkataan Nada yang seperti ejekan baginya.
***Setelah Samira keluar dari kantor Nada, ia langsung menuju ke mobilnya dan menginstruksikan kepada supirnya untuk menuju ke alamat rumah Wisnuaji. Selama di perjalanan Samira sedikit gugup mengingat pertemuan pertama mereka yang tidak terlalu baik. Bahkan dari cara Wisnuaji membahas Pinar Defne kemarin, Samira sadar, jika Wisnuaji tidak berminat untuk bertatap muka lagi dengan mantan istrinya tersebut. Di waktu yang sama dan tempat yang berbeda Wisnuaji menerima telepon dari menantunya. "Hallo, Nad." "Hallo Pa. Papa ada di rumah enggak sekarang?" "Ada. Kenapa?" "Nanti Tante Samira ke rumah Papa bawain Gurame asam manisnya ya. Papa jangan pergi dulu." "Enggak Nad, Papa lagi mandiin Alda di belakang. Kamu bilang sama dia suruh masuk saja nanti ke belakang." "Ya Papa bilang sama ART Papa." "Iya." Lama Wisnuaji dan Nada saling diam dengan pikiran masing-masing. Nada dengan pikiran bagaimana cara menyampaikannya kepada Papa mertuanya bila Samira adalah gandengan Papa mertuanya unt
"Kamu siapa bisa ada disini?" Mendengar pertanyaan wanita itu Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan tersenyum canggung. Kini ia bingung harus menerangkan siapa dirinya kepada wanita ini. Tidak mungkin ia mengatakan jika ia adalah pengagum rahasia Wisnuaji sejak 10 tahun yang lalu kepada wanita ini. Ya Tuhan...Tolong kirim Malaikat penolong saat ini, karena aku tidak tau harus menjawab apa sekarang.. "Saya, saya," Kata Samira dengan sedikit bingung harus berucap apa "Dia pasanganku. Siapa yang mengijinkanmu masuk ke sini?" "Satpam membukakan gerbang untuk aku tadi Mas." "Aku bukan Mas mu. Sudah cukup Retno kamu mencoba mengganggu kehidupanku sejak beberapa bulan ini. Sebaiknya kamu angkat kaki dari rumahku" Samira melihat wanita cantik yang berdandan dengan pakaian kurang bahan ini sambil menelan ludah. Ia yakin wanita ini berusia jauh di bawahnya. Mungkin kisaran 37 tahun. Jika wanita seperti ini saja di tolak Wisnuaji, apalagi dirinya yang sempurna saja tidak sebaga
PART 7Setelah menghampiri Wisnuaji dan Ibunya, mereka bertiga masuk ke Mall. Samira lebih memilih jalan di belakang Wisnuaji dan ibunya, karena ia sendiri sulit mengatur ritme irama jantungnya yang berdetak semakin cepat jika ia ada di dekat Wisnuaji. Seharusnya di usianya yang sudah kepala 4, ia tidak merasakan rasa bak anak remaja tujuh belas tahun yang sedang jatuh cinta dan naksir kepada kakak kelasnya seperti ini."Nduk, kamu kok jalan di belakang, sini sebelahan sama ibu," kata ibu Wisnuaji sambil memutar tubuhnya menghadap ke Samira dan tangannya langsung menggenggam tangan Samira untuk berjalan di sebelahnya.Kini justru Wisnuaji yang berjalan di belakang ibunya dan Samira. Bahkan Wisnuaji menghala nafasnya melihat ibunya yang bersemangat seperti ketika Juna dan Nada akan menikah."Kita mau beli apa Bu?" Tanya Samira yang berjalan di sebelah Ningrum"Apa ya, Kalo satu set perhiasan saja bagaimana?""Boleh.""Apa tidak berlebihan Bu?" Kini Wisnuaji sudah memotong pembicaraan S
PART 8Samira masuk ke sebuah toilet wanita dan ia akhirnya menumpahkan air matanya di tempat ini. Tempat di mana Wisnuaji tidak bisa melihat wajah kalahnya. Wajah yang selama ini ia sembunyikan. Memang Samira tidak pernah menyangka bila Redi sampai hati mengeluarkan kata kata itu terhadapnya setelah ia menolak Redi untuk rujuk setahun yang lalu. Karena bagi Samira, wanita baik baik tidak akan mau merusak kebahagiaan wanita lain. Dia juga tidak mau merebut kebahagiaan anak anak Redi, apalagi ia sudah tidak memiliki perasaan apapun kepada mantan suaminya itu.Diwaktu yang sama tempat yang berbeda. Ningrum dan Wisnuaji menatap Redi dengan pandangan tidak percayanya."Apa anda merasa bahagia setelah mengatakan hal itu kepada seseorang yang pernah anda cintai?" Kata Wisnuaji menahan emosinya melihat tingkah mantan suami Samira"Tidak, aku hanya ingin kalian tau kekurangannya agar kalian bisa mengambil keputusan yang tepat. Aku tidak ingin dia menjanda sampai dua kali""Wow, hanya karena d
PART 9Sepulang dari kediaman Juna dan Nada, Samira langsung di antar Wisnuaji menuju ke hotelnya. "Nduk, kamu kenapa enggak sewa rumah saja kalo di hotel kan boros?"Samira hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Ningrum."Belum ada waktu Bu untuk cari rumah.""Kamu di rumahnya Juna sama Nada saja. Rumah mereka di Jogja enggak di pakai.""Tidak usah Bu, rumah itu kan mereka pakai kalo mereka lelah harus pulang pergi Jogja temanggung.""Iya, tapi daripada boros uang. Hotel kamu nginap itu kan bisa puluhan juta semalam."Samira hanya tersenyum menanggapinya."Kebetulan sebagian besar saham hotel tersebut milik saya Bu.""Owalah, pantas saja. Tapi tetap saja nyaman di rumah daripada hotel. Benar tidak Wis?" Tanya Ningrum karena sejak tadi Wisnuaji hanya diam saja"Benar, tapi kalo Samira ada uangnya dan dia nyaman tinggal di hotel, kenapa tidak Bu?""Yowes kalo begitu, besok kamu pindahan saja ke rumah ibu Nduk. Ibu cuma di rumah sendiri kok."Samira membelalakkan matanya. Tidak per
Sudah tiga hari Samira tinggal bersama Ningrum di rumah Ningrum yang begitu nyaman ini dan malam ini adalah malam dimana acara ulang tahun pernikahan orang tua Nada yang tidak lain juga besan Wisnuaji akan digelar. Menurut Ningrum setelah acara ini mereka akan berlibur bersama di Villa milik keluarga Nada yang ada di Bali selama 3 hari. Ingin Samira menolak ajakan Ningrum karena dirinya merasa tidak pantas hadir di keluarga ini, karena dia bukan anggota keluarga, namun Ningrum memaksanya agar ikut serta untuk mendampingi Wisnuaji di acara ini sekaligus perkenalan ke khalayak ramai tentang status dirinya sebagai "calon" Wisnuaji. Ini sudah di luar kesepakatannya dengan Nada sehingga kini Samira mengajak Nada bertemu. Samira mengajak Nada untuk makan siang bersama dan ia memilih menjemput Nada di kantornya. Ketika Samira sampai di sana Nada sudah menunggunya di loby dan langsung Nada memasuki mobil Samira. "Assalamualaikum Tan," kata Nada sambil membuka pintu mobil penumpang belakang
Sepanjang jalannya acara, Samira beserta keluarga Wisnuaji duduk di dekat keluarga Nada yang menurut Wisnuaji begitu istimewa dan kini Samira baru membuktikan sendiri jika kata-kata Wisnuaji memang benar adanya. Karena keluarga Nada begitu ramai, sering saling menggoda, namun terlihat adanya kasih sayang di antara mereka. Jika hanya keluarga inti hal seperti ini sudah wajar, tetapi di keluarga besar bisa berinteraksi seperti ini sungguh sesuatu yang sangat jarang terjadi.Karena merasa ingin membetulkan make up nya, setelah acara makan malam bersama ini, Samira ijin kepada Wisnuaji untuk ke toilet."Mas, aku ke belakang dulu sebentar ya.""Okay"Setelah mendengar jawaban Wisnuaji, Samira bangkit berdiri dari posisi duduknya dan menuju ke toilet.Ketika ia baru saja keluar dari toilet dan berjalan memasuki ballroom hotel kembali, tiba tiba ia bertemu dengan Raka, atasan Nada yang di kenalkan kepadanya tadi siang."Mbak Samira ya?"Samira hanya tersenyum menanggapi panggilan Raka."Pang
Ketika Samira sampai di Bali, ia masih bingung bagaimana harus bersikap setelah perkataan Wisnuaji tadi ketika mereka berada di Yogyakarta internasional Airport. Padahal kini mereka semua sedang menaiki sebuah bus pariwisata yang telah di pesan oleh keluarga Nada untuk membawa mereka menuju villa milik Suryawan Raharja dan Gendis Adiratna. Setelah perjalanan sekitar satu jam dengan hiburan music karaoke amatiran dari keluarga Raharja yang silih berganti bernyanyi di dalam bus pariwisata di tambah keramaian mereka saling bercanda satu sama lain akhirnya mereka semua sampai. Samira cukup kagum dengan villa milik orang tua Nada yang begitu indah dan berada d tepi pantai. "Lebih baik di sini, villa kita sendiri, ouoo.... Segala nikmat dan anugerah yang Kuasa, semuanya di sini," Samira hanya menghela nafas pasrah ketika ia melihat Adam sudah bernyanyi dengan suara sumbangnya Lebih gilanya lagi kini sepupu Nada yang lain menyambung lagu yang yang dinyanyikan Adam. "Villa kita," Sambun